Tag: Abdul Muhaimin Iskandar

  • Perludem Sebut Kedaulatan Rakyat Tergerus Jika Gubernur Dipilih Pusat

    Perludem Sebut Kedaulatan Rakyat Tergerus Jika Gubernur Dipilih Pusat

    Jakarta

    Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengusulkan Gubernur dipilih oleh Pemerintah Pusat. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai hal ini akan mengancam kedaulatan rakyat.

    “(Gubernur dipilih pemerintah pusat membuat) Kedaulatan rakyat akan tergerus. Ruang pemilih menentukan sendiri menjadi kepala daerahnya jadi hilang,” ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).

    Menurutnya, usulan kepala daerah dipilih bukan oleh rakyat sudah tak relevan lagi. Ia malah meminta para elite politik untuk memikirkan penghematan biaya politik.

    “Sebaiknya elite politik memikirkan bagaimana penghematan biaya politik, dan penegakan hukum yang jauh lebih konsisten. Karena kalau mau mengganti lagi sistem, ini akan mundur lagi,” imbuh Fadli.

    Ahli hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, bicara hal senada. Ia menyebut selama ini pilkada gubernur terbukti ampuh sebagai saluran politik yang menjadi sumber rekrutmen politik nasional.

    Titi menjelaskan putusan MK No. 141/PUU-XXI/2023 menyebut syarat yang paling dekat untuk pengecualian syarat usia untuk menjadi presiden adalah pernah menjadi gubernur. Artinya, gubernur adalah posisi magang politik yang efektif untuk menguji kemampaun kepemimpinan politik seseorang.

    “Hal yang tidak akan diperoleh dengan baik jika gubernur diisi melalui pengangkatan dan bukannya pemilihan,” sebutnya.

    “Lagipula kita sudah punya pembelajaran ketika tahun 2014 ada upaya mengganti pilkada langsung dengan pemilihan di DPRD, hal itu menimbulkan gelombang protes massa dan ketidakpuasan yang meluas di masyarakat. Harusnya kita hindari hal-hal yang bisa mengganggu stabilitas politik seperti itu,” ucap Titi.

    (isa/eva)

  • Bahlil Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD: Golkar Sudah Bicara Itu Duluan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    Bahlil Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD: Golkar Sudah Bicara Itu Duluan Nasional 28 Juli 2025

    Bahlil Setuju Kepala Daerah Dipilih DPRD: Golkar Sudah Bicara Itu Duluan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum
    Partai Golkar

    Bahlil Lahadalia
    menyetujui usulan Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
    Muhaimin Iskandar
    bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
    Menurutnya, Golkar sudah membicarakan hal ini sejak lama di HUT Golkar pada Desember 2024.
    Bahkan, penataan sistem demokrasi melalui perubahan undang-undang politik termasuk
    pemilihan kepala daerah
    oleh DPRD ini masuk dalam pidatonya di momen itu.
    “Bukan saya yang sama dengan Cak Imin, Golkar sudah bicara itu duluan sejak HUT Golkar. Bahwa kami punya pandangan sama, karena memang rasionalitas berpikirnya,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).
    Bahlil menyampaikan partainya memiliki beberapa opsi, salah satunya pemilihan kepala daerah oleh parlemen di tingkat wilayah.
    Pasalnya, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar negara pun tidak menegaskan bahwa pemilihan bupati hingga wali kota itu harus dilaksanakan dengan pemilihan langsung.
    “Tapi dilakukan secara demokratis. Dan dalam berbagai hal saya katakan bahwa demokrasi itu bukan instrumen dalam pencapaian tujuan negara,” ucap dia.
    Di sisi lain, pemilihan langsung dianggap memiliki beberapa kerugian.
    Salah satunya, kata Bahlil, terjadi perselisihan antara keluarga hanya karena perbedaan pandangan dan pilihan politik.
    Oleh karena itu, Bahlil menyatakan, Indonesia perlu mencari instrumen yang baik dan relevan dengan budaya ketimuran.
    “Jangan setiap pilkada berkelahi, tetangga-tetangga. Kita cari instrumen yang baik, yang juga bisa mendekatkan pada budaya ketimuran kita. Jangan setiap Pilkada berkelahi. Tetangga-tetangga, tadinya bersaudara gara-gara Pilkada, tidak saling bertegur sapa,” bebernya.
    Adapun saat ini, lanjutnya, Golkar tengah mengkaji opsi itu. Begitu pula membuat skema alternatif penataan sistem demokrasi.
    “Golkar dalam posisi sekarang itu lagi membuat berbagai alternatif, lagi membuat kajian-kajian, skema-skemanya. Salah satu skemanya itu memang lewat DPR. Salah satu skemanya tapi sekarang kita lagi menyusun,” tandas Bahlil.
    Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyatakan, pelaksanaan
    Pemilihan Kepala Daerah
    (Pilkada) harus dievaluasi total.
    Menurut Cak Imin, sapaan akrabnya, kepala daerah semestinya ditunjuk oleh pemerintah pusat atau dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di masing-masing daerah.
    “Saatnya pemilihan kepala daerah dilakukan evaluasi total, manfaat dan mudaratnya,” kata Cak Imin dalam acara Hari Lahir ke-27 PKB di JICC, Jakarta, Rabu (23/7/2025) malam.
    “Kalau tidak ditunjuk oleh pusat, maksimal pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD-DPRD di seluruh tanah air,” ujar dia melanjutkan.
    Muhaimin mengeklaim, usul tersebut sudah pernah ia sampaikan langsung kepada Prabowo.
    Menurut dia, perlu ada penyempurnaan tata kelola politik nasional agar benar-benar kondusif bagi percepatan pembangunan nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menjaga Asa Survivalitas Politik PKB

    Menjaga Asa Survivalitas Politik PKB

    Jakarta

    Partai Kebangkitan Bangsa atau disingkat (PKB) merupakan salah satu partai berbasis massa Islam yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) di era reformasi, tepatnya pada tanggal 23 Juli 1998.

    Sebagai representasi politik utama warga Nahdlatul Ulama (NU), PKB memiliki sejarah panjang dalam kancah perpolitikan Indonesia pasca-reformasi. Partai yang didirikan sejumlah elite Kiai PBNU saat itu, kini berusia 27 tahun. Artinya dalam fase usia manusia, PKB ini sudah memasuki masa dewasa.

    Sejatinya, di usia dewasa, PKB selesai melewati masa ‘pubertas’ politiknya yang kerap bergejolak dan siap untuk menerima keberadaannya di tengah-tengah masyarakat politik lainnya.

    Di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar (Cak Imin), PKB mengalami pasang surut yang signifikan, baik dari sisi elektoral, posisi tawar politik, maupun hubungan dengan basis kulturalnya-komunitas NU, termasuk dengan pengurus PBNU saat ini.

    Pertanyaannya adalah: apakah PKB di bawah Cak Imin masih memiliki daya survival politik yang kuat ke depan?

    Politik ‘Survival’

    Pertanyaan tersebut di atas penting untuk menjadi bahan perenungan sekaligus pencermatan di tengah tantangan-tantangan krusial yang dihadapi partai-partai Islam atau berbasis massa Islam di tanah air saat ini.

    Selama dua dekade, PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) masih bisa bertahan hidup (survive). Muhaimin Iskandar dikenal sebagai politisi yang lihai dalam membangun jejaring politik kekuasaan. Julukan yang kerap disematkan kepadanya sebagai “raja lobi” bukan tanpa alasan, karena; dalam dua dekade terakhir, ia berhasil menjaga PKB tetap relevan di tengah turbulensi politik nasional dan dinamika internal partai.

    Meskipun pernah mengalami konflik dualisme kepengurusan (2008-2010) yang memecah tubuh PKB, Cak Imin berhasil merebut kendali penuh dengan dukungan struktur partai dan koneksi elite struktural pemerintahan dari satu rezim ke rezim yang lain.

    Dengan konsolidasi internal yang solid, PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin masih bisa bertahan (survive) dan mampu mempertahankan eksistensinya di Parlemen.

    Bisa dicermati, dalam penyelenggaraan tiga pemilu terakhir, perolehan suara PKB berhasil melampaui ambang batas Parlemen (Parliamentary Threshold) 4% yang ditetapkan dan terbanyak (9,04%: 2014), (9,69%: 2019) dan (10,62%: 2024) dibandingkan perolehan suara partai Islam (berbasis massa Islam) lainnya seperti; PKS, PAN, dan PPP.

    Artinya, di bawah kendali Cak Imin, posisi PKB beranjak naik dalam percaturan politik nasional, berada di urutan ke empat setelah PDIP, Golkar dan Gerindra.

    Survivalitas PKB tidak hanya dilihat dari keberlanjutan kepemimpinan Cak Imin dalam struktur kepengurusan PKB, tetapi juga dicermati dari kemampuannya menjadikan PKB sebagai partai yang selalu masuk dalam pemerintahan, terlepas siapa presiden yang mengendalikan kekuasaan.

    Menjaga keberlangsungan hidup berpolitik berarti beradaptasi dengan segala hal, baik internal maupun eksternal seperti halnya makhluk hidup bertahan hidup ; adaptasi fisiologis (Physiological adaptation), adaptasi sikap (behavioral adaptation), dan adaptasi morfologi (morphological adaptation) berkaitan dengan kamuflase fisik.

    Nah, adaptasi-adaptasi tersebut terlihat dimiliki PKB selama ini, termasuk pragmatisme politiknya yang sangat tinggi. Terlepas dari kritik dan politik (suka-tidak suka), dengan sikap-sikap tersebut, terbukti efektif menjaga eksistensi PKB dalam lanskap kekuasaan nasional.

    Dengan konsolidasi internal yang solid dan kemampuannya menjaga relasi politiknya dengan pihak lain, PKB masih bertahan (survive) sebagai peraih suara terbanyak partai berbasis massa Islam pada pemilu 2014, 2019 dan 2024. Bagaimana pasca Pemilu 2024?

    Tantangan Pasca Pemilu 2024

    Mengikuti jalan politik PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin memang menarik. Pada Pilpres 2024, PKB tampil berbeda: tidak lagi di belakang kekuatan arus utama (koalisi pemerintah), tetapi membentuk poros alternatif bersama Anies Baswedan.

    Cak Imin sebagai Cawapres menunjukkan keberaniannya mengambil risiko politik yang sangat besar. Meskipun pasangan Anies-Muhaimin kalah dalam kontestasi, manuver ini justru membuka jalur dan peluang baru: positioning PKB sebagai kekuatan oposisi yang berpotensi menjadi alternatif politik Islam moderat yang kemudian bisa membawa partai kaum Nahdliyyin itu menjadi bagian dari kekuasaan.

    Diakui atau tidak, survivalitas PKB masih sangat bergantung pada figuritas dan manuver-manuver politik Cak Imin. Maka, tantangan yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah bagaimana PKB dapat mengelola transisi dari partai berbasis kekuasaan ke partai dengan kekuatan advokasi politik inklusif dengan tetap menjaga posisinya sebagai representasi kultural-Nahdliyyin.

    Pertama, salah satu tantangan terbesar bagi PKB di bawah Cak Imin adalah bagaimana menjaga legitimasi di mata Nahdliyin. Sejak Cak Imin mengambil alih PKB secara penuh, relasi dengan PBNU tidak selalu harmonis. Ketegangan bahkan sempat mencuat ke publik, terutama saat PBNU (2021-2026) dibawah kepemimpinan K.H.Cholil Yahya Staquf menegaskan posisinya-netral dalam politik praktis-dengan jargon ‘menghidupkan kembali’ visi politik Gus Dur.

    Namun dalam kondisi demikian, Cak Imin terlihat cerdik memainkan kartu truf politiknya. Ia membangun kembali kedekatan struktural dan simbolik-terutama lewat konsolidasi kader muda NU di daerah dan pemberdayaan aruh bawah jaringan Kiai pesantren. Hanya saja, kekhawatiran masih ada di kalangan internal NU bahwa PKB terlalu “personalistik” dan menjauh dari cita-cita kolektif Nahdlatul Ulama-PBNU.

    Kedua, dalam tiga pemilu terakhir, PKB konsisten meraih suara signifikan dalam rentang 9 – 10 % perolehan suara nasional. Persentase ini, menandakan adanya stagnasi elektoral yang bisa mengancam survivalitas PKB dalam jangka panjang, sehingga diperlukan inovasi-inovasi platform politik yang akomodatif.

    Di tengah menguatnyua pragmatisme politik, basis massa (Nahdliyyin) terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, semakin kompetitif dan diperebutkan. Munculnya partai-partai baru Islam moderat dan fragmentasi suara Nahdliyyin (dari kalangan muda) yang mulai diakomodir partai-partai nasionalis, semakin memperkecil ceruk konstituen PKB ke depan. Nah, jika PKB gagal memformulasi narasi dan komunikasi politiknya yang bisa menjawab kebutuhan kalangan milenial Nahdliyin dan kelas menengah muslim, PKB bisa tergeser secara perlahan sebagaimana dialami ”kakaknya” yaitu, PPP.

    Walhasil, di usianya yang ke 27, PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin masih mampu membuktikan dirinya sebagai partai yang memiliki insting survival yang tinggi dan PKB diharapkan bisa menjadi pemimpin politik Islam di Indonesia.

    Dalam fase ini, PKB diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan pola kehidupan politik yang lebih luas, menerima peran yang lebih berat dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik nasional.

    Perlu disadari, survivalitas politik PKB ke depan tidak bisa hanya bergantung pada figuritas personal seorang Cak Imin. Maka, tanpa reformasi internal, regenerasi kader, dan penyegaran visi politik berbasis nilai-nilai kebangsaan dan keislaman moderat dan inklusif, PKB bisa stagnan dan kehilangan relevansinya dalam dekade mendatang. Waspadalah.

    Fathurrahman Yahya. Dosen Pengajar Wawasan Politik Islam dan Timur Tengah, Program Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal, Jakarta.

    (rdp/rdp)

  • Dasco ungkap partai-partai tengah simulasikan sistem pemilu-pilkada

    Dasco ungkap partai-partai tengah simulasikan sistem pemilu-pilkada

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa partai-partai politik tengah melakukan simulasi pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada), saat merespons adanya usulan pilkada secara tidak langsung.

    Nantinya, kata dia, seluruh partai politik akan mengumumkan hasilnya dan usulan rancangannya terhadap sistem pemilu.

    “Masing-masing partai nanti akan memaparkan apa yang sudah dirancang,” kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.

    “Sama-sama kita akan putuskan dengan ketentuan dan aturan yang akan dibuat dalam menghadapi pilkada maupun pemilu,” katanya.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar memisahkan antara pemilu nasional yang memilih Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPR, dan Anggota DPD, dengan pemilu lokal/daerah yang memilih Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, DPRD Provinsi, DPRD Kota, dan DPRD Kabupaten.

    Selain itu, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar pun mengusulkan agar pilkada menggunakan sistem pemilihan yang tidak langsung, atau kepala daerah ditunjuk langsung oleh Presiden.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cak Imin Ingin 210.000 Orang yang Tak Lagi Miskin Kian Sejahtera

    Cak Imin Ingin 210.000 Orang yang Tak Lagi Miskin Kian Sejahtera

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 mengalami penurunan 210.000 orang dibandingkan September 2024.

    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengatakan, pihaknya terus memperkuat upaya pemberdayaan masyarakat menyusul angka kemiskinan di Indonesia yang menunjukkan penurunan.

    “Sebanyak 210.000 orang yang telah keluar dari belenggu kemiskinan akan kita fokuskan untuk menjadi berdaya dan sejahtera,” kata Menko Muhaimin Iskandar dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/7/2025).

    Dia mengatakan, Kemenko Pemberdayaan Masyarakat akan mempercepat transformasi masyarakat miskin menjadi sejahtera dan mandiri. Muhaimin Iskandar menjelaskan, upaya pemberdayaan juga akan difokuskan terhadap 2,38 juta orang yang termasuk dalam kemiskinan ekstrem.

    Cak Imin pun menjelaskan, upaya pemberdayaan terus dilakukan dengan mengkoordinasikan kementerian/lembaga sebagaimana amanat Inpres 8/2025 tentang Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

    “Model-model upaya pengentasan kemiskinan terus kami perkuat dan kembangkan dengan mengorkestrasikan kementerian/lembaga terkait agar target kemiskinan ekstrem 0% pada 2026 dapat tercapai,” katanya.

    Berdasarkan Inpres tersebut, model pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan yang dilakukan antara lain dengan optimalisasi dana keumatan melalui kerja sama dengan lembaga filantropi seperti Baznas dan Forum Zakat, serta kerja sama dengan swasta/perusahaan untuk optimalisasi program tanggung jawab sosial (CSR) berdampak.

    Muhaimin Iskandar menambahkan, angka kemiskinan terbaru akan menjadi landasan data bagi Kemenko Pemberdayaan Masyarakat dalam membuat kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih terpadu, tepat sasaran, dan berkelanjutan.

    Menurutnya, pengambilan kebijakan berbasis data krusial agar upaya pengentasan kemiskinan, utamanya mengurangi kantong kemiskinan dan peningkatan ekonomi masyarakat, berjalan tepat sasaran.

  • Dulu Bela Kejaksaan, Sekarang Mahfud Sebut Vonis Tom Lembong Salah: Dia Tak Langgar Hukum

    Dulu Bela Kejaksaan, Sekarang Mahfud Sebut Vonis Tom Lembong Salah: Dia Tak Langgar Hukum

    GELORA.CO  – Mantan Menteri Koorinator Politik, Husum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengkritik Kejaksaan hingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atas vonis yang dijatuhkan keypads eks Menteri Perdagangan (Mendag), Tom lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016.

    Mahfud mengatakan, putusan vonis 4 tahun 6 bulan Tom Lembong itu salah karena eks Co-Captain Tim Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tersebut tidak terbukti melanggar hukum.

    Dulu, Mahfud memang sempat mendukung langkah Kejaksaan yang pada saat itu mentersangkakan Tom Lembong, meski tidak menerima aliran dana dari korupsi yang dituduhkan.

    Sebab, dijelaskan Mahfud, seseorang juga bisa disebutkan korupsi Mika dia memperkaya orang lain, sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Tipikor: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya  diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah  dan paling banyak 1 miliar rupiah.

    “Untuk kasus Tom Lembong ini saya sudah melihat prosesnya, proses peradilan dan vonisnya. Kemudian saya harus mengkritik kejaksaan maupun pengadilan dengan kata bahwa putusan itu salah. Salah dalam pengertian kalau dalam hukum putusan yang salah itu harus dilawan dengan banding gitu,” ungkap Mahfud, dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Minggu (27/7/2025).

    “Orang melakukan banding itu karena putusannya dianggap salah. Menurut saya memang salah. Karena apa? Karena dulu ketika Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka pada bulan November tahun lalu, saya membela kejaksaan. Ketika kejaksaan disudutkan tidak boleh menjadikan seseorang sebagai tersangka kalau yang bersangkutan tidak menerima aliran dana dari korupsi yang dituduhkan.”

    “Waktu itu saya katakan, penersangkaan Tom Lembong kalau hanya karena dia tidak menerima aliran dana, maka dia bisa ditersangkakan. Saya katakan, korupsi itu dananya, satu mengalir ke diri sendiri atau mengalir ke orang lain atau mengalir ke korporasi. Tom Lambong tidak ada bukti memperkaya diri sendiri sehingga ada mengalir ke situ, menurut saya tepat pada waktu itu ditetapkan sebagai tersangka, pada waktu konteksnya ketersangkaan ya, bukan Tonis” jelasnya.

    Namun, seiring berjalannya waktu melihat proses peradilan Tom Lembong hingga putusan vonis ini, Mahfud merasa aneh.

    Mahfud pun menjelaskan bahwa dalam hukum pidana, ada dua unsur utama yang harus sama-sama terbukti, yakni Actus Reus dan Mens Rea.

    “Sekarang vonisnya itu aneh karena dalam hukum pidana itu ada dua unsur utama yang harus sama-sama terbukti. Satu namanya Actus Reus, jenis perbuatan yang bisa dihitung, bisa didengar, bisa disaksikan oleh logika-logika biasa. Ada barangnya. Actus Reus itu ya ada perbuatannya, kalau di pidana itu perbuatannya satu, memperkaya diri sendiri atau orang lain, caranya melawan hukum. Lalu yang ketiga merugikan keuangan negara. Itu Actus Reus untuk korupsi,” Kata Mahfud.

    “Nah, yang kedua ada unsur lain yang lebih penting dari itu, namanya Mens Rea, artinya niat jahat. Niat jahat itu terjadi kalau dia melakukan itu karena ada niat. Apa ukurannya niat itu? Pertama tujuan, purpose, miming bertujuan melakukan itu. Yang kedua tahu dia bahwa itu tidak benar dan dia tahu bahwa itu tidak boleh terjadi. Yang ketiga karena lalai, lalai termasuk unsur Mens Rea. Yang keempat karena sembrono,” sambungnya.

    Tom lembong dalam kasus ini pun tidak terbukti terdapat niat jahat, maka dari itu Mahfud pun bertanya-tanya kenapa eks Mendag tersebut dihukum.

    Selain Mens Rea yang tidak terbukti, Jaksa juga tidak bisa membuktikan adanya Actus Reus, karena Tom Lembong tidak terbukti melanggar hukum.

    Tom Lembong, kata Mahfud, hanya melaksanakan perintah. Hal tersebut juga didukung dengan bukti-bukti dokumen, bahkan ada rapat-rapat yang terselenggara untuk membahas cara menangani kelangkaan gula pada waktu itu.

    Mahfud pun menegaskan, bukti-bukti yang ada itu juga tidak bisa dibantah oleh Jaksa di pengadilan.

    “Kalau tidak ada mens kenapa dihukum? Tidak boleh, dalilnya yang paling dasar itu adalah geen straf zonder schuld, ini bahasa Belanda, tidak boleh ada pemidanaan kalau tidak ada kesalahan. Kesalahan itu mens rea itu kesalahan,” jelas Mahfud.

    “Actus Reus-nya pun tidak terbukti toh, karena pertama dia tidak melanggar hukum. Dia melaksanakan perintah. Dana yang mengalir betul menguntungkan, tapi dia kan melaksanakan perintah tidak melanggar hukum.”

    “Ada dokumen-dokumen bahwa diperintahkan untuk menangkal kelangkaan gula kan pada waktu itu dan ada rapat-rapatnya, ada perintahnya yang tidak dibantah di dalam persidangan,” tegasnya.

    Tom Lembong Ajukan Banding

    Atas vonis 4 tahun 6 bulan penjara yang telah dijatuhkan, Tom pun secara resmi mengajukan banding.

    Kuasa hukum mantan Tom, Zaid Mushafi mengatakan bahwa pertimbangan majelis hakim menurut nalar hukum tidak sesuai dengan fakta persidangan.

    Melalui upaya hukum ini, tim kuasa hukum akan membantah pendapat yang disampaikan hakim dalam pertimbangan putusannya.

    Vonis Tom, kata Zaid, hanya berdasarkan keterangan saksi semata.

    “Saya terangkan bahwasanya pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa ada pertemuan, ada korelasinya antara Pak Tom dengan perusahaan swasta itu hanya didasarkan pada keterangan saksi yang pada saat persidangan menyatakan lupa,” katanya.

    Selain itu, menurut Zaid, tidak ada mens rea atau niat jahat Tom yang bisa dibuktikan dalam perkara korupsi impor gula.

    “Untuk itu, kita melihat, mendengarkan semua putusannya itu tidak cermat, teliti dan tidak didasarkan pada fakta-fakta persidangan,” ucapnya.

    Tentang banding ini, Jubir Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Andi Saputra mengungkapkan bahwa permohonan banding atas vonis Tom itu telah tercatat di Kepaniteraan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Permohonan banding tersebut tercatat nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama terdakwa Thomas Trikasih Lembong.

    “Permohonan banding diajukan oleh penasihat hukum terdakwa yaitu Rifkho Achmad Bawazir pada Selasa,” kata Andi dalam keterangannya, Rabu.

    Selanjutnya, kata Andi, pembanding akan diberikan waktu maksimal 14 hari, terhitung sejak 25 Juli 2025, untuk mengajukan memori banding.

    “Setelah itu, berkas akan dikirim ke Pengadilan Tinggi Jakarta untuk diproses guna diperiksa dan diadili oleh majelis banding,” kata Andi.

    Oleh sebab itu, dijelaskan Andi, maka putusan nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst belum berkekuatan hukum tetap.

    “Dan status yang bersangkutan masih sebagai terdakwa,” tandasnya

  • Bima Arya: Jangan Sampai Biaya Politik Mahal Jadi Alasan Kepala Daerah Dipilih DPRD
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Juli 2025

    Bima Arya: Jangan Sampai Biaya Politik Mahal Jadi Alasan Kepala Daerah Dipilih DPRD Nasional 27 Juli 2025

    Bima Arya: Jangan Sampai Biaya Politik Mahal Jadi Alasan Kepala Daerah Dipilih DPRD
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri)
    Bima Arya
     mengingatkan,
    biaya politik
    yang tinggi tidak seharusnya dijadikan dalih untuk kembali mengusulkan kepala daerah dipilih oleh DPRD.
    Dia menekankan pentingnya pembahasan menyeluruh dan jangka panjang dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berdampak pada penyelenggaraan pemilu.
    “Jangan sampai kita sederhanakan saja, wah ini politiknya mahal, ya sudah kembali ke DPRD, kan tidak seperti itu, politik mahal itu dimensinya banyak sekali,” kata Bima dalam diskusi daring bertajuk Ngoprek: Tindak Lanjut
    Putusan MK
    Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
    Menurut Bima, mahalnya biaya politik justru harus menjadi pemicu untuk memperkuat perlembagaan partai politik dan mendorong reformasi sistem pendanaan politik secara menyeluruh.
    Salah satu caranya adalah memperbaiki skema bantuan keuangan partai secara akuntabel.
    “Karena mungkin ya, kelemahan partai politik untuk membangun kaderisasi, kelemahan partai politik untuk melakukan advokasi dan sebagainya. Nah, membuat partai politik ini menjalankan fungsi-fungsinya, fungsi advokasi, fungsi mediasi, fungsi integrasi, fungsi kaderisasi, ini tentunya ada ikhtiar,” ujar Bima.
    “Nah, bagus sekali ada wacana untuk insentif yang dikuatkan terhadap dana bantuan politik,” sambungnya.
    Bima juga menegaskan bahwa pemerintah telah mulai membahas opsi-opsi kebijakan pasca-
    putusan MK
    bersama DPR dan lintas kementerian.
    Namun, ia mengingatkan agar proses revisi undang-undang tidak terjebak dalam kepentingan jangka pendek atau partisan.
    “Yang ingin saya sampaikan adalah, mari kita tarik dalam konteks yang lebih besar daripada sekadar perjuangan untuk kepentingan partisan atau jangka pendek. Ini penting sekali menurut saya,” tegas mantan Wali Kota Bogor ini.
    Ia menyebut, ada berbagai reaksi terhadap putusan MK, mulai dari kegembiraan di kalangan DPRD karena masa jabatan berpotensi diperpanjang, hingga kekecewaan kepala daerah yang harus menunggu dan kemungkinan digantikan pejabat sementara oleh pemerintah pusat.
    Namun, menurut Bima, momentum ini seharusnya digunakan untuk menata ulang sistem politik dan memperkuat demokrasi.
    Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengusulkan adanya evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada secara langsung.
    Itu ia sampaikan dalam acara Hari Lahir (Harlah) ke-27 PKB, Rabu (23/7/2025) malam.
    Menurutnya, kepala daerah semestinya ditunjuk oleh pemerintah pusat atau dipilih oleh DPRD tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
    “Kalau tidak ditunjuk oleh pusat, maksimal pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD-DPRD di seluruh tanah air,” ujar Cak Imin dalam pidatonya, Rabu malam.
    Dia menilai, perlu ada penyempurnaan tata kelola politik nasional yang bertujuan untuk membuat pembangunan nasional kondusif.
    Cak Imin mengatakan, usulan PKB tersebut sudah disampaikan secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
    “Ini menjadi usulan yang cukup menantang karena banyak sekali yang menolak. Tetapi PKB bertekad, tujuannya satu, efektivitas dan percepatan pembangunan tanpa berliku-liku dalam satu tahapan-tahapan demokrasi,” ujar Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Partai Berkarya kaji usulan Gubernur ditunjuk Presiden

    Partai Berkarya kaji usulan Gubernur ditunjuk Presiden

    Ketua Umum Partai Berkarya, Mochammad Ridwan Andreas (Foto : Dokumentasi Partai Berkarya)

    Partai Berkarya kaji usulan Gubernur ditunjuk Presiden
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Jumat, 25 Juli 2025 – 21:17 WIB

    Elshinta.com – Ketua Umum Partai Berkarya, Mochammad Ridwan Andreas, menanggapi usulan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang mengusulkan agar gubernur dipilih langsung oleh pemerintah pusat, sementara bupati tetap dipilih oleh rakyat melalui DPRD.

    Menurut Ridwan, usulan tersebut perlu dikaji secara strategis dan mendalam, termasuk mempertimbangkan berbagai sisi dampaknya.

    “Itu kan perlu ada kajian strategis. Perlu kita kaji kembali kira-kira apa efek positifnya maupun efek negatifnya,” ujar Andreas, dalam pernyataannya usai acara syukuran pasca Musyawarah Nasional (Munas) Partai Berkarya, di Yayasan Panti Asuhan Yatim Daarul Rahman, Pejaten, Jaksel, Jumat (25/07/2025). Ridwan sebelumnya ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Berkarya . Dia terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya di Ballroom Hotel Episode, Gading Serpong, Tangerang Selatan, Banten pada 14 hingga 16 Juli 2025.

    Ia menilai sistem pemilihan kepala daerah saat ini memang memiliki banyak tantangan, terutama terkait anggaran dan energi politik yang besar. Namun, menurutnya, kontestasi seperti pilkada dan pilpres juga merupakan bagian dari pesta demokrasi yang tidak bisa serta-merta dikonotasikan negatif.

    “Kalau sekarang kan kita berbicara masalah pemilihan kepala daerah, pilpres itu energi terbuang banyak sekali. Anggaran terbuang banyak sekali, logistik terbuang juga banyak sekali. Itu kan tentu ada efek positif, efek negatifnya,” ujar Ridwan.

    “Mungkin itu kan pesta rakyat, kontestasi pemilu itu, baik itu pilkada, pilpres, kontestasi pemilu itu kan pesta rakyat. Tapi jangan dikonotasikan negatif seperti itu.”

    Ridwan belum menjawab tegas bagaimana sikap Partai Berkarya atas usulan itu. Namun menurutnya, sebelum mengambil sikap, partainya akan terlebih dahulu mendengar masukan dari masyarakat dan akademisi.

    “Litbang Partai Berkarya juga nanti akan menyerap aspirasi arus bawah. Bagaimana respon masyarakat seperti itu, apabila undang-undang itu disahkan. Yang kedua, bagaimana juga respon para akademisi,” ujarnya.

    Meski belum memiliki kursi di DPR, Ridwan menegaskan bahwa Partai Berkarya tetap akan merumuskan sikap politiknya secara matang. Pihaknya juga akan menyiapkan gagasan-gagasan yang bisa menjadi masukan bagi pemerintah.

    “Minimal kita punya gagasan-gagasan yang kita rumuskan, yang mungkin nantinya akan kita sampaikan ke Presiden Prabowo Subianto, agar itu bisa menjadi input, masukan buah pikir dari Partai Berkarya untuk sama-sama memajukan bangsa ini,” tutupnya.

    Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengusulkan adanya dua pola dalam pemilihan kepala daerah. 

    Menurutnya, gubernur sebaiknya ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat karena dianggap sebagai perwakilan pusat di daerah, sementara bupati dan wali kota dipilih oleh rakyat melalui DPRD. Usulan ini, kata Cak Imin, lahir dari hasil kajian internal dan arahan dari sejumlah keputusan organisasi seperti Nahdlatul Ulama yang menyoroti tingginya biaya pilkada langsung.

    “Kesimpulannya seluruh kepala daerah habis biaya mahal untuk menjadi kepala daerah, yang kadang-kadang tidak rasional. Yang kedua, ujung-ujungnya pemerintah daerah juga bergantung kepada pemerintah pusat dalam seluruh aspek, belum bisa mandiri atau apalagi otonom,” kata Cak Imin di JCC Senayan, Rabu (23/7/2025).

    Penulis : Rama Pamungkas

    Sumber : Radio Elshinta

  • Pengamat: Ide Cak Imin soal Pilkada Dipilih Pemerintah Pusat Cuma untuk Nyenengin Prabowo

    Pengamat: Ide Cak Imin soal Pilkada Dipilih Pemerintah Pusat Cuma untuk Nyenengin Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Analis komunikasi atau pengamat politik, Hendri Satrio berpendapat usulan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin soal kepala daerah ditunjuk pusat atau dipilih oleh DPRD provinsi adalah strategi komunikasi politik untuk menyenangkan Presiden RI Prabowo Subianto.

    Hensa, sapaan akrabnya, berpendapat seperti itu lantaran Prabowo juga sebelumnya pernah mengemukakan ide serupa pada akhir tahun 2024 soal Pilkada dipilih DPRD. 

    “Jadi omongannya Cak Imin kemarin jangan diartikan secara leterlek [letterlijk] dia ingin kepala daerah dipilih oleh pusat atau DPRD provinsi. Menurut saya, ucapan dia kemarin itu dia hanya ingin menyenangkan Prabowo, karena ide ini kan awalnya dari Prabowo,” katanya kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

    Sebab demikian, menurutnya usulan Cak Imin itu lebih mengarah pada sinyal politik untuk menjaga hubungan dengan Prabowo, bukan keinginan nyata untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah menjadi tidak langsung. 

    “Saya yakin Cak Imin tahu Prabowo juga tergantung rakyat. Jadi sebenarnya omongan kemarin itu ucapan Cak Imin yang menunggu dukungan rakyat. Jadi bukan berarti semata-mata dia ingin kepala daerah dipilih oleh DPRD,” tambah Hensa.

    Lebih jauh, dia menyoroti pernyataan Cak Imin mencerminkan pemahaman dinamika politik dan preferensi publik. Karena Cak Imin sadar masyarakat cenderung ingin pilkada digelar secara langsung.

    “Dia ngomong seperti itu buat nyenengin Prabowo, dan dia tahu pasti Prabowo itu tergantung rakyat, dan rakyat kan kelihatannya tetap ingin pemilihan langsung,” tutupnya.

    Sebelumnya, Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa PKB dan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) telah mengkaji ulang pemilihan kepala daerah secara langsung. 

    “Kesimpulannya seluruh kepala daerah habis biaya mahal untuk jadi kepala daerah yang kadang-kadang ini tidak rasional,” tuturnya di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Melihat kondisi tersebut, Cak Imin dan NU berpandangan harus ada jalan yang cepat dan efektif untuk mewujudkan keinginan rakyat dan pemerintah pusat.

    “Makanya usul kami ada 2 pola, pertama itu gubernur menjadi perwakilan pemerintah pusat di daerah yang ditunjuk oleh presiden,” ujarnya.

    Sementara itu, kata Cak Imin, pola kedua yaitu untuk kepala daerah setingkat bupati ditunjuk oleh rakyat melalui DPRD.

  • DPR: Pilkada Tak Langsung Muncul dari Kegelisahan Elite dan Rakyat

    DPR: Pilkada Tak Langsung Muncul dari Kegelisahan Elite dan Rakyat

    Jakarta, Beritasatu.com– Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Bahtra Banong, menilai bahwa usulan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah (pilkada) ke sistem tidak langsung merupakan bentuk akumulasi kegelisahan masyarakat dan para elit politik terhadap pelaksanaan demokrasi elektoral saat ini.

    “Itu semua akumulasi dari kegelisahan, baik itu yang dirasakan oleh seluruh masyarakat, maupun para elite-elite partai politik,” kata Bahtra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/7/2025) seperti dikutip Antara.

    Pernyataan tersebut disampaikan Bahtra merespons wacana yang kembali mengemuka dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) sekaligus Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, yang mengusulkan agar kepala daerah dapat dipilih oleh DPRD atau ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.

    Menurut Bahtra, gagasan pilkada tidak langsung bukan hal baru. Ia menyebut Presiden Prabowo Subianto juga pernah menyampaikan pandangan serupa dalam pidatonya saat menghadiri peringatan HUT ke-60 Partai Golkar di Jawa Barat pada Desember 2024.

    “Sebetulnya ini bukan ide baru karena Ketua Umum kami, sekaligus Presiden Prabowo, pada pidato di acara Partai Golkar sekitar tujuh bulan lalu, juga menyampaikan hal yang serupa,” ujarnya.

    Bahtra menambahkan, sejumlah negara seperti Singapura dan Malaysia juga menerapkan sistem pilkada tidak langsung namun tetap mampu mengelola pemerintahan secara efektif dan demokratis.

    “Mereka sukses melaksanakan pemilu, walaupun kepala daerahnya tidak dipilih langsung oleh rakyat,” katanya.

    Meski demikian, menurut Bahtra, DPR tetap akan membuka ruang diskusi dan mengkaji secara mendalam desain sistem pemilu ke depan. Tujuannya agar pemilu dapat berlangsung secara efektif, efisien, dan tetap berkualitas.

    “Dari sisi biaya, waktu, dan efektivitas penyelenggaraan, semua menjadi bagian dari kegelisahan yang perlu dicarikan jalan keluarnya,” pungkasnya.