Tag: Abdul Kadir

  • Tak Kunjung Diberangkatkan, Calon PMI Rugi Rp 1,6 Miliar

    Tak Kunjung Diberangkatkan, Calon PMI Rugi Rp 1,6 Miliar

    Bekasi, Beritasatu.com – Sebanyak 58 calon pekerja migran Indonesia (PMI) ke Hong Kong dan Singapura tidak kunjung diberangkatkan. Calon PMI itu pun mengalami kerugian dengan total mencapai Rp 1,6 miliar.

    Akibatnya, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) PT Multi Intan Amanah Internasional yang berlokasi di Kelurahan Perwira, Bekasi Utara, Kota Bekasi, disegel Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, Jumat (28/3/2025).

    Penyegelan ini dilakukan setelah perusahaan tersebut terbukti tidak memberangkatkan 58 calon PMI ke Hong Kong dan Singapura.

    “PT Multi Intan Amanah Internasional telah terbukti melanggar Peraturan Menteri P2MI/BP2MI Nomor 4 Tahun 2025 Pasal 9 ayat (1) huruf r dan t, yaitu tidak mengurus pemenuhan semua hak pekerja migran Indonesia yang seharusnya diterima dan tidak menyelesaikan permasalahan pekerja migran Indonesia yang ditempatkan,” kata Karding kepada wartawan di lokasi.

    Kasus ini telah didalami selama 1 tahun 6 bulan. Kementerian P2MI juga telah melakukan tiga kali klarifikasi dan dua kali mediasi antara pihak perusahaan dan perwakilan korban. Dalam proses mediasi, PT Multi Intan Amanah Internasional sempat menyatakan kesediaannya untuk mengembalikan dana yang telah disetorkan para korban.

    “Namun, komitmen tersebut tidak juga dipenuhi oleh P3MI tersebut meski telah dilakukan panggilan sebanyak dua kali oleh Direktorat Jenderal Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” ungkap Karding.

    Sebagai bentuk sanksi administratif, PT Multi Intan Amanah Internasional dikenai penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan PMI selama 3 bulan ke depan.

    “Selama masa pengenaan sanksi, PT Multi Intan Amanah Internasional dilarang melakukan seleksi dan memproses dokumen penempatan pekerja migran Indonesia untuk yang belum menandatangani perjanjian penempatan, termasuk pekerja migran Indonesia cuti,” ujarnya.

    Kementerian P2MI juga mewajibkan perusahaan tersebut untuk memberikan klarifikasi tertulis mengenai status 58 PMI yang gagal diberangkatkan. Selain itu, perusahaan harus melaporkan hasil pelaksanaan kewajiban tersebut dengan dokumen pendukung yang valid.

    Berdasarkan data SiskoP2MI, tercatat PT Multi Intan Amanah Internasional telah menerbitkan perjanjian penempatan bagi 65 calon PMI pada 2022 dan delapan calon PMI pada 2023, sehingga totalnya mencapai 73 calon PMI yang seharusnya diberangkatkan. 

  • Legislator Dorong Rencana Pencabutan Moratorium PMI ke Saudi Dikaji Ulang

    Legislator Dorong Rencana Pencabutan Moratorium PMI ke Saudi Dikaji Ulang

    Jakarta

    Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina menyoroti kebijakan pemerintah yang ingin membuka kembali moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Menurutnya, kebijakan tersebut harus ditinjau ulang mengingat masih banyaknya kasus lama yang belum diselesaikan oleh pemerintah Arab Saudi terhadap pekerja migran Indonesia di sana.

    “Pemerintah jangan sampai membuka moratorium tetapi kita tidak mereview permasalahan lama yang dilakukan pemerintahan Arab Saudi terhadap pekerja migran kita,” kata Arzeti Bilbina dalam keterangannya, Rabu (26/3/2025).

    Arzeti meminta agar pemerintah tetap mempertahankan moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi, khususnya untuk sektor domestik.

    “Masih banyak PR lama yang belum dijalankan pemerintah Arab Saudi dengan berbagai macam kasus dari pekerja migran kita di sana. Sekarang kenapa tiba-tiba dibuka kembali?” tuturnya.

    Meski telah ada evaluasi terhadap Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang diklaim lebih aman, Arzeti mengingatkan bahwa penyelesaian kasus-kasus pelanggaran terkait PMI harus tetap menjadi perhatian dan tidak boleh diabaikan.

    “Fraksi PKB berpandangan bahwa keamanan dalam sistem penempatan hanyalah satu aspek. Jauh lebih penting adalah penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi, dan berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami oleh PMI kita di masa lalu dan bahkan hingga saat ini,” jelas Arzeti.

    Arzeti mengatakan ada beberapa kasus PMI di Arab Saudi selama ini yang menjadi perhatian serius. Pemerintah diminta menjadikan hal tersebut sebagai pertimbangan agar tidak mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi.

    “Seperti kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan, kasus gaji tidak dibayar, kondisi kerja tidak layak, serta kasus hukum yang tidak mendapatkan pembelaan yang adil,” urai Arzeti.

    Arzeti mendesak Pemerintah untuk melakukan sejumlah hal sebelum membuka kembali moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Hal yang paling utama adalah agar Pemerintah memastikan Pemerintah Arab Saudi menyelesaikan seluruh kasus-kasus PMl yang bermasalah secara transparan dan adil.

    “Pemerintah juga harus menuntut adanya perjanjian bilateral yang lebih kuat dan mengikat antara Indonesia dan Arab Saudi yang secara spesifik mengatur perlindungan hak-hak PMI, mekanisme pengawasan yang ketat, dan sanksi yang tegas bagi pelanggar,” papar Arzeti.

    “Kemudian penting juga bagi Pemerintah untuk meningkatkan peran dan fungsi perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi dalam memberikan perlindungan dan bantuan hukum kepada PMI,” tambahnya.

    Di sisi lain, Arzeti menegaskan perlindungan terhadap PMI juga sangat penting untuk melindungi masyarakat Indonesia dari modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mengingat banyak WNI yang menjadi korban TPPO, khususnya yang terkait dengan jaringan scam di Myanmar dan Thailand di mana mereka berangkat secara ilegal.

    “Kita juga pernah mendengar cerita dari korban TPPO di Thailand dan Myanmar, anak-anak muda dari sejumlah daerah yang ahli komputer atau IT, terutama lulusan SMA,” sebut Arzeti.

    Diketahui, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebut pemerintah akan mencabut moratorium dan segera meneken kerja sama dengan Arab Saudi terkait pengiriman TKI. Hal ini ia sampaikan usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto membahas desk Koordinasi Perlindungan Terhadap Pekerja Migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia (TKI).

    “Hari ini saya menghadap kepada Pak Presiden dalam rangka melaporkan rencana kita Kementerian P2MI untuk membuka kembali kerja sama bilateral penempatan tenaga kerja di Arab Saudi,” kata Karding di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Dia mengatakan kerja sama dengan Saudi dimoratorium atau dihentikan sejak 2015. Namun, katanya, kondisi itu membuat risau.

    “Kita ketahui bahwa sejak tahun 2015 kesepakatan kerja sama dengan Arab Saudi itu dimoratorium oleh pihak kita di Indonesia dan sampai sekarang memang sejak dimoratorium sampai sekarang itu ada hal yang merisaukan kita,” ujarnya.

    Karding mengatakan moratorium pengiriman PMI malah membuat banyak warga negara Indonesia berangkat ke Saudi secara ilegal. Dia menyebut jumlah TKI ilegal ke Arab Saudi bisa mencapai 25 ribu orang per tahun.

    “Karena ada 25 ribu minimal setiap tahun orang kita secara ilegal atau yang prosedur berangkat ke Arab Saudi,” ujar Karding.

    (eva/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Selain Prabowo dan Jokowi, Gibran Juga Ikut Nonton Indonesia vs Bahrain di GBK

    Selain Prabowo dan Jokowi, Gibran Juga Ikut Nonton Indonesia vs Bahrain di GBK

    Selain Prabowo dan Jokowi, Gibran Juga Ikut Nonton Indonesia vs Bahrain di GBK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Presiden (Wapres) RI
    Gibran Rakabuming Raka
    terpantau ikut menonton laga
    Timnas Indonesia
    vs Bahrain di GBK, Senayan, Jakarta, Selasa (25/3/2025) malam.
    Gibran tampak menggunakan jersey timnas berwarna merah. Tampak logo Garuda di dada kirinya.
    Gibran terlihat sedang berbincang-bincang dengan seseorang sambil berdiri.
    Setelahnya, Gibran pergi dan menyalami sejumlah pejabat Kabinet Merah Putih.
    Mereka yang turut hadir di lokasi di antaranya Wamen Kebudayaan Giring Ganesha dan Wamendagri Bima Arya.
    Lalu, tampak pula Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Menteri PPMI Abdul Kadir Karding yang sedang duduk di dekat Gibran.
    Untuk diketahui, ayah Gibran yang merupakan Presiden ke-7
    Joko Widodo
    (Jokowi) juga menonton langsung Indonesia vs Bahrain di GBK.
    Jokowi terdeteksi tidak duduk di kursi VVIP, melainkan berbaur dengan penonton lainnya.
    Tidak hanya Jokowi, Presiden Prabowo Subianto juga menonton laga lanjutan
    Kualifikasi Piala 2026
    zona Asia ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Cabut Moratorium PMI ke Arab Saudi, Komisi IX DPR: Ingat, Devisa Tak Sebanding Nyawa! – Halaman all

    Pemerintah Cabut Moratorium PMI ke Arab Saudi, Komisi IX DPR: Ingat, Devisa Tak Sebanding Nyawa! – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI sekaligus Ketua Satgas PMI DPP PKB, Nihayatul Wafiroh, dengan tegas mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru mencabut moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi.

    Menurutnya, perlindungan terhadap keselamatan PMI harus menjadi prioritas utama pemerintah.

    Dan pemerintah harus memastikan ada jaminan nyata terlebih dahulu sebelum melanjutkan penempatan pekerja Indonesia di Arab Saudi.

    “Kami di PKB meminta pemerintah untuk tidak gegabah mencabut moratorium PMI ke Arab Saudi. Dulu kita ingat betul moratorium itu dilakukan karena PMI kita banyak yang tidak terlindungi, kasus demi kasus menerpa mereka. Lah, sekarang malah mau dibuka, padahal solusinya belum jelas,” ujar Nihayatul yang akrab disapa Ninik, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi, yang diberlakukan sejak 2015, dilatarbelakangi banyaknya kasus pelanggaran hak dan perlakuan buruk terhadap pekerja migran Indonesia, seperti perbudakan, kekerasan fisik dan seksual, bahkan ancaman hukuman mati.

    Ninik menegaskan, pembukaan kembali moratorium ke Arab Saudi harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan setelah adanya jaminan perlindungan yang jelas.

    “Masalah-masalah yang dihadapi PMI kita di Arab Saudi masih banyak. Jangan sampai moratorium dibuka sebelum kita memastikan perlindungan mereka. Ingat, devisa itu tak sebanding dengan nyawa dan keselamatan mereka!” tegas Ninik.

    “Tentu pelindungan PMI itu yang utama. Bagaimana manajemennya di sana, apakah benar-benar sudah siap menerima PMI kita, bagaimana jika nanti ada persoalan, penyelesaiannya bagaimana, itu harus dipastikan dulu,” ujarnya.

    Ratih terlihat menangis bercerita meminta dipulangkan karena sudah tidak kuat menahan siksaan dari anak majikannya di Arab Saudi. (Tangkapan layar video)

    Ninik juga mengingatkan bahwa Indonesia sudah memiliki Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang disusun pada 2021, namun belum serius diimplementasikan.

    SPSK bertujuan mengintegrasikan penempatan PMI melalui jalur pemerintah, bukan individu atau agen, agar lebih terkontrol dan aman.

    “Kita sebenarnya sudah punya SPSK yang disusun sebagai salah satu solusi dan evaluasi moratorium PMI ke Arab. Tapi, sejauh ini enggak pernah serius diimplementasikan, begitu juga pemerintah Arab Saudi seperti tidak mau menerapkannya,” ujarnya.

    “Pemerintah harus serius menerapkan SPSK. Ini adalah solusi yang sudah disusun untuk menghindari praktik-praktik yang merugikan PMI. Jika kita benar-benar peduli, kita harus pastikan sistem ini dijalankan dengan benar, bukan sekadar membuka moratorium tanpa jaminan,” ujar Ninik.

    Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kesepakatan atau kerja sama antar pemerintah (G-to-G) dalam pembukaan moratorium ini, yang harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang jelas. Hal ini termasuk memastikan bahwa pemberi kerja di Arab Saudi berbadan hukum, hak dan kewajiban yang jelas, serta penyelesaian masalah yang transparan.

    “Misalnya dengan memastikan pemberi kerjanya berbadan hukum, hak dan kewajiban para pihak, penyelesaian permasalahan, perjanjian kerja, lalu tata cara monitoring dan evaluasinya bagaimana. Ini harus dipastikan dulu,” ungkapnya.

    “Yang enggak kalah penting itu adalah pembentukan Tim Pengawasan Khusus yang bertanggung jawab dalam mengawasi implementasi kebijakan di lapangan, termasuk pemantauan terhadap kondisi PMI di Arab Saudi. Sejauh ini kan belum ada,” sambungnya

    Moratorium PMI ke Arab Saudi sempat diberlakukan selama 10 tahun karena masalah keselamatan dan kesejahteraan pekerja.

    Namun, dengan adanya janji dari pemerintah Arab Saudi untuk memberikan perlindungan yang lebih baik, Presiden Prabowo telah merestui pencabutan moratorium tersebut

    Hal ini disampaikan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, yang mengungkapkan adanya kesepakatan mengenai gaji minimal dan perlindungan asuransi bagi PMI.

    Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi rencananya akan segera menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait kesepakatan ini. Jika semuanya berjalan lancar, tahap awal pemberangkatan PMI ke Arab Saudi akan dimulai pada Juni 2025.

    Namun, Ninik tetap menekankan, keputusan ini tidak boleh terburu-buru.

    “Kami ingin memastikan bahwa setiap PMI yang berangkat ke Arab Saudi mendapat pelindungan yang layak dan sesuai dengan janji yang diberikan,” pungkasnya.

  • Puluhan Ribu Pekerja Migran Indonesia Sektor Perikanan Kerja Ilegal di 3 Negara Ini – Page 3

    Puluhan Ribu Pekerja Migran Indonesia Sektor Perikanan Kerja Ilegal di 3 Negara Ini – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding mengatakan pemerintah berencana membuka kembali kerja sama bilateral terkait penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, setelah moratorium yang diberlakukan sejak 2015. Karding mengatakan Prabowo menyetujui penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi dibuka kembali.

    Hal ini disampaikan Karding usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Hari ini saya menghadap kepada Pak Presiden dalam rangka melaporkan rencana kita, Kementerian P2MI, untuk membuka kembali kerja sama bilateral penempatan tenaga kerja di Arab Saudi. Kita ketahui bahwa sejak tahun 2015 kesepakatan kerja sama dengan Arab Saudi itu dimoratorium oleh pihak kita di Indonesia,” kata Karding usai pertemuan.

    Menurut dia, moratorium yang telah berlangsung hampir satu dekade mengakibatkan lebih dari 25 ribu pekerja Indonesia tetap berangkat ke Arab Saudi secara ilegal setiap tahunnya.

    Oleh karena itu, Kementerian P2MI berkomunikasi dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi untuk membahas pembukaan kembali kerja sama tersebut.

    “Itu yang kami laporkan kepada Pak Presiden dan dalam waktu dekat ini MOU-nya akan ditandatangani di Jeddah,” jelasnya.

    Karding menyampaikan Prabowo menyambut baik rencana pembukaan kembali kerja sama ini. Prabowo juga meminta agar skema pelatihan serta penempatan pekerja segera disiapkan.

    “Beliau Alhamdulillah sangat setuju dan kita ketahui bahwa pada kesempatan ini memang Arab Saudi menjanjikan sekitar 600 ribu job order, 600 ribu orang untuk dikirim di sana, terdiri dari 400-an ribu domestik pekerja lingkungan rumah tangga yang 200-250 ribu mereka janjikan untuk pekerja formal,” ungkapnya.

  • RI Akan Cabut Moratorium Pekerja Migran ke Saudi, Apa yang Harus Dilakukan?

    RI Akan Cabut Moratorium Pekerja Migran ke Saudi, Apa yang Harus Dilakukan?

    Jakarta

    Pemerintah Indonesia berencana mencabut moratorium pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi pada tahun ini disertai klaim bahwa Arab Saudi membuka kuota untuk 600.000 pekerja Indonesia dengan jaminan gaji lebih dari Rp6,5 juta untuk setiap pekerja.

    Melalui pencabutan moratorium ini, pemerintah Indonesia bisa meraup Rp31 triliun dari remitensi. Namun, pegiat pekerja migran menyebut masih banyak masalah terjadi di lapangan saat uji coba dan belum ada upaya evaluasi yang melibatkan pekerja dan organisasi pekerja migran.

    Pemerintah berencana mengirimkan pekerja migran ke Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, pada tahun ini. Rencana ini akan mengakhiri moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia ke Timur Tengah yang telah berlangsung sejak 2015.

    “Insya Allah dalam waktu dekat ini penandatanganan MoU akan dilakukan pada 20 Maret 2025,” kata Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, seperti dikutip kantor berita Antara.

    “Kami sudah melakukan perundingan dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi,” kata Karding dalam konferensi pers pada Jumat (14/03) lalu setelah dia melaporkan rencana ini kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Dia mengeklaim Presiden Prabowo menyambut baik rencana ini.

    Jika semua berlangsung dengan lancar, kata Abdul Kadir Karding, pengiriman pekerja migran Indonesia akan dimulai pada Juni mendatang.

    Gaji pekerja meningkat dan bisa umrah, negara dapat devisa

    “Di bawah raja baru, perlindungan mereka lebih baik. Lebih maju. Mereka, misalkan, menjamin gaji di angka 1500 riyal. Ada perlindungan dalam konteks asuransi kesehatan, jiwa, dan ketenagakerjaan,” kata Karding. Jumlah 1.500 riyal setara dengan Rp6.538.500.

    “Yang menarik lagi setiap selesai kontrak dua tahun, untuk orang Indonesia dikasi bonus sekali umrah,” sambungnya.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Selama ini pekerja domestik asal Indonesia dibayar sekitar 1.200 riyal, kata Roland Kamal dari Serikat Buruh Migran Indonesia di Jeddah. “Negara lain seperti Filipina itu 1.500 riyal,”

    Apabila pemerintah memanfaatkan kuota tersebut secara penuh, yang yang masuk dari remiten (pengiriman uang dari buruh migran ke dalam negeri) juga tidak sedikit.

    “Devisa yang kemungkinan masuk dari situ Rp31 triliun,” ungkap Karding.

    Terlepas dari prospek devisa puluhan triliun rupiah, apa saja yang harus dilakukan jika pemerintah ingin mencabut moratorium pengiriman pekerja migran ke Saudi?

    Apa konsekuensinya jika hal-hal yang menyebabkan timbulnya moratorium belum diatasi?

    Mengapa ada moratorium pengiriman tenaga kerja migran ke Timur Tengah pada 2015?

    Moratorium tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah.

    Keputusan ini keluar setelah berbagai kasus kekerasan, pelecehan, kondisi kerja, dan masalah gaji yang buruk dan tidak manusiawi mengemuka.

    Beberapa kasus hukuman mati terhadap pekerja migran Indonesia di Arab Saudi menjadi pemicu desakan publik yang kuat bagi pemerintah untuk mengambil tindakan moratorium.

    Pada 1999, Siti Zainab binti Duhri Rupa asal Bangkalan Madura dituduh membunuh majikannya. Pengadilan menjatuhkan vonis hukuman mati pada 2001 dan dia dieksekusi pada 2015.

    Pada 2012, Karni binti Medi Tarsim, asal Brebes Jawa Tengah divonis hukuman mati atas kasus pembunuhan anak majikannya. Eksekusi mati dilakukan pada 2015.

    Pada 2018, pemerintah Arab Saudi mengeksekusi hukuman mati buruh migran Indonesia, Tuti Tursilawati. Eksekusi dilakukan tanpa pemberitahuan resmi kepada pemerintah Indonesia. Tuti didakwa membunuh majikannya, Suud Malhaq Al Utibi.

    Dari penjelasan yang diterima pihak keluarga, Tuti membunuh majikannya sebagai upaya pembelaan diri. Sebab, Tuti dilaporkan sering menerima tindakan kekerasan, termasuk ancaman pemerkosaan.

    Berdasarkan catatan Migrant Care, pemerintah Arab Saudi sudah mengeksekusi tiga buruh migran lainnya tanpa pemberitahuan ke pemerintah Indonesia.

    Yanti Irianti, buruh migran asal Cianjur, Jawa Barat, dihukum mati pada medio Januari 2018.

    Pada Maret 2018, buruh migran asal Jawa Timur bernama Muhammad Zaini Misrin dieksekusi mati di Arab Saudi. Zaini diadili karena dituduh membunuh majikannya pada 2004.

    Pada medio Juni 2011, Ruyati, buruh migran asal Sukatani, Bekasi juga dieksekusi. Dalam persidangan, Ruyati mengaku membunuh karena sering menerima perlakuan tidak menyenangkan dari majikannya.

    Apa saja yang harus dilakukan jika pemerintah ingin mencabut moratorium?

    Timbulnya kasus-kasus eksekusi mati terhadap pekerja migran Indonesia sangat terkait dengan penanganan di hulu, kata sejumlah pegiat.

    Savitri Wisnu Wardhani dari Jaringan Buruh Migran mengatakan pemerintah seharusnya sudah hadir sebelum perekrutan dilakukan.

    Dia menuding pemerintah tidak serius menerapkan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).

    “Implementasinya tidak dilakukan, khususnya di tingkat kabupaten dan desa. [Seharusnya disediakan] informasi, access to justice, pembiayaan, hal-hal yang menyangkut jaminan sosial, itu yang harus didahulukan. Seharusnya di hulu, di tingkat kabupaten dan desa, diperbaiki benar-benar,” cetusnya.

    UU PPMI disahkan pada 2017 untuk memberikan jaminan hak, kesempatan, dan perlindungan bagi setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak di dalam dan luar negeri tanpa diskriminasi. UU ini mencakup perlindungan, sanksi, dan tata kelola terkait pekerja migran.

    Pendapat senada juga disampaikan Roland Kamal dari Serikat Buruh Migran Indonesia di Jeddah.

    “[Perbaikan harus] dari hulunya. Bagaimana calon tenaga kerja kita yang akan dikirim secara trial atau secara uji coba itu betul-betul direkrut secara prosedural,” kata Roland.

    Di hulu juga harus ada pemaparan informasi secara jelas kepada calon tenaga kerja. “Mereka dikasih pembekalan bahwa inilah gambaran di lapangan,” sambungnya.

    Proses pembekalan keterampilan juga penting untuk memastikan kualitas pekerja migran.

    Hal lainnya yang penting adalah tes psikologis untuk para pekerja migran, kata Roland.

    Bagaimana dengan sistem data pekerja migran?

    Data pekerja migran ke Arab Saudi juga perlu dibenahi sehingga perlindungan bisa diterapkan dengan tepat.

    Pada 2022, pemerintah meluncurkan aplikasi bernama Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) untuk orang-orang yang berminat untuk jadi pekerja migran.

    Sistem ini dikembangkan oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang bertransformasi menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di bawah pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto.

    Sistem ini mengintegrasikan akses ke lowongan kerja, pendaftaran dan seleksi, hingga perlindungan untuk calon pekerja migran.

    Aktivis buruh migran berunjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta, 20 Maret 2018, memprotes pelaksanaan hukuman pancung terhadap Muhammad Zaini Misrin Arsyad (53) yang bekerja di Saudi (Getty Images)

    Sistem ini, menurut Menteri Abdul Kadir Karding, akan diintegrasikan dengan layanan Musaned yang mempertemukan para pencari pekerja dengan perusahaan atau individu yang membutuhkan pekerja.

    Abdul Kadir Karding menyebut ada 25.000 pekerja migran setiap tahunnya yang masuk secara tidak prosedural ke Arab Saudi setelah moratorium diberlakukan pada 2015.

    Untuk mencegah hal itu, menurut Karding, perbaikan tata kelola secara umum integrasi data telah dilakukan.

    “Majikan yang mau ambil pekerja harus daftar di Musaned. Mereka harus punya deposit untuk gaji,” ujar Karding.

    Pemerintah Arab Saudi meluncurkan platform Musaned di bawah Kementerian Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Sosial pada 2016.

    “Jadi [buruh migran] yang unprocedural akan masuk [didata] dan dikontrol bersama,” tutur Karding.

    Mengutip pemberitaan media propemerintah Saudi Gazzette, pada awal bulan Maret 2025, platform ini telah mencatatkan 852.660 kontrak baru dan 1.214.259 CV pekerja. Jumlah entitas bisnis yang berinteraksi di platform ini telah mencapai 4.048.420 pengguna. Platform ini juga memungkinkan para pekerja domestik untuk berganti majikan tanpa persetujuan majikan sebelumnya.

    Pada 2021, Arab Saudi memperkenalkan reformasi ketenagakerjaan yang mengendorkan restriksi bagi para pekerja migran dan memungkinkan pekerja mengganti pekerjaan tanpa persetujuan dari pemberi kerja sebelumnya.

    Tapi organisasi pengamat hak asasi manusia Human Right Watch menilai ikhtiar tersebut belum dapat mengenyahkan praktik sistem kafala yang menurut mereka memberikan kekuasaan berlebih kepada majikan terhadap status hukum dan mobilitas para pekerja.

    Apakah sistem tata kelola pengiriman tenaga kerja ke Saudi sudah berjalan baik?

    Pada 2023, pemerintah mulai menguji coba layanan satu pintu Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sebagai bagian dari upaya memperbaiki tata kelola pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi.

    Namun, menurut Roland Kamal dari Serikat Buruh Migran Indonesia di Jeddah, uji coba tersebut tidak membawa perubahan. “Yang kami soroti di sini, selama enam bulan [terakhir] pengiriman tenaga kerja Indonesia menggunakan SPSK ternyata tidak ada perbaikan,” ungkapnya.

    Kebanyakan tenaga kerja migran yang memanfaatkan jalur SPSK kabur dari majikan, kata Roland.

    Pegiat buruh migran berdemonstrasi di depan kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta, 20 Maret 2018, memprotes pelaksanaan hukuman pancung terhadap Muhammad Zaini Misrin Arsyad (53) yang bekerja di Saudi (Getty Images)

    “Antara beban kerja dengan gaji itu tidak sesuai. Orang sini [majikan] bayar 3.200 [riyal] per bulan, yang diterima tenaga kerja cuma 1.200 [riyal].”

    Dari sedemikian banyak kasus, yang melapor melalui kanal resmi hanya sedikit, “Yang lapor hanya satu, yang secara prosedural.”

    Savitri Wisnu Wardhani dari Jaringan Buruh Migran juga menyebut evaluasi sistem SPSK tidak transparan dan minim partisipasi.

    “Sampai sekarang belum ada evaluasi publik yang melibatkan pekerja migran atau organisasi pekerja migran,” kata Savitri.

    Dari hasil pemantauannya, sistem ini malah disalahgunakan agen-agen pengirim tenaga kerja. “Agen yang menyalahgunakan juga tidak diberikan sanksi,” klaimnya.

    Jaringan Buruh Migran juga mengeklaim terdapat sejumlah kasus trafficking dari Jawa Barat ke Timur Tengah. “Karena mereka pikir jalur tersebut sudah dibuka,” kata Savitri.

    Selain minimnya transparansi dan partisipasi publik dalam evaluasi moratorium, Savitri juga menyebut prioritas pemerintah seharusnya menyiapkan sistem perlindungan untuk pekerja migran.

    “Bagi kami, baik ditutup maupun dibukanya [moratorium] tanpa adanya jaring pengaman perlindungan bagi pekerja migran yang berbasis HAM dan responsif gender ya sama saja. Tetap akan menambah kasus-kasus eksploitasi bagi pekerja migran,” papar Savitri.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 20 Ribu Rumah Subsidi Disiapkan untuk Pekerja Migran Indonesia – Page 3

    20 Ribu Rumah Subsidi Disiapkan untuk Pekerja Migran Indonesia – Page 3

    Selain memfasilitasi di dalam negeri, pemerintah juga berencana mencabut moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi pada 20 Maret 2025. Sehingga Indonesia bisa kembali mengirimkan TKI ke Arab Saudi.  

    Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengatakan, pencabutan moratorium itu nantinya akan dilakukan secara simbolis melalui penandatanganan nota kesepahaman atau MoU. Estimasinya, pencabutan moratorium akan segera dilakukan dalam waktu dekat pada bulan ini. 

    “Insya Allah Maret (2025), kalau tidak ada halangan mudah-mudahan tanggal 20 (Maret 2025),” ujar Karding seusai bertemu dengan Kadin Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

    Karding mengutarakan, pencabutan moratorium TKI ke Arab Saudi ini telah mendapat dukungan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. 

    “Pak Presiden mendukung supaya itu dibuka, dan beliau meminta kepada saya untuk menyiapkan semuanya, termasuk skema pelatihan,” imbuh dia. 

    Selain itu, RI 1 juga meminta untuk menyiapkan skema pelatihan sebelum mengirimkan TKI ke Arab Saudi. Dengan turut mengubah porsi alokasi penempatan TKI, dengan mengurangi jumlah pekerja di sektor domestik dan memperbanyak skilled labour (tenaga kerja dengan keahlian spesifik).

    “Beliau (Prabowo) meminta untuk penyiapan skema pelatihan, pengiriman nanti seperti apa. Nanti kita kan mau bergeser dari 80 persen domestik jadi 60 persen,” kata Karding. 

  • KP2MI siap cabut moratorium ke Saudi, pastikan pelindungan PMI

    KP2MI siap cabut moratorium ke Saudi, pastikan pelindungan PMI

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    KP2MI siap cabut moratorium ke Saudi, pastikan pelindungan PMI
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 19 Maret 2025 – 19:58 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menyampaikan kesiapan untuk segera mencabut moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi, dan memastikan jaminan pelindungan dan tata kelola baru.

    Persiapan pencabutan moratorium tersebut diupayakan melalui berbagai dialog dan pertemuan dengan pihak-pihak terkait, termasuk dengan perwakilan Pemerintah Arab Saudi hingga lintas kementerian, menurut rilis pers KP2MI pada Rabu (19/3).

    Salah satu upaya terbaru adalah koordinasi KP2MI dengan Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), yang diadakan pada Selasa (18/3).

    Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengatakan bahwa dari pertemuan tersebut terdapat beberapa poin yang dibahas, salah satunya memastikan jaminan tata kelola baru setelah moratorium pengiriman PMI dicabut.

    Adapun poin-poin yang dibahas bersama Kemenkopolhukam, antara lain terkait tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto pada Jumat 14 Maret 2025 untuk membuka kembali moratorium penempatan pekerja migran Indonesia bidang domestik di Arab Saudi.

    Kemudian, KP2MI juga menyoroti dukungan dari kementerian/lembaga lain yang hadir dalam rapat koordinasi terhadap upaya pembukaan penempatan PMI ke Timur Tengah, khususnya Arab Saudi.

    Menteri Karding juga membahas isu pelindungan PMI, khususnya bagi perempuan pekerja migran dan anak pekerja migran yang dinilai perlu menjadi perhatian serius, di mana Arab Saudi dijadikan pilot project untuk isu tersebut.

    Lebih lanjut, dalam pertemuan itu juga dibahas tentang nota kesepahaman yang akan dibuat mengikuti sasaran utama dalam Peraturan Presiden No.130 Tahun 2024 tentang Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan pekerja migran terkait dengan penempatan dan pelindungan pekerja migran, dengan menitikberatkan sinergitas antara kementerian dan lembaga.

    Menteri Karding juga menyampaikan bahwa pertimbangan untuk membuka pengiriman ke Saudi adalah karena adanya perubahan regulasi yang signifikan di Arab Saudi serta adanya penguatan pelindungan melalui sistem yang terintegrasi antara SiskoPMI dengan Musaned.

    Selain itu, Menteri Karding juga menilai bahwa penempatan PMI ke Arab Saudi dapat menjadi momentum sekaligus contoh bagi rencana pembukaan pada negara tujuan penempatan potensial lainnya di Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab yang juga menerapkan moratorium.

    Untuk penyusunan Nota Kesepahaman, KP2MI akan berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Kementerian Luar Negeri serta kementerian/lembaga terkait.

    Sementara itu, KP2MI juga mengevaluasi regulasi yang terkait dengan PMI, termasuk Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 291 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal.

    Lalu, ada juga evaluasi regulasi Permenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada pengguna perseorangan di negara kawasan Timur Tengah.

    Sumber : Antara

  • 554 WNI Korban TPPO dari Myanmar Dipulangkan Bertahap ke Indonesia

    554 WNI Korban TPPO dari Myanmar Dipulangkan Bertahap ke Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Indonesia memulangkan 554 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) akibat eksploitasi online scam dari wilayah konflik Myawaddy, Myanmar secara bertahap.

    Para korban tiba di Tanah Air melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang pada Selasa (18/3/2025). Kepulangan mereka disambut langsung oleh beberapa pejabat tinggi negara.

    Mereka antara lain, Menko Polhukam Budi Gunawan, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya.

    554 Korban Dipulangkan Bertahap

    Menurut Menko Polhukam Budi Gunawan, jumlah korban TPPO yang diselamatkan dari perbatasan Myanmar-Thailand ini mencapai 554 orang, yang terdiri dari 449 laki-laki dan 105 perempuan.

    Para korban diterbangkan ke Indonesia dalam tiga gelombang penerbangan dari Bandara Internasional Don Mueang, Bangkok, yaitu penerbangan pertama sebanyak 200 WNI mendarat pada Selasa pagi.

    Penerbangan kedua sebanyak 200 WNI mendarat pukul 11.00 WIB, sedangkan penerbangan ketiga sebanyak 154 WNI dijadwalkan tiba pada Rabu (19/3/2025).

    Modus Online Scam: Dijanjikan Gaji Besar, Berakhir Eksploitasi

    Budi Gunawan menjelaskan para korban TPPO awalnya tergiur iklan lowongan kerja di internet yang menawarkan gaji besar di Myanmar. Namun, setelah tiba di sana, mereka justru dipaksa bekerja di markas sindikat online scamming.

    “Mereka mengalami berbagai tekanan dan kekerasan fisik seperti pemukulan serta penyetruman. Bahkan, mereka diancam akan diambil organ tubuhnya jika target yang diberikan oleh kartel tidak terpenuhi,” ungkap Budi.

    Selain itu, sindikat merampas paspor korban, melarang mereka berkomunikasi dengan dunia luar, termasuk keluarga, dan memaksa mereka bekerja dalam kondisi tidak manusiawi.

    Penampungan dan Rehabilitasi di Wisma Haji

    Setelah tiba di Indonesia, para korban akan ditampung di Wisma Haji, Jakarta, selama tiga hari. Di sana, mereka akan mendapatkan bantuan logistik dari pemerintah, layanan kesehatan, serta pendampingan psikologis dan sosial.

    Langkah ini bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik dan mental korban sebelum mereka dipulangkan ke daerah asal.

    Pemerintah dan Polri Usut Jaringan TPPO

    Selain memberikan perlindungan, pemerintah dan Polri akan melakukan investigasi lebih lanjut terhadap kemungkinan adanya pelaku TPPO di antara para korban. Jika ditemukan keterlibatan, tindakan hukum akan segera dilakukan.

    Menko Polhukam menegaskan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mengusut kasus ini hingga tuntas dan memastikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.

    “Kami mengimbau seluruh masyarakat untuk lebih waspada terhadap modus rekrutmen kerja ilegal yang menawarkan gaji besar, namun berujung pada penipuan dan eksploitasi,” pungkas Budi terkait 554 WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

  • Pekerja Migran Ilegal Masih Marak, Pemerintah Indonesia Tekan Arab Saudi

    Pekerja Migran Ilegal Masih Marak, Pemerintah Indonesia Tekan Arab Saudi

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengungkapkan bahwa jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) terdaftar di luar negeri mencapai lebih dari 5,2 juta orang, hampir mendekati 5,3 juta orang. Namun, menurut data Bank Dunia pada 2017, ada sekitar 4,3 juta PMI yang tidak terdaftar atau berangkat secara ilegal.

    “Yang tidak terdaftar atau berangkat secara ilegal menurut Bank Dunia itu ada sekitar 4,3 juta orang di tahun 2017,” ujar Karding dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (16/3/2025).

    Kementerian P2MI meminta pemerintah Arab Saudi untuk menolak PMI nonprosedural setelah moratorium kerja dengan negara tersebut dicabut. “Kita tekan dengan perjanjian ini. Arab Saudi juga harus punya komitmen untuk tidak melayani orang-orang pekerja ilegal yang dari Indonesia,” katanya.

    Berbeda dengan data Bank Dunia, Karding menyebut saat ini sekitar 500.000 pekerja migran Indonesia berangkat ke Timur Tengah tanpa melalui prosedur resmi. “Asumsi kita yang lewat lain-lain itu yang tidak pakai visa kerja, dan masih ada sekitar totalnya semuanya itu ada 500.000,” ujarnya.

    Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berencana menandatangani nota kesepakatan pengiriman PMI ke Arab Saudi pada 20 Maret 2025. “Insya Allah dalam waktu dekat ini penandatanganan MoU akan dilakukan pada 20 Maret 2025,” tuturnya.

    Rencana pengiriman PMI ini mencakup 600 ribu orang, dengan 60 persen bekerja di sektor domestik dan 40 persen di sektor formal. Kerjasama ini akan disahkan melalui perjanjian bilateral antara Indonesia dan Arab Saudi.

    Dalam kesepakatan tersebut, PMI akan menerima upah minimum sebesar 1.500 Riyal Saudi atau sekitar Rp6,3 juta. Selain itu, mereka juga mendapatkan perlindungan berupa asuransi kesehatan, jiwa, dan ketenagakerjaan, serta pembagian jam kerja, jam lembur, dan waktu istirahat.

    Karding menjelaskan bahwa selama perjanjian ini berlangsung, seluruh PMI akan memiliki integritas data resmi yang diakui oleh pemerintah Arab Saudi dan Indonesia. “Berikutnya, dengan terintegrasi data ini maka yang awalnya tidak prosedural, maka jadi prosedural,” katanya.

    Selain itu, Karding menyoroti kontribusi besar pekerja migran terhadap perekonomian nasional melalui remitansi. Pada 2024, jumlah remitansi yang masuk ke Indonesia mencapai Rp251 triliun.

    Sementara itu, permintaan tenaga kerja dari luar negeri cukup tinggi, mencapai 1,7 juta job order, tetapi Indonesia baru mampu memenuhi 297 ribu. “Tahun depan kami targetkan 425 ribu penempatan dengan estimasi remitansi sekitar Rp439 triliun,” ujarnya.

    Menurut Karding, peningkatan pengiriman PMI secara resmi dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional. “Secara tidak langsung membantu pertumbuhan ekonomi kita dengan asumsi 1 persen menyerap 800 ribu itu 0,61 persen dan mengurangi pengangguran sekitar 6,1 persen,” jelasnya.

    Untuk mendukung kesiapan tenaga kerja migran, Karding mendorong pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia untuk terlibat dalam pelatihan dan sertifikasi pekerja. Ia menilai Kadin bisa berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia agar tenaga kerja Indonesia lebih kompetitif di luar negeri.

    “Jadi kita isi 1,7 juta ini kira-kira 1,3 yang tidak bisa kita isi. Hari ini kita sedang dalam isu banyak pengangguran, banyak PHK. Saya kira ini kesempatan Kadin sekali-sekali agak serius masuk ke hal-hal yang berbau untuk kepentingan mendapatkan keberkahan,” ujarnya.

    Selain itu, Karding menekankan pentingnya pemberdayaan PMI setelah mereka kembali ke tanah air. Pemerintah bertanggung jawab melindungi pekerja migran dalam tiga tahap, yakni sebelum penempatan, saat bekerja di luar negeri, dan setelah kembali ke Indonesia. “Purna ini butuh pendampingan usaha, butuh akses modal, butuh integrasi atau reintegrasi,” jelasnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News