Tag: Abdul Wahid

  • Ada Fakta Baru Dalam Sidang BBM Ilegal di Pasuruan

    Ada Fakta Baru Dalam Sidang BBM Ilegal di Pasuruan

    Pasuruan (beritajatim.com) – Ada fakta baru dalam sidang kasus bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi yang digelar di Pengadilan Negeri  (PN)Pasuruan, Rabu (11/10/2023). Hal ini dikatakan oleh salah satu saksi atas nama Solahudin yang berperan sebagai pembeli BBM dari PT Mitra Centra Niaga milik Abdul Wahid.

    Solahudin mengatakan bahwa dirinya sudah sering melakukan pemesanan terhadap PT MCN sejak tahun 2021 hingga 2023. Saat harga BBM naik, dirinya sempat kebingungan mendapatkan solar untuk usahanya yang berlokasi di Situbondo.

    Bahkan dirinya sempat ditawari oleh oknum aparat untuk membeli BBM. “Sempat saya ditawari oleh oknum (aparat), harganya juga jauh lebih murah. Pokoknya di bawah Rp 3.000 dari pasaran, semisal harga dipasaran Rp 12.000 harga yang dijual Rp 9.000,” jelas pengusaha sirtu di asal Situbondo.

    Solahudin juga mengatakan bahwa banyak juga perusahaan BUMN yang juga membeli BBM dari suplayer non Pertamina. Salah satunya yakni perusahaan yang saat ini sedang melaksanakan pengerjaan jalan tol.

    Tak hanya itu, dirinya juga menyebut bahwa pada perusahaan tersebut juga kerap tak membayarkan pajak saat membeli BBM. “BUMN tidak membeli solar dari Pertamina salah satunya di perbaikan jalan tol. Bahkan perusahaan itu tidak memakai PPN saat pembelian,” tambahnya dalam persidangan.

    BACA JUGA:
    Warga Pasuruan Tanyakan Keseriusan Polri Usut Penimbunan BBM

    Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Pasuruan pada Rabu (11/10/2023) kembali menggelar persidangan kasus BBM ilegal terhadap tiga terdakwa. Yakni Abdul Wahid, Bahtiar Febrian Pratama, dan Sutrisno.

    Dalam persidangan kali ini Majelis Hakim yang dipimpin oleh Yuniar Yudha Himawan mendatangkan tiga orang saksi. Ketiga saksi itu yakni Subianto Wijaya, Anwar Sadad, dan juga Salahudin. [ada/suf]

  • Terdakwa Penimbun Solar di Pasuruan Sebut Ratusan Oknum Wartawan dan LSM Sering Minta Jatah

    Terdakwa Penimbun Solar di Pasuruan Sebut Ratusan Oknum Wartawan dan LSM Sering Minta Jatah

    Pasuruan (beritajatim.com) – Dalam sidang kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan, fakta-fakta baru terus terungkap. Terdakwa, Abdul Wahid, yang juga pemilik modal PT Mitra Central Niaga (MCN), disebutkan memberikan uang secara bulanan kepada ratusan wartawan dan LSM sebagai upaya untuk ‘meredam’ perbincangan mengenai kasus penimbunan solar subsidi ini.

    M Abdillah, seorang pegawai bagian administrasi PT MCN, memberikan kesaksian terkait hal ini dalam persidangan. Tugas utamanya adalah membuat surat jalan dan invoice penjualan solar untuk sopir truk, seperti Rudi Antoni dan Usman. Selain itu, dia sering diminta oleh atasannya untuk bertemu dengan sejumlah oknum yang mengaku sebagai wartawan dan LSM.

    “Saat ada tamu-tamu wartawan yang datang ke kantor, mereka kadang mengancam, kadang datang langsung, kadang lewat telepon,” ujar Abdillah saat sidang di Pengadilan Negri Pasuruan,Rabu (4/10/2023).

    Abdillah menyebut bahwa sekitar 300 lebih wartawan dan LSM yang datang ke kantor dan gudang PT MCN di Jalan Komodor Yos Sudarso, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan. Mereka berasal bukan hanya dari Pasuruan tetapi juga dari luar kota.

    Dalam persidangan, Abdillah mengungkapkan bahwa setiap bulannya, terdakwa Abdul Wahid memberikan uang sekitar total Rp 500 juta kepada oknum wartawan dan LSM ini. Dia juga menyebut bahwa jumlah uang yang diberikan bervariasi, mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 6 juta, tergantung pada penampilan dan tingkat ‘kereng’ (garang) orang tersebut.

    Abdillah juga mengklaim memiliki data lengkap mengenai nama-nama wartawan dan LSM yang menerima uang tersebut, serta foto-foto mereka. Data ini disimpan dalam komputer yang diklaim telah disita oleh Bareskrim Polri.

    Hal ini juga diakui oleh terdakwa Abdul Wahid bahwa dia memang memberikan uang kepada wartawan dan LSM, namun nominal yang dia sebutkan lebih rendah, yaitu Rp 400 juta per bulan.

    Pimpinan majelis hakim PN Pasuruan, Yuniar Yudha Himawan, menyarankan kepada jaksa untuk menyelidiki dugaan suap dalam kasus ini dengan merujuk pada undang-undang tindak pidana korupsi. Jaksa menyatakan perlunya proses penyelidikan yang lebih mendalam untuk mengungkap siapa yang menerima uang suap dan seberapa lama hal ini berlangsung.

    Di sisi lain, penasehat hukum terdakwa mencermati fakta bahwa komputer yang menjadi kunci dalam kasus ini tidak dimasukkan dalam daftar barang bukti saat diserahkan ke kejaksaan. Sedangkan data yang berada dalam komputer tersebut merupakan salah satu kunci petunjuk. “Padahal komputer itu jadi kunci dalam kasus ini. Tapi saat dilimpahkan penyidik ke kejaksaan, komputernya tidak ada dan tidak masuk badang bukti,” ucapnya.

    Dalam kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan ini, ada tiga terdakwa, yakni Abdul Wahid, Bahtiar Febrian Pratama, dan Sutrisno, yang semuanya didakwa berdasarkan Pasal 55 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. Kasus ini juga melibatkan Pasal 40 ayat 9 UU RI No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ada/kun)

    BACA JUGA: Muncul Air Terjun Bau Busuk di Pasuruan, Ternyata Berasal dari Pipa Limbah

  • Muhammadiyah Jombang Nilai Vonis 1 Tahun untuk Eks Peneliti BRIN Terlalu Rendah

    Muhammadiyah Jombang Nilai Vonis 1 Tahun untuk Eks Peneliti BRIN Terlalu Rendah

    Jombang (beritajatim.com) – Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jombang Abdul Wahid menilai vonis 1 tahun penjara untuk eks peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH), terlalu rendah. Pasalnya, permasalahan tersebut level nasional.

    “Kami menilai vonis satu tahun itu terlalu rendah. Karena itu isu nasional. Bukan lokalitas. Ada dua permasalahan serius, ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan. Kalau ancaman menghina atau mencela tidak masalah. Tapi ini ancaman pembunuhan satu per satu warga Muhammadiyah,” ujar Abdul Wahid usai menghadiri persidangan tersebut, Selasa (19/9/2023).

    Untuk itu, pihaknya akan melaporkan hasil persidangan tersebut ke pengurus Persyarikatan Muhammadiyah yang ada di Jawa Timur dan pimpinan yang ada di pusat. Muhammadiyah juga terus melakukan pemantauan mengingat pihak JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang masih pikir-pikir.

    Sebelumnya, PN (Pengadilan Negeri) Jombang memvonis eks peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengancam warga Muhammadiyah, Andi Pangerang Hasanuddin (APH), dengan hukuman 1 tahun penjara, Selasa (19/9/2023). Selain itu, Andi juga diminta membayar denda Rp 10 juta.

    Jika tidak membayar denda tersebut, hukuman Andi ditambah satu bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan yang disampaikan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) pada sidang sebelumnya. Yakni, JPU menuntut hukuman untuk terdakwa sebesar 1 tahun 6 bulan.

    BACA JUGA:
    PN Jombang Jatuhkan Vonis 1 Tahun Penjara untuk Eks Peneliti BRIN Pengancam Muhammadiyah

    Sebagai informasi, Andi Pangerang Hasanuddin berada dalam status terdakwa karena dugaan kasus ujaran kebencian. Ia didakwa dengan pasal 45A ayat (2) serta pasal 28 ayat (2), dan juga pasal 45B serta pasal 29 dari Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Pada dakwaan pertama, Andi dituduh dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang bertujuan untuk memicu rasa kebencian atau permusuhan antara individu atau kelompok masyarakat tertentu, berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

    Pada dakwaan kedua, Andi dituduh sengaja mengirimkan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang mengandung ancaman kekerasan atau intimidasi, yang ditujukan secara pribadi.

    BACA JUGA:
    Eks Peneliti BRIN Pengancam Muhammadiyah Didakwa 2 Pasal

    Postingan ujaran kebencian ini diketahui diposting melalui akun Facebook dengan nama AP Hasanudin, yang merupakan akun milik terdakwa. Konten ujaran dimulai dari perdebatan mengenai penentuan Idul Fitri 1444 H dan berakhir dengan ancaman akan membantai warga Muhammadiyah satu per satu.

    AP Hasanudin menyatakan bahwa darah warga Muhammadiyah adalah halal. Postingan ini kemudian dilaporkan kepada pihak kepolisian, yang mengakibatkan AP Hasanudin ditetapkan sebagai tersangka. [suf]