Anggota DPR soal Garuda: Suntik Dana tanpa Perubahan Budaya, Sulit Sehat Lagi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi VI DPR Fraksi PAN Abdul Hakim Bafagih menyoroti kinerja keuangan Garuda Indonesia yang belum menunjukkan perbaikan signifikan, meskipun mereka telah mendapat berbagai dukungan pemerintah maupun suntikan modal negara.
“Yang bisa memperbaiki Garuda adalah insan-insan di dalamnya. Perbaikan kultur perusahaan itu kunci. Kalau hanya disuntik dana tapi budaya kerja tidak berubah, sulit bagi Garuda untuk sehat kembali,” kata Hakim dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR bersama Garuda Indonesia di Gedung DPR, Senin, (22/9/2025).
Hakim mengingatkan bahwa keberlangsungan maskapai Garuda saat ini tidak terlepas dari peran Panja Penyelamatan Garuda yang dibentuk Komisi VI pada 2022.
Panja tersebut memberikan dukungan penuh terhadap proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan homologasi (kesepakatan debitur-kreditur mengakhiri kepailitan) yang menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan.
“Kalau 2022 lalu tidak ada Panja Penyelamatan Garuda, tidak mungkin ada Garuda saat ini. Namun, setelah mendapat suntikan PMN Rp 7,5 triliun, IPO yang menyerap dana Rp 4,75 triliun, hingga dukungan dari Danantara Rp 6,65 triliun, perbaikan yang ditunjukkan belum signifikan,” ujar Hakim.
Hakim mengatakan, ekuitas Garuda terus tergerus, aset menurun, dan meskipun EBITDA (
earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization
/alat ukur laba) pada 2024 serta kuartal I 2025 tercatat positif, kinerja perusahaan masih berujung pada kerugian.
“EBITDA margin di 2024 sebesar 28,5 persen, di kuartal I 2025 turun jadi 27 persen.
Nett loss
marginnya justru lebih besar, sehingga kerugiannya jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,” tuturnya.
Lalu, Hakim juga menyoroti cadangan keuangan Garuda yang sudah habis sejak 2021.
Selain itu, sejak Initial Public Offering atau IPO pada 2011, hingga kini Garuda belum pernah membagikan dividen.
Dia menilai bahwa perbaikan tidak bisa semata-mata bergantung pada tambahan modal pemerintah, melainkan harus dimulai dari internal perusahaan.
Hakim pun menyentil budaya kerja di Garuda yang membuat maskapai pelat merah itu akan selalu kesulitan untuk sehat kembali.
Lebih jauh, Hakim mempertanyakan masih adanya kebijakan lama yang dinilai tidak produktif, seperti skema minimum jam terbang pilot dan awak kabin.
Hakim menegaskan, diperlukan reformasi menyeluruh agar beban perusahaan lebih efisien.
Selain itu, ia juga menolak wacana penggabungan Garuda dengan Pelita Air, serta meminta penjelasan detail terkait mekanisme dana Rp 6,65 triliun dari Danantara.
“Saya ingin tahu, Rp 6,65 triliun dari Danantara itu mekanismenya apa? Apakah utang, rights issue, atau bagaimana?” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Abdul Hakim Bafagih
-
/data/photo/2020/06/07/5edcb7f8c57ca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Anggota DPR soal Garuda: Suntik Dana tanpa Perubahan Budaya, Sulit Sehat Lagi Nasional 23 September 2025
-

Pengamat Tolak Rencana Merger Pelita Air dan Garuda (GIAA), Ini Alasannya
Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat penerbangan sepakat menolak dengan tegas rencana peleburan atau merger maskapai penerbangan milik PT Pertamina (Persero), Pelita Air ke PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA).
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyampaikan bahwa sejak lama dirinya tidak mendukung ide merger maskapai pelat merah. Dirinya lebih mendukung jika tetap ada tiga maskapai yang berdiri dengan brand, karakter, dan segmen pasar masing-masing.
Menurutnya, jika Pelita Air merger dengan Garuda Indonesia, secara otomatis Pelita Air akan hilang. Begitu pula dengan izin usaha maupun izin rute yang telah ada, maka terpaksa dicabut.
“Demikian pula brand value, identitas karakter, dan customer base yang telah dibangun selama ini jadi mubazir. Lenyap,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (14/9/2025).
Dibandingkan merger atau penggabungan, lanjut Alvin, pendekatan berbasis aliansi akan jauh lebih strategis. Contohnya model aliansi global seperti OneWorld, SkyTeam, dan Star Alliance, yang mampu menawarkan sinergi layanan tanpa harus menghilangkan identitas tiap maskapai.
Aliansi memberikan potensi pelayanan yang lebih baik, seperti koneksi penerbangan yang mulus (seamless connection), kemudahan connecting flight, hingga kolaborasi dalam pemasaran
“Dalam struktur aliansi, tiga maskapai ini justru bisa menjadi kekuatan kolektif yang lebih tangguh dibanding hanya satu maskapai tunggal dalam menghadapi persaingan pasar,” jelasnya.
Senada, Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai bahwa apapun yang terjadi pada akhirnya nanti, baik aliansi maupun merger, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus siaga untuk memastikan kompetisi usaha tetap sehat.
Gerry melihat apabila tidak terjadi merger, tetapi mempertimbangkan kerja sama, aliansi domestik dapat menjadi pilihan. Namun, KPPU harus siaga untuk memastikan bahwa aliansi atau merger tidak menggerus kompetisi.
“Jika merger menciptakan dominasi pasar dan membuahkan anti-competitive behaviour, KPPU harus bertindak tegas demi menjaga kepentingan konsumen dan pasar yang sehat,” jelasnya.
Dampak ke Kinerja
Penolakan pun telah disampaikan oleh wakil rakyat, alias DPR. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN Abdul Hakim Bafagih menegaskan bahwa fraksinya menolak rencana tersebut. Menurutnya, kinerja Pelita Air yang kini baik berisiko menjadi buruk usai dilebur ke Garuda Indonesia.
“Ini perusahaan lagi bagus-bagusnya. Kalau kemudian digabungkan, dimerger atau aksi korporasi lain dengan perusahaan yang lagi terseok-seok, yang periode lalu saya ikut memutuskan upaya penyelamatan Garuda, yang sampai sekarang tidak muncul perbaikannya, kasihan Pelitanya,” ujarnya dilansir dari akun Instagram @amanatnasional, Kamis (11/9/2025).
Lebih lanjut, jika spin-off tetap harus dilakukan, Abdul mengusulkan agar Pelita Air dijadikan langsung anak usaha Danantara.
Adapun, isu meleburnya maskapai BUMN dalam Garuda Indonesia kembali mencuat usai pertemuan PT Pertamina (Persero) di DPR.
Di mana Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan pelat merah yang memiliki lini bisnis sejenis bakal digabungkan. Dia mencontohkan, maskapai Pelita Air bakal bergabung dengan Garuda Indonesia.
“Sebagai contoh, untuk airline kami, kita sedang melakukan penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia. Begitu juga untuk sektor insurance, sektor pelayanan kesehatan, hospitality, Patra Jasa, tentunya akan mengikuti roadmap yang sudah dipersiapkan oleh Danantara,” jelas Simon dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).
Pelita Air sendiri telah beroperasi melayani penerbangan komersial sejak Agustus 2023 menggunakan armada Airbus A320.
Bahkan sepanjang 2024 tingkat keterisian kursi (seat load factor) Pelita Air tercatat sebesar 81%, ditambah ketepatan waktu penerbangan yang konsisten di atas 90%.
Sementara pada Agustus 2025 lalu, Pelita Air juga telah memulai penerbangan internasionalnya, dengan rute perdana Jakarta-Singapura. Pelita Air juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 81,34% pada 2024 dan pencapaian laba untuk pertama kalinya sepanjang sejarah perseroan.
-

Pengamat Tolak Rencana Merger Pelita Air dan Garuda (GIAA), Ini Alasannya
Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat penerbangan sepakat menolak dengan tegas rencana peleburan atau merger maskapai penerbangan milik PT Pertamina (Persero), Pelita Air ke PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA).
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyampaikan bahwa sejak lama dirinya tidak mendukung ide merger maskapai pelat merah. Dirinya lebih mendukung jika tetap ada tiga maskapai yang berdiri dengan brand, karakter, dan segmen pasar masing-masing.
Menurutnya, jika Pelita Air merger dengan Garuda Indonesia, secara otomatis Pelita Air akan hilang. Begitu pula dengan izin usaha maupun izin rute yang telah ada, maka terpaksa dicabut.
“Demikian pula brand value, identitas karakter, dan customer base yang telah dibangun selama ini jadi mubazir. Lenyap,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (14/9/2025).
Dibandingkan merger atau penggabungan, lanjut Alvin, pendekatan berbasis aliansi akan jauh lebih strategis. Contohnya model aliansi global seperti OneWorld, SkyTeam, dan Star Alliance, yang mampu menawarkan sinergi layanan tanpa harus menghilangkan identitas tiap maskapai.
Aliansi memberikan potensi pelayanan yang lebih baik, seperti koneksi penerbangan yang mulus (seamless connection), kemudahan connecting flight, hingga kolaborasi dalam pemasaran
“Dalam struktur aliansi, tiga maskapai ini justru bisa menjadi kekuatan kolektif yang lebih tangguh dibanding hanya satu maskapai tunggal dalam menghadapi persaingan pasar,” jelasnya.
Senada, Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai bahwa apapun yang terjadi pada akhirnya nanti, baik aliansi maupun merger, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus siaga untuk memastikan kompetisi usaha tetap sehat.
Gerry melihat apabila tidak terjadi merger, tetapi mempertimbangkan kerja sama, aliansi domestik dapat menjadi pilihan. Namun, KPPU harus siaga untuk memastikan bahwa aliansi atau merger tidak menggerus kompetisi.
“Jika merger menciptakan dominasi pasar dan membuahkan anti-competitive behaviour, KPPU harus bertindak tegas demi menjaga kepentingan konsumen dan pasar yang sehat,” jelasnya.
Dampak ke Kinerja
Penolakan pun telah disampaikan oleh wakil rakyat, alias DPR. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN Abdul Hakim Bafagih menegaskan bahwa fraksinya menolak rencana tersebut. Menurutnya, kinerja Pelita Air yang kini baik berisiko menjadi buruk usai dilebur ke Garuda Indonesia.
“Ini perusahaan lagi bagus-bagusnya. Kalau kemudian digabungkan, dimerger atau aksi korporasi lain dengan perusahaan yang lagi terseok-seok, yang periode lalu saya ikut memutuskan upaya penyelamatan Garuda, yang sampai sekarang tidak muncul perbaikannya, kasihan Pelitanya,” ujarnya dilansir dari akun Instagram @amanatnasional, Kamis (11/9/2025).
Lebih lanjut, jika spin-off tetap harus dilakukan, Abdul mengusulkan agar Pelita Air dijadikan langsung anak usaha Danantara.
Adapun, isu meleburnya maskapai BUMN dalam Garuda Indonesia kembali mencuat usai pertemuan PT Pertamina (Persero) di DPR.
Di mana Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan pelat merah yang memiliki lini bisnis sejenis bakal digabungkan. Dia mencontohkan, maskapai Pelita Air bakal bergabung dengan Garuda Indonesia.
“Sebagai contoh, untuk airline kami, kita sedang melakukan penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia. Begitu juga untuk sektor insurance, sektor pelayanan kesehatan, hospitality, Patra Jasa, tentunya akan mengikuti roadmap yang sudah dipersiapkan oleh Danantara,” jelas Simon dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).
Pelita Air sendiri telah beroperasi melayani penerbangan komersial sejak Agustus 2023 menggunakan armada Airbus A320.
Bahkan sepanjang 2024 tingkat keterisian kursi (seat load factor) Pelita Air tercatat sebesar 81%, ditambah ketepatan waktu penerbangan yang konsisten di atas 90%.
Sementara pada Agustus 2025 lalu, Pelita Air juga telah memulai penerbangan internasionalnya, dengan rute perdana Jakarta-Singapura. Pelita Air juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 81,34% pada 2024 dan pencapaian laba untuk pertama kalinya sepanjang sejarah perseroan.
-

Pengamat Tolak Rencana Merger Pelita Air dan Garuda (GIAA), Ini Alasannya
Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat penerbangan sepakat menolak dengan tegas rencana peleburan atau merger maskapai penerbangan milik PT Pertamina (Persero), Pelita Air ke PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA).
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyampaikan bahwa sejak lama dirinya tidak mendukung ide merger maskapai pelat merah. Dirinya lebih mendukung jika tetap ada tiga maskapai yang berdiri dengan brand, karakter, dan segmen pasar masing-masing.
Menurutnya, jika Pelita Air merger dengan Garuda Indonesia, secara otomatis Pelita Air akan hilang. Begitu pula dengan izin usaha maupun izin rute yang telah ada, maka terpaksa dicabut.
“Demikian pula brand value, identitas karakter, dan customer base yang telah dibangun selama ini jadi mubazir. Lenyap,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (14/9/2025).
Dibandingkan merger atau penggabungan, lanjut Alvin, pendekatan berbasis aliansi akan jauh lebih strategis. Contohnya model aliansi global seperti OneWorld, SkyTeam, dan Star Alliance, yang mampu menawarkan sinergi layanan tanpa harus menghilangkan identitas tiap maskapai.
Aliansi memberikan potensi pelayanan yang lebih baik, seperti koneksi penerbangan yang mulus (seamless connection), kemudahan connecting flight, hingga kolaborasi dalam pemasaran
“Dalam struktur aliansi, tiga maskapai ini justru bisa menjadi kekuatan kolektif yang lebih tangguh dibanding hanya satu maskapai tunggal dalam menghadapi persaingan pasar,” jelasnya.
Senada, Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman menilai bahwa apapun yang terjadi pada akhirnya nanti, baik aliansi maupun merger, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus siaga untuk memastikan kompetisi usaha tetap sehat.
Gerry melihat apabila tidak terjadi merger, tetapi mempertimbangkan kerja sama, aliansi domestik dapat menjadi pilihan. Namun, KPPU harus siaga untuk memastikan bahwa aliansi atau merger tidak menggerus kompetisi.
“Jika merger menciptakan dominasi pasar dan membuahkan anti-competitive behaviour, KPPU harus bertindak tegas demi menjaga kepentingan konsumen dan pasar yang sehat,” jelasnya.
Dampak ke Kinerja
Penolakan pun telah disampaikan oleh wakil rakyat, alias DPR. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN Abdul Hakim Bafagih menegaskan bahwa fraksinya menolak rencana tersebut. Menurutnya, kinerja Pelita Air yang kini baik berisiko menjadi buruk usai dilebur ke Garuda Indonesia.
“Ini perusahaan lagi bagus-bagusnya. Kalau kemudian digabungkan, dimerger atau aksi korporasi lain dengan perusahaan yang lagi terseok-seok, yang periode lalu saya ikut memutuskan upaya penyelamatan Garuda, yang sampai sekarang tidak muncul perbaikannya, kasihan Pelitanya,” ujarnya dilansir dari akun Instagram @amanatnasional, Kamis (11/9/2025).
Lebih lanjut, jika spin-off tetap harus dilakukan, Abdul mengusulkan agar Pelita Air dijadikan langsung anak usaha Danantara.
Adapun, isu meleburnya maskapai BUMN dalam Garuda Indonesia kembali mencuat usai pertemuan PT Pertamina (Persero) di DPR.
Di mana Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan pelat merah yang memiliki lini bisnis sejenis bakal digabungkan. Dia mencontohkan, maskapai Pelita Air bakal bergabung dengan Garuda Indonesia.
“Sebagai contoh, untuk airline kami, kita sedang melakukan penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia. Begitu juga untuk sektor insurance, sektor pelayanan kesehatan, hospitality, Patra Jasa, tentunya akan mengikuti roadmap yang sudah dipersiapkan oleh Danantara,” jelas Simon dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).
Pelita Air sendiri telah beroperasi melayani penerbangan komersial sejak Agustus 2023 menggunakan armada Airbus A320.
Bahkan sepanjang 2024 tingkat keterisian kursi (seat load factor) Pelita Air tercatat sebesar 81%, ditambah ketepatan waktu penerbangan yang konsisten di atas 90%.
Sementara pada Agustus 2025 lalu, Pelita Air juga telah memulai penerbangan internasionalnya, dengan rute perdana Jakarta-Singapura. Pelita Air juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 81,34% pada 2024 dan pencapaian laba untuk pertama kalinya sepanjang sejarah perseroan.
-

Laba Melesat, Komisi VI DPR Harap Kelanjutan Inisiatif Strategis Inalum – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat mendukung anggota holding MIND ID, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), untuk menjalankan rencana-rencana strategisnya guna mampu memberi dampak dan kontribusi yang lebih besar bagi negara.
Anggota Komisi VI DPR Rivqy Abdul Halim menyampaikan bahwa Inalum memiliki roadmap pengembangan bisnis yang tergolong matang. Realisasi kinerja perusahaan pada 2024 juga tercapai dengan sangat baik, yang membuktikan bahwa eksekusi dari perencanaan berjalan dengan sangat baik.
“Kami apresiasi untuk Inalum, roadmap-nya jelas, timeline-nya jelas, dan dipimpin oleh pemimpin muda. Kami berharap bisa menularkan ke perusahaan lainnya dan semoga bisa tercapai program-programnya serta menjadi perusahaan yang lebih baik,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Abdul Hakim Bafagih menyampaikan pencapaian kinerja keuangan Inalum sudah tercapai sesuai rencana. Dirinya pun mendukung Inalum untuk dapat melantai di pasar modal agar mampu melakukan ekspansi operasional yang lebih kuat lagi.
“Semoga bisa menjadi contoh bagi anggota holding lainnya, kecil tapi sehat dan lancar untuk rencana IPO 2026. Kami berharap dapat dijelaskan program jangka panjangnya agar dana yang nanti terhimpun dari pasar modal digunakan secara optimal,” katanya.
Direktur Utama Inalum Ilhamsyah Mahendra menerangkan realisasi produksi selama 2024 mencapai 274.230 ton aluminium, tumbuh 27,6 persen secara tahunan (YoY). Adapun penjualan tercatat 276.381 ton, tumbuh 25,6% YoY.
Dengan demikian, pendapatan Inalum pada 2024 mencapai US$715,99 juta, naik 9% YoY, dengan EBITDA mencapai US$183,9 juta, tumbuh 213% YoY, dan laba bersih mencapai US$173,29 juta, naik 99% YoY. Perseroan juga konsisten menjaga indikator keuangan dalam rentang yang aman sehingga mampu mendukung kinerja operasional yang berkelanjutan selama 2024.
Ilhamsyah menyampaikan bahwa ke depan perseroan akan konsisten meningkatkan kapasitas produksi agar mampu menjawab amanah dari pemerintah agar Inalum mampu meningkatkan penguasaan pasar domestik atau swasembada aluminium, dengan kebutuhan yang besar mencapai 1,2 juta ton per tahun.
Inalum saat ini pun berupaya meningkatkan kapasitas produksi smelter grade alumina refinery (SGAR), yang kapasitas produksi alumina saat ini 1 juta ton menjadi 2 juta ton. Perseroan juga tengah merencanakan penambahan kapasitas aluminium sebesar 600.000 ton.
“Memang kami akan terus kejar dan menjadi konsentrasi kami ke depan. Dengan revenue kami sekitar Rp10 triliun per tahun saat ini, dapat meningkat menjadi Rp44,9 triliun, artinya naik 4 kali lipat,” katanya.
Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno Widagdo, menyampaikan bahwa Inalum didorong untuk menjadi penggerak dalam integrasi hilirisasi bauksit hulu hingga hilir.
Inalum akan terus memperkuat kapasitas produksinya sehingga Indonesia akan mampu mendapatkan pasokan aluminium yang berasal dari mineral dalam negeri.
Hal ini tentunya akan memperkuat kinerja perusahaan sekaligus dapat membantu pemerintah dalam menghemat devisa karena berhasil menekan impor bahan baku.
“Kami percaya Inalum memiliki potensi yang sangat besar, dan kami akan terus dorong Inalum mampu menjalankan dan menyelesaikan inisiatif-inisiatif strategisnya,” katanya.




