Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dan menahan Gubernur Riau sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemerasan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau.
Tak sendiri, penetapan tersangka juga menjerat Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M.Nursalam. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (5/11/2025) setelah melakukan pemeriksaan intensif.
Fakta-fakta Kasus Pemerasan oleh Gubernur Riau Abdul Wahid
1. KPK Menggelar OTT
Pada Senin (3/11/2025), KPK melancarkan operasi tangkap tangan di lingkungan Provinsi Riau. Kala itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo belum dapat menjelaskan detail perkara yang mengharuskan penyidik menggelar operasi senyap. Namun, Budi mengatakan bahwa tim penyidik mengamankan 10 orang dan menyita sejumlah uang.
2. Abdul Wahid Ditangkap di Kafe dan Sita Rp1,6 Miliar
Gelaran OTT tidak berjalan mulus. Pasalnya, penyidik harus mengejar Abdul Wahid yang sempat kabur dari OTT dan menangkapnya di salah satu kafe di Riau. Di sekitaran yang sama, orang kepercayaan Abdul Wahid bernama Tata Maulana juga ditangkap KPK.
Dalam rangkaian operasi tangkap tangan, KPK juga menyita Rp800 juta ketika Kepala UPT 3 hendak bertemu dengan Arief dan Ferry beserta Kepala UPT lainnya untuk memberikan setoran.
Secara paralel, tim KPK juga melakukan penggeledahan dan menyegel rumah Abdul Wahid di wilayah Jakarta Selatan.
Dari hasil penggeledahan tersebut, tim mengamankan sejumlah uang dalam bentuk pecahan asing, yakni: 9.000 pound sterling dan 3.000 USD atau jika dikonversi dalam rupiah senilai Rp800 juta. Sehingga total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap tangan ini senilai Rp1,6 miliar.
3. Sekdis PUPR PKPP Gelar Rapat Bahas Fee untuk Abdul Wahid
Setelah melakukan pemeriksaan intensif, terungkap bahwa pada Maret 2025, Sekretaris Dinas PUPR PKPP bernama Ferry menggelar rapat bersama 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP, untuk membahas kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid yakni sebesar 2,5%.
Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp106 miliar).
4. Fee Naik jadi 5%
Ferry melaporkan hasil pertemuan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan. Namun, Arief yang merupakan representasi Abdul Wahid meminta fee dinaikkan menjadi 5% atau Rp7 miliar. Laporan kepada Arief menggunakan kode “7 batang”.
5. Ancaman Copot Jabatan
Abdul Wahid diduga mengancam para pejabat PUPR PKPP dengan dicopot jabatan jika tidak memberikan nominal uang tersebut. Permintaan ini dikenal sebagai “Jatah Preman”
6. Pemerasan Tetap Dilakukan saat Defisit APBD sampai Anak Buah Jual Sertifikat
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, mengatakan beberapa anak buah hingga terpaksa menjual sertifikat hingga pinjam ke bank untuk memenuhi keinginan sang Gubernur.
“Ada yang pakai uang sendiri, pinjem ke bank, jual sertifikat, dan lain-lain,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025) sore.
Asep merasa prihatin terhadap perkara pemerasan ini. Sebab, dirinya menuturkan sekitar bulan Maret 2025, Abdul Wahid mengumumkan bahwa APBD Riau mengalami defisit Rp1,3 triliun dan terdapat penundaan pembayaran sebesar Rp2,2 triliun.
7. Total Penyerahan Uang mencapai Rp4,05 miliar


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5403589/original/042095800_1762331841-Screenshot_2025-11-05_144927.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/11/05/690b076dee7f2.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

