Meme Lo Lucu, Tapi Pasalnya Enggak: Gegara KUHAP, Roasting Pejabat Bisa Ditangkap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Coba cek grup WhatsApp kalian yang namanya aneh itu, atau moots kamu di X sekarang. Isinya penuh meme muka pejabat yang lagi di-
roasting
, kan?
Awas, bisa jadi ternyata salah satu mutual kamu itu ternyata intel aparat yang lagi nyamar buat nyari bukti pidana.
Kedengarannya kayak lagi
overthinking
, tapi
sorry to say
, ketakutan ini makin valid dan nyata.
Gara-garanya? Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang kini sudah disahkan.
Kamu yang hobi marah-marah atau bikin gambar meme dengan muka pejabat harus makin hati-hati, karena batas antara bercanda di medsos dan tindak pidana jadi makin buram.
Kamu bisa ketawa lihat meme roasting pejabat hari ini, tapi besok bisa jadi kamu diciduk aparat karena dinilai melanggar hukum karena adanya KUHAP.
Salah satunya, pasal soal polisi yang bisa menyamar alias
undercover
dan pasal karet yang bikin hobi spill kemarahan dan reposting meme kita jadi ngeri-ngeri sedap.
Artikel ini mencoba untuk ngajak kamu, anak-anak muda Generasi Z buat membedah soal seberapa valid ketakutan soal pembatasan ekspresi di ruang digital dan bagaimana implementasi hukumnya setelah RKUHAP disahkan.
Jujur aja deh, seberapa sering sih kamu bener-bener baca ratusan halaman naskah undang-undang yang tebalnya kayak kitab kera sakti itu?
Bagi Gen Z yang dibombardir ribuan konten tiap harinya dari medsos, otak kita biasanya akan memilih informasi yang enteng dan mudah dicerna.
Termasuk, meme yang jadi bahasa politik sekaligus ungkapan ekspresi keresahan kita semua.
Zeta (22 tahun), seorang karyawan swasta di Jakarta Barat salah satunya.
Baginya, isu hukum yang berat seperti KUHAP itu membosankan dan seringkali lewat begitu saja kalau tidak dikemas dengan bahasa visual.
“Jujur sebenarnya persoalan KUHAP tuh tiba-tiba banget kan ya munculnya dan susah pula pahamnya.
The moment
orang tau ada KUHAP, enggak lama setelah itu sah gitu aja, tanpa masyarakat tau sebenernya apa sih si KUHAP ini,” cerita Zeta.
Di tengah kebingungan buat
keep up
dengan RKUHAP, meme hadir sebagai penyelamat untuk dia bisa cari tau lebih dalam.
Zeta mencontohkan sebuah meme viral yang menggambarkan situasi yang bikin semua orang bisa masuk penjara kalau berisik mengkritik kebijakan politik.
Buat dia, meme ”
This could be us, but you choose stop playing medsos
” jadi salah satu yang bikin
awareness
-nya soal RKUHAP muncul, karena takut hobi main medsosnya terusik.
“Itu paling seru sih kayaknya. Meme itu beneran dapet respon positif, malah orang-orang lebih senang dengan konsep kalau ntar penjara penuh karena kita kritik pemerintah. Itu menarik banget,” kata Zeta.
Hal yang sama ternyata juga dialami Kharina (23), warga Bekasi yang punya
screentime Twitter
alias
X
mencapai 8 jam sehari.
Menurut dia, meme cukup jitu buat jadi bentuk edukasi politik sekaligus hiburan.
“Jujur lebih suka dalam bentuk meme, anggap aja hiburan tapi serius, gitu.
Somehow
saya tuh seneng, ada beberapa yang kritik pake meme, tapi isinya berbobot,” ujar Kharina.
Bahkan, dia mengakui lebih suka mencerna informasi atau kritik-kritik yang dibungkus dengan konsep meme, karena bisa sekaligus jadi hiburan.
“Kalo liat kritik pakai meme, jujur sering banget, sampai di tahap kalau liat meme kritik pemerintah tuh pasti langsung pencet
retweet
. Soalnya pergerakan kritik pakai meme itu keliatan lebih masif di kalangan netizen,” ucap dia.
Nah, masalahnya, seperti kata Kharina, ketika kritik digital ini makin masif dan efektif, sepertinya aparat negara mulai merasa perlu untuk “menertibkan” narasi tersebut, salah satunya lewat KUHAP.
Buat Gen Z, politik itu nggak melulu soal debat kaku ala generasi boomer di acara televisi.
Justru, meme di medsos yang sering dianggap enggak penting sama orang-orang tua, ternyata memang terbukti bisa jadi ekspresi politik anak muda secara ilmiah, guys!
Berdasarkan riset Fatanti & Prabawangi (2021) di Universitas Negeri Malang terbukti kalau meme politik juga bentuk partisipasi politik anak muda.
“Melalui meme, warga negara bukan hanya dapat menyuarakan pendapatnya, namun juga memperoleh dan menyebarkan informasi sekaligus hiburan. Selain itu, meme juga dapat bertindak sebagai medium edukasi dan literasi politik bagi anak muda,” jelas hasil riset itu.
Enggak cuma itu, riset internasional Limor Shifman (2014) di Massachusets Institute of Technology (MIT) juga bilang kalau meme itu bisa jadi fundamental edukasi politik paling simpel di internet.
Daripada darah tinggi liat kelakuan pejabat yang
red flag
, Gen Z lebih milih nge-
roasting
lewat visual kocak dan satir yang bikin kritik terasa lebih seru dan gampang dicerna.
Nggak cuma itu, meme juga sering jadi
entry point
atau pintu gerbang pertama yang bikin kita melek sama isu berat—mulai dari kasus korupsi sampai drama pemilu—yang mungkin males kita baca kalau cuma lewat teks berita panjang.
Well
, mau nonton berita di televisi atau lewat meme konyol di medsos,
It’s still politics, but just make it fun, right
?
Eits
, tapi kita harus tau nih, ada salah satu bagian di KUHAP yang bisa bikin para Gen Z
anxiety
, yaitu pasal soal penyamaran, yang dinilai jadi pasal karet.
Dalam KUHAP yang baru, tepatnya di Pasal 136, aparat penyidik punya kewenangan buat memakai teknik penyamaran alias undercover untuk mendalami suatu tindak pidana.
Skenarionya gini, misalnya, kamu sering diskusi soal politik, bahkan sampai marah-marah ke pejabat publik di media sosial.
Ternyata, ada satu orang mutual anonim kamu di medsos yang sering mancing emosi dengan ngasih unjuk kebijakan yang cukup ngeselin, sampai akhirnya kamu memaki para pejabat pakai kata-kata kasar.
Cekrek. Chat itu di-screenshot dan langsung bisa jadi alat bukti sampai kamu diciduk karena dianggap mencemarkan nama baik atau menghina lembaga negara.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan bilang, sebenarnya penyamaran itu cuma boleh dipakai buat kasus narkotika, termasuk di dalam KUHAP yang disebut lewat bagian penjelasan.
“Nah tapi problemnya, itu kan adanya di penjelasan umum ya, khawatirnya ini kemudian sangat rentan ada misuse pada penggunaan teknik investigasi khusus ini, digunakan tanpa pemahaman yang jelas dari aparat penegak hukum,” kata Fadhil.
Buat kalian yang udah punya
trust issue
ke aparat yang melakukan proses hukum enggak sesuai prosedur, cukup wajar kalau khawatir penyamaran ini dilakukan di luar kasus narkotika.
“Tentu menurut saya valid gitu ya (kekhawatiran), karena memang tidak ada jaminan bagi warga negara untuk kemudian terbebas dari penyalahgunaan kekuasaan aparat, tentu itu suatu hal yang valid. Apalagi, tidak ada mekanisme pengawasan dan tanggung jawab yang jelas di hukum kita,” ucap Fadhil.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar ikut memvalidasi ketakutan ini.
Fickar menyoroti tajam soal praktik penyamaran yang dilakukan aparat sebagai sebuah penjebakan.
“Menurut saya, kalau undercover itu sudah terlalu jauh. Dan ini menurut saya bertentangan dengan asas-asasnya sendiri, asas dari hukum acara pidana,” kata Fickar.
Fickar menjelaskan sebuah prinsip hukum dasar yaitu asas praduga tak bersalah yang membuat orang harus dianggap baik sampai terbukti jahat.
Tapi, dengan teknik
undercover
yang tidak dibatasi secara jelas, Fickar menilai polisi bisa melakukan apa yang disebut entrapment alias penjebakan.
Misalnya, praktik memancing orang lain buat menjelek-jelekkan atau menghina seseorang di media sosial alias
rage baiting
.
“Itu kan memancing orang untuk memancing orang melakukan tindak pidana, yang tadinya tidak mau berbuat pidana, karena dipancing itu jadi pidana,” jelas Fickar.
Simpelnya gini, kamu itu tadinya anak baik-baik yang cuma mau keluh kesah biasa aja.
Tapi, saat kamu diincar karena sering mengkritik, ada intel yang nyamar dan memprovokasi di medsos sampai jadi ikut-ikutan ngomong kasar atau menyebar info yang belum tentu benar.
Kalau kata Fickar, orang yang tadinya enggak punya niat jahat, jadi bisa terpancing untuk punya niat jahat karena dorongan dari penyamar tadi.
Fickar juga menegaskan bahwa teknik
undercover
dan penjebakan itu hanya masuk akal untuk kasus narkotika, di mana peredarannya tertutup dan tingkat kerusakan terhadap generasi bangsanya sangat besar.
“Mestinya ketentuan menjebak lewat penyamaran itu jangan diatur di dalam ketentuan yang umum. Karena kalau di ketentuan umum maka berlaku secara umum, untuk kasus apa saja,” kata Fickar.
“Misalnya ada orang sengaja dikentutin biar marah, terus pas dia mukul, langsung dikenain pasal penganiayaan,” sambungnya memberikan analogi satir.
Jadi, ketakutan Gen Z yang ngerasa KUHAP jadi bikin aparat makin
red flag
itu ternyata cukup punya alasan yang kuat. Duh, ngeri juga, ya.
Dis aat netizen panik soal potensi kriminalisasi, DPR RI akhirnya juga ikut
speak up
.
Kalau kata Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, narasi seram yang seliweran di
timeline
itu cuma berlebihan dan salah kaprah.
Menurut dia, KUHAP yang baru disahkan 18 November 2025 kemarin justru bikin syarat penangkapan jadi jauh lebih ribet dibanding aturan lama.
“Syarat penangkapan dalam
revisi KUHAP
jauh lebih banyak dan lebih berat dibandingkan dengan KUHAP lama,” kata Habiburokhman di Gedung DPR RI, Selasa (18/11/2025) lalu.
Jadi, buat kamu yang takut tiba-tiba diciduk pas lagi repost meme lucu itu, DPR minta kamu tenang dulu. Katanya sih, polisi enggak bisa asal main tangkap tanpa kepastian tindak pidananya.
Habiburokhman juga menjelaskan kalau di
KUHAP baru
, polisi enggak bisa sembarangan menetapkan tersangka, alias harus punya dua alat bukti dulu.
Terus soal penahanan, aturannya diklaim lebih objektif dan enggak cuma mengandalkan subjektivitas penyidik.
Menurut Habiburokhman, kamu baru akan ditangkap kalau beneran red flag banget kelakuannya, misalnya, ngeghosting alias mangkir dari panggilan polisi dua kali berturut-turut, memberikan informasi palsu, menghambat pemeriksaan, mau kabur, atau menghilangkan barang bukti.
“Nah, kalau di KUHAP baru, ini sangat obyektif, sangat bisa dinilai, gitu lho,” kata politisi Gerindra itu.
Terus, dia juga bilang kalau narasi soal isu HP kita yang bisa disadap atau disita seenak jidat itu misleading.
Katanya, semua aksi “mata-mata” kayak penyadapan, penbekuan rekening, sampai penyitaan handphone itu wajib ada izin dari pengadilan.
Jadi, polisi enggak bisa jadi stalker dadakan yang intip chat WA kamu tanpa prosedur hukum yang sah.
Nantinya, aturan detail soal penyadapan ini bakal diatur lebih lanjut di Undang-undang yang terpisah.
Walaupun begitu, Pengacara Publik LBH, Fadhil Alfathan ngaku enggak mau percaya begitu aja sama polisi soal penyadapan ini.
Menurut Fadhil, meskipun poin mengenai penyadapan ini belum diatur secara detail, tetap aja sudah ada dasar hukum buat polisi melakukan penyadapan.
Malahan, jadi lebih bahaya karena belum dikasih aturan main yang jelas, karena belum adanya UU Penyadapan.
“Tetap saja kita harus khawatir dan sangat valid, karena ya itu, walau belum detail, tapi tetap udah ada dasar hukum buat polisi menyadap. Malah jadi bahaya kalau polisi menginterpretasikan sendiri cara-cara penyadapannya,” ucap Fadhil.
Selain takut dijebak intel, kekhawatiran terbesar Gen Z di medsos adalah soal konten yang kadang dianggap sensitif, tapi sebenarnya lucu, termasuk meme.
Apa jadinya kalau meme muka pejabat yang kita edit dan bikin ketawa itu ternyata dianggap penghinaan? Apakah kita harus berhenti mengkritik lewat gambar?
Zeta, sebagai sosok yang hobi lihat muka pejabat dijadikan meme, merasa aturan ini cukup tidak masuk akal.
“Padahal main sosial media kan bebas ya, meme juga ekspresi aja gitu, keluh kesah. Itu malah ganggu kita sebagai masyarakat buat punya suara. Kalau diatur bahkan diancam gitu mah parah banget,” keluhnya.
Tapi tenang, Pak Fickar ternyata cukup ngasih rasa lega, walau tetap ada batasan dalam bikin meme.
Menurut Fickar, ada perbedaan besar yang harus dipahami pejabat saat menghadapi meme di media sosial, yaitu antara mengkritik kebijakan publik dan menyerang pribadi.
Fickar mengingatkan kita pada konsep dasar negara demokrasi, pejabat publik itu pelayan rakyat yang digaji pakai uang pajak kita.
“Sekeras apapun kritik warga negara terhadap pejabat publik, sepanjang ia masih pejabat publik, itu tidak berlaku itu hukum pidananya seharusnya. Penuntutan terhadap warga negara itu harusnya enggak boleh ada,” tegas Fickar.
Lalu bagaimana dengan meme edit wajah pejabat yang blunder sampai seliweran di seluruh media sosial?
“Sepanjang itu karikatur, tidak merusak wajah aslinya, itu tidak apa-apa. Kan gini, kalau karikatur digambar jadi kritik, tiap hari di koran Kompas juga ada, itu semua isinya sindiran kan. Itulah cerminan dari negara kita,” jelasnya.
Artinya, kalau bikin meme yang menyindir kebijakan, misalnya kebijakan pajak naik, jalanan rusak, atau korupsi, itu adalah hak sebagai warga negara.
Jadi, kalau kamu edit foto pejabat jadi badut untuk mengkritik “kinerjanya yang lucu kayak sirkus”, itu masih bisa diperdebatkan sebagai kritik satir.
Tapi, kalau kamu edit foto pejabat dengan gambar porno, atau menghina bentuk fisiknya alias
body shaming
, atau menuduh urusan rumah tangganya, itu ada potensi masuk ranah pidana.
Walaupun didukung ahli hukum, tapi dampak dari enggak jelasnya pasal karet di KUHAP tetap bikin sejumlah Gen Z ketar-ketir buat mengkritik.
Bisa jadi, orang jadi takut bicara bukan karena mereka salah, tapi karena mereka takut dicari-cari kesalahannya.
Kharina adalah salah satu bukti nyata korban fenomena ini dan berujung enggak lagi berani bersuara lantang pakai akun aslinya di media sosial.
Dia memilih “bergerilya” lewat akun anonim atau
fan account
yang biasanya digunakan untuk urusan K-Pop.
“Kalau posting kritik lumayan sering meskipun bukan pake akun pribadi, mostly pakai
fan account
. Karena itu akun publik satu-satunya dan anonim, jadi lebih ngerasa aman,” akunya sambil tertawa.
Strategi
hit and run
pakai akun alter ini memang kerasa aman, tapi ini juga ironis.
Bayangin aja, buat bertanya “uang pajak rakyat ke mana?”, kita harus effort sembunyi di balik foto profil idol K-Pop atau karakter anime favorit kita.
Zeta menambahkan, rasa takut blunder dan fakta yang diputarbalikkan menjadi alasan utama kenapa banyak Gen Z mulai mengerem setelah adanya pengesahan KUHAP.
“Aku sendiri nyoba kritik dalam batas wajar aja sih, enggak berani terlalu gimana-gimana, karena tetep takut blunder dan malah bisa diputerbalikin,” kata Zeta.
Kondisi hukum negara kita memang enggak lagi baik-baik aja, tapi bukan berarti kita harus berhenti peduli.
Dari wawancara panjang dengan para pakar hukum pidana, berikut rangkuman survival guide di tengah-tengah situasi ini biar kamu bisa tetap kritis dan juga aman:
Sesuai peringatan Pak Fickar tadi, kita harus tetap waspada walaupun di ruang-ruang privat, seperti direct message medsos ataupun grup WhatsApp.
Kalau ada orang yang terlalu agresif memancing buat ngejelek-jelekin politisi, bikin kerusuhan, apalagi sampai hal-hal radikal, mundur pelan-pelan! Ingat,
entrapment
itu nyata.
Salah satu kunci buat selamat dari jeratan UU ITE adalah pastikan setiap meme atau tweet kamu punya basis argumen pada kebijakan publik.
Do: “Kebijakan ini merugikan rakyat karena data menunjukkan…”
Don’t: “Pejabat X mukanya jelek kayak…”
Paham sih, kadang-kadang meme yang lucu emang lebih sering masuk FYP atau
hit tweet
, tapi inget, jangan sampai kamu beneran ketemu sama
bestie
-mu itu di dalam sel yang udah kalian janjikan, ya!
Penggunaan gaya bahasa meme, sarkasme, atau karikatur itu dilindungi sebagai ekspresi seni dan demokrasi.
Tapi jangan memanipulasi fakta sekadar untuk mencari sensasi atau menyulut amarah netizen yang kesabarannya setipis tisu dibagi dua, apalagi mengomentari urusan pribadi pejabat.
Kita bisa belajar dari kedua Gen Z yang membagikan ceritanya: Zeta dan Kharina yang mungkin merasa takut, tapi tetap sepakat buat mencari cara supaya suaranya tetap didengar, meski harus lewat cara-cara anonim.
Sebagai pengacara publik LBH Jakarta, Fadhil Alfathan juga nitipin satu pesan untuk para Gen Z supaya tetap bersuara.
“Ekspresi itu bukan sekedar ngomong, itu bagian dari kebutuhan masyarakat. Mau ada seribu yang dipenjara sekalipun, harus dan pasti akan tetap ada orang yang terus berisik,” kata dia.
Fadhil juga menegaskan kalau kita harus membuktikan pemidanaan negara terhadap masyarakat yang vokal mengkritik itu sia-sia.
“Enggak ada pilihan lain selain mengkonsolidasikan kesadaran kolektif karena hukum yangg jelek dan merugikan publik harus terus dipertanyakan dan diperbaiki,” ucapnya.
Kalau kamu menyaksikan di lingkunganmu ada orang-orang yang menjadi korban penangkapan atau kriminalisasi sesuai prosedur, masyarakat juga harus bisa saling jaga.
Pada akhirnya, negara demokrasi itu hidup dari suara-suara berisik warganya, frens.
Kalau kita semua diam karena takut, siapa lagi yang bakal ngingetin mereka yang duduk di kursi empuk sana?
Tetap bikin meme dan tetaplah berisik, tapi mulai sekarang, Gen Z harus jadi netizen yang lebih cerdik!
Katanya Gen-Z nggak suka baca, apalagi soal masalah yang rumit. Lewat artikel ini, Kompas.com coba bikin kamu paham dengan artikel yang mudah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Abdul Fickar Hadjar
-

Beredar Foto Pertemuan Yaqut, Fuad Maktour dan Pelaku Bisnis Haji Umroh, Terkait Apa ?
GELORA.CO – Di tengah alotnya penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembagian kuota tambahan dan penyelenggaraan haji 2023–2024 di Kementerian Agama, beredar foto pertemuan Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas, Fuad Maktour dan sejumlah pelaku bisnis haji dan umroh. Belum jelas apa yang mereka bahas, tetapi kalangan pengamat menyayangkan pertemuan itu karena berpotensi melanggar hukum dan etik.
Sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) PK baru mencegah tiga pihak bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025 hingga 11 Februari 2026. Di antaranya, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) dan pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Mansyur.
Berdasarkan foto yang diperoleh Inilah.com di Jakarta, Senin (22/9/2025), Yaqut Cholil Qoumas saat masih menjabat sebagai Menteri Agama diduga sempat melakukan pertemuan dengan Fuad Maktour dan sejumlah pemilik biro travel seperti CEO Alisan Hajj & Umrah Ali Mohammad Amin, Ketua Harian Forum SATHU Artha Hanif, Stafsus Yaqut Gus Alex. Pertemuan diperkirakan berlangsung di Kantor Maktour Jakarta pada 2024 lalu.
Dalam foto pertama, terlihat Yaqut berpose bersama sejumlah orang, termasuk Fuad dan Ali Mohammad Amin, di depan Wisma Maktour di Jalan Otista Raya, Jatinegara, Jakarta Timur, pada 2024 lalu. Yaqut mengenakan kemeja hitam, Fuad berkemeja biru, dan di sebelah Yaqut tampak pria dengan kemeja hitam yang diketahui sebagai Ali Mohammad Amin.
Dalam foto kedua, tampak Yaqut, Fuad, dan Ali Mohammad Amin duduk bersama di meja makan.
Inilah.com telah berupaya meminta konfirmasi kepada Fuad, juru bicara Yaqut Anna Hasbie, maupun pihak Alisan Hajj & Umrah terkait kabar pertemuan tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan, Fuad maupun pihak Alisan Hajj & Umrah belum memberikan respons. Kami akan memberikan kesempatan pertama bagi pihak pihak yang disebut dalam informasi ini, untuk menyampaikan klarifikasi.
Hanya juru bicara Yaqut Anna Hasbie yang memberikan tanggapan. Anna membantah terkait pertemuan Yaqut dan Fuad sejumlah pengusaha biro Travel di Wisma Maktour di Jalan Otista Raya, Jatinegara, Jakarta Timur, 2024 lalu.
“Tidak benar. Jangan mengada-ada Tidak pernah ada pertemuan di Wisma Maktour apalagi semasa menjabat sebagai Menteri Agama,” kata Anna ketika dihubungi Inilah.com, Senin (22/9/2025).
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto meminta agar pertanyaan mengenai pertemuan tersebut disampaikan langsung kepada Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
“Silakan ke Jubir,” kata Setyo saat dikonfirmasi Inilah.com, Senin (22/9/2025).
Budi menyampaikan pihaknya belum dapat memberikan penjelasan secara rinci.
“Terkait foto ataupun pertemuan tersebut, kami belum bisa merespon secara rinci,” ujar Budi.
Lebih lanjut, Budi menegaskan KPK fokus pada penanganan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembagian kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024 di Kemenag. Menurutnya, ranah etik terkait pertemuan Yaqut dengan pihak biro travel bukan kewenangan KPK.
“Termasuk soal dugaan pelanggaran etiknya, karena bukan kewenangan KPK. Kami fokus terkait dugaan tindak pidana korupsinya,” ucap Budi.
Budi memastikan penyidik terus mendalami praktik lobi-lobi pembagian kuota haji tambahan yang diduga menabrak Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan itu mengatur komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus namun dilanggar dengan pembagian kuota tambahan 50:50 persen. Selain itu, diduga terjadi praktik jual beli kuota antara oknum pejabat Kemenag dengan pengusaha travel melalui asosiasi.
“Kami pastikan, KPK masih terus menelusuri dan mendalami, apakah dalam pembagian kuota haji tambahan menjadi kuota reguler 50 persen dan kuota khusus 50 persen ini murni dilakukan oleh Kemenag, atau juga ada dorongan dari bawah,” jelas Budi.
Menurut Budi, sejumlah saksi dari Kemenag maupun pengusaha travel telah dimintai keterangan untuk mendalami kasus tersebut.
Diketahui, Yaqut sebelumnya sudah pernah diperiksa saat kasus ini masih di tahap penyelidikan pada Kamis (7/8/2025), serta setelah naik ke tahap penyidikan pada Senin (1/9/2025). Sementara Fuad Hasan Mansyur diperiksa penyidik KPK pada Kamis (28/8/2025).
“Sehingga dalam perjalanan perkara ini, penyidik tidak hanya meminta keterangan dari pihak-pihak di Kemenag, namun juga para pihak lain, seperti dari asosiasi ataupun biro travel haji,” tutur Budi.
Pelanggaran Hukum dan Etik
Sejumlah pakar hukum pidana turut mengomentari foto tersebut. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai pertemuan Yaqut dengan sejumlah pengusaha travel mengandung unsur pelanggaran hukum maupun etik.
“Kalau dalam perspektif hukum, ya pelanggaran hukum. Tetapi dalam konteks ini, seorang pejabat publik setingkat menteri seharusnya tidak bertemu di luar kantor,” ujar Fickar kepada Inilah.com.
Menurut Fickar, pertemuan itu pasti ada urusan yang berkaitan dengan tupoksi pejabat tersebut untuk keuntungan pihak yang bertemu.
“Jika memang tidak ada apa-apanya, mengapa tidak bertemu di kantor saja? Ini sudah indikasi pelanggaran etik yang menjurus pada pelanggaran hukum,” tegas Fickar.
Fickar juga menyoroti Maktour mendapatkan kuota tambahan khusus dalam jumlah besar dari Kemenag pada 2024 yang merugikan calon jemaah haji yang masih mengantre. Hal ini sebelumnya juga pernah disampaikan Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
“Ya, pasti itu sudah termasuk pelanggaran hukum. Karena ada bukti lain yang mendukung bahwa Maktour mendapatkan kuota tambahan yang banyak, yang merugikan para calon jemaah yang mengantri,” ujar Fickar.
Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menilai foto pertemuan tersebut bisa dijadikan petunjuk yang perlu didalami penyidik KPK.
“Masalah foto itu hanya dapat menjadi petunjuk karena foto hanya diam. Namun petunjuk ini dapat menjadi alat bukti apabila dalam perjalanannya pemilik pemberangkatan umroh dan haji itu terlibat dalam kasus tersebut,” kata Hudi saat dihubungi Inilah.com.
“Karena orang yang tidak saling kenal tiba-tiba ada dalam foto tersebut, apalagi dengan menteri dan terlihat sangat akrab. Menurut saya, apabila PT yang bersangkutan mendapat kuota haji, maka foto itu dapat dijadikan petunjuk bahwa pertemuan itu telah terjadi dan perlu didalami hasil dari pertemuan tersebut,” sambung Hudi menerangkan.
Lebih lanjut, kata Hudi, penyidik harus mendalami apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu, apakah terkait praktik lobi-lobi maupun jual beli kuota haji.
“Oleh karena itu KPK memang harus mendalami apa yang dibicarakan dari pertemuan tersebut dan hasilnya apa? Apabila hasil pembicaraan terkait dengan kuota haji maka sudah ada indikasi kuat ikut terlibat dalam kasus tersebut,” ujar Hudi.
Kasus ini naik ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025 berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum tanpa penetapan tersangka. KPK berjanji segera mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam waktu dekat. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.
-
/data/photo/2025/08/07/6894c7777130f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bupati Kediri Tak Akan Sweeping Bendera One Piece, asal.. Surabaya 7 Agustus 2025
Bupati Kediri Tak Akan Sweeping Bendera One Piece, asal..
Tim Redaksi
KEDIRI, KOMPAS.com
– Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana, mengungkapkan sikapnya terkait fenomena pengibaran bendera One Piece yang tengah menjadi sorotan.
Dalam pandangannya, pengibaran bendera bergambar tengkorak yang dikenal dengan nama Jolly Roger dalam anime One Piece tidak menjadi masalah di wilayahnya.
Mas Bup Dhito, sapaan akrab bupati berusia 33 tahun tersebut, memberikan kebebasan kepada masyarakat mengibarkan bendera apapun sebagai bentuk ekspresi kreativitas yang positif.
“Mau pasang One Piece, mau pasang Naruto silakan. Tidak ada masalah. Karena itu adalah kartun, simbol kreativitas,” ujar Mas Bup Dhito dalam video singkat yang beredar, Kamis (7/8/2025).
Namun, bupati yang sedang menjalani periode kedua masa pemerintahannya ini menetapkan batasan.
Dia menegaskan pentingnya menjunjung tinggi bendera Merah Putih sebagai simbol negara yang utama.
“Selama bendera itu dipasang tidak lebih tinggi dari bendera Merah Putih, silakan, tidak ada masalah,” lanjutnya.
Bupati Kediri juga memastikan bahwa tidak akan ada tindakan sweeping atau penertiban terhadap pengibaran bendera One Piece, selama tidak melanggar ketentuan yang ada.
“Gak ada sweeping. Bendera apapun, kecuali bendera (terafiliasi kelompok) radikal, silakan. Asal tidak lebih tinggi dari bendera Merah Putih,” pungkasnya.
Fenomena pengibaran bendera One Piece ini muncul menjelang peringatan HUT ke-80 RI.
Menurut Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, secara hukum tidak ada aturan yang melarang pengibaran bendera tersebut.
“Ya, benar tidak ada aturan, baik undang-undang, peraturan pemerintah (PP), maupun putusan pengadilan yang melarang bendera tersebut,” kata Abdul, Sabtu (2/8/2025).
Abdul menjelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Selain itu, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga mendukung kebebasan mengemukakan pendapat, selama tidak melanggar nilai agama, kesusilaan, dan keutuhan bangsa.
UU Nomor 24 Tahun 2009 mengatur tata letak dan perlakuan terhadap bendera negara.
Jika bendera lain dikibarkan berdampingan, bendera Merah Putih harus memiliki posisi tertinggi dan ukuran terbesar.
Pasal 21 UU tersebut menekankan bahwa bendera negara tidak boleh dikalahkan secara visual oleh simbol, panji, atau bendera lainnya.
Abdul juga menambahkan bahwa meskipun mengibarkan bendera One Piece tidak melanggar hukum, masyarakat harus tetap bijak dalam mengekspresikan kecintaan terhadap budaya pop.
“Jadi pada dasarnya boleh memasang bendera apa saja sepanjang tidak melanggar hukum,” ujarnya.
“Orang yang nyinyir melarang, itu bukti ketidakmengertiannya akan aturan,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/01/688cd9d74332d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi Nasional 6 Agustus 2025
Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Abolisi yang diterima eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menimbulkan perdebatan baru dalam kasus importasi gula di tahun 2015-2016.
Para terdakwa yang berasal dari kalangan korporasi menuntut agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencabut dakwaan terhadap mereka karena Tom, sebagai pelaku utama dalam kasus ini, sudah bebas dan ditiadakan proses serta akibat hukumnya.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (5/8/2025) para kuasa hukum terdakwa menyampaikan sebuah surat permohonan tersebut kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU).
“Kami mohon kepada Kejaksaan agar Kejaksaan menarik mencabut surat dakwaan,” ujar kuasa hukum dari Direktur PT Angels Products Tony Wijaya, Hotman Paris, yang mewakili para terdakwa.
Hotman mengatakan, dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2025 tentang abolisi kepada Tom Lembong, proses hukum importasi gula dinilai sudah sepatutnya ditiadakan.
“Intinya majelis, terkait dengan adanya Keppres tentang abolisi yang tegas-tegas menyatakan semua proses hukum dan akibat hukumnya terkait kasus gula impor ditiadakan,” kata Hotman.
Ia menyinggung posisi Tom selaku eks Mendag yang dulu duduk sebagai terdakwa dan diduga memperkaya pihak korporasi.
Tom dinilai sebagai pelaku utama tindak pidana, sementara pihak korporasi merupakan pihak yang turut serta.
Karena Tom Lembong sudah menerima abolisi alias proses dan akibat hukumnya sudah ditiadakan, pihak korporasi meminta agar kasus mereka juga dicabut.
“Tom Lembong dituduh melakukan pelanggaran hukum untuk memperkaya klien kami. Padahal, Tom Lembong sudah tidak lagi diproses akibat hukum,” kata Hotman.
Dalam sidang kemarin, pihak Kejagung yang diwakili JPU mengusulkan agar sidang untuk terdakwa lainnya tetap dilanjutkan.
Salah seorang JPU mengingatkan, dalam keputusan presiden yang diteken Presiden Prabowo Subianto, hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi.
“Di dalam keppres tersebut, kan tidak implisit menyebutkan para terdakwa. Cuma di situ hanya untuk satu orang, saudara Thomas Trikasih Lembong di keppres nomor 18 tahun 2025,” kata JPU itu.
Menilik ke belakang, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno juga pernah menegaskan bahwa keppres itu mengaturr abolisi yang diberikan Presiden Prabowo bersifat personal untuk Tom Lembong.
Abolisi untuk Tom juga sudah disebutkan tidak menghentikan proses pidana bagi terdakwa lainnya.
“Jadi, proses (penegakan hukum) ini kan bukan berarti diberhentikan, terus bebas gitu untuk yang lainnya. Enggak, enggak. Ini hanya yang bersangkutan, Pak Tom Lembong, diberikan abolisi. Secara perseorangan, sendirian, di perkara ini,” kata Sutikno, Jumat (1/8/2025) lalu.
Sutikno menjelaskan, penyidik punya banyak cara untuk melakukan penyidikan.
Selain kesaksian dari Tom, ada barang bukti lain yang mendukung untuk membuktikan adanya korupsi impor gula.
“Kita menangani perkara kan pakai alat bukti yang ada. Alat bukti kan banyak. Itu perkara lain tetap berjalan,” ujar dia menegaskan.
Kendati para terdakwa mengajukan keberatan, majelis hakim memutuskan untuk tetap melanjutkan sidang.
“Majelis mengambil sikap untuk tetap dilanjutkan. Sementara kalau nanti ada perkembangan terbaru, ya majelis juga akan menentukan sikapnya lagi,” kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatika di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Dennie menegaskan, majelis hakim tidak mengesampingkan permohonan yang diajukan terdakwa, tetapi hakim sepakat dengan jaksa bahwa hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi dari Prabowo.
“Kami tetap bersikap, karena memang keppres berupa abolisi yang ditujukan hanya kepada satu orang. Satu orang terdakwa, tidak menunjuk kepada terdakwa lainnya walaupun perkara atau kasusnya adalah bersamaan,” kata Dennie.
Hakim berpendapat, kehadiran JPU hari ini juga menunjukkan sikap Jaksa Agung terhadap kasus importasi gula.
“Adanya penuntut umum tetap hadir di persidangan hari ini, kehadiran penuntut umum di sini, kami rasa ya secara tidak langsung tetap merupakan perintah dari Jaksa Agung untuk meneruskan perkara ini,” lanjut Dennie.
Namun, jika memang nanti ada perubahan sikap, majelis hakim juga akan menyingkap lagi.
Dennie meminta semua pihak memaklumi dan mengerti keputusan yang diambil oleh majelis hakim.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, permintaan para terdakwa ini masuk akal karena usai abolisi, Tom dianggap tidak berbuat salah dalam kasus impor gula.
“Secara logika bisa ya, karena keputusan importasi gula dianggap tidak ada dan tidak bermasalah,” kata Fickar saat dihubungi, Rabu (6/8/2025).
Ia mengatakan, jika melihat konstruksi kasus yang ada, abolisi yang diterima Tom bisa berdampak pada kasus yang tengah dijalani terdakwa dari pihak korporasi ini.
“Dampaknya seharusnya berlaku juga pada mereka yang didakwa soal kasus (impor gula),” ujar dia.
Selain Tom Lembong, ada 10 terdakwa lain yang juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Satu terdakwa telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Ia adalah Mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus, yang dihukum 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Sementara, ada sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
Para terdakwa ini adalah, Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat,
Kemudian, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/28/6886b016ea233.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Beda Abolisi dan Amnesti yang Diberikan Prabowo untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Nasional
Beda Abolisi dan Amnesti yang Diberikan Prabowo untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui permintaan pertimbangan Presiden
Prabowo
terkait pemberian
abolisi
terhadap
Tom Lembong
.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres072025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025).
Selain itu, Dasco mengumumkan bahwa DPR menyetujui pemberian
amnesti
untuk
Hasto
Kristiyanto.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara
Hasto Kristiyanto
,” ujar Dasco.
Abolisi dan amnesti
sama-sama merupakan hak prerogatif Presiden dalam bidang hukum. Keduanya merupakan bentuk pengampunan yang diberikan Presiden. Hal itu diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Guru Besar Hukum Pidana dan juga pengajar PPS bidang studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof., Dr. Indriyanto Seno Adji mengatakan, abolisi atau amnesti diberikan setelah mempertimbangkan kesatuan dan kedaulatan negara.
“Abolisi dan amnesti Ini biasa dilakukan bila masyarakat menilai hukum memiliki terstigma kriminalisasi politik dan hukum. Setiap era kekuasaan negara, pemberian
abolisi dan amnesti
pernah dilakukan di republik ini, antara lain juga bagi kepentingan kesatuan dan kedaulatan negara,” kata Indriyanto kepada
Kompas.com
, Kamis.
Lalu, apa perbedaan antara kedua hak tersebut? Diberitakan
Kompas.com
pada 7 September 2022, abolisi bisa diartikan sebagai suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara saat pengadilan belum menjatuhkan putusan atau vonis.
Dengan pemberian abolisi oleh Presiden, maka penuntutan terhadap orang atau kelompok orang yang menerima abolisi dihentikan dan ditiadakan.
Kemudian, menurut Marwan dan Jimmy dalam Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition (2009),
abolisi adalah
suatu hak untuk menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapus tuntutan pidana seseorang serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.
Sementara itu, menurut Kamus Hukum (Marwan dan Jimmy: 2009), amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-undang tentang pencabutan semua akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana.
Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi disebutkan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang tersebut dihapuskan.
Dengan diberikannya abolisi dan amnesti tersebut, Indriyanto mengatakan bahwa semua proses hukum terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dihentikan.
Kemudian, terhadap Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong harus dilepaskan atau dibebaskan.
Hanya saja, Indriyanto mengatakan, hal itu bisa dilakukan setelah Keputusan Presiden (Keppres) pemberian abolisi dan amnesti dikeluarkan.
“Semua proses hukum baik yang pra ajudikasi, ajudikasi maupun pasca ajudikasi harus dinyatakan berhenti dan tentunya setelah ada Keppres para penerima abolisi atau amnesti dilepaskan dari proses hukumnya,” kata Indriyanto.
Hal senada disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Dia menyebutkan, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto harus dibebaskan usai mendapat abolisi dan amnesti.
“Harus dibebaskan,” kata Abdul Fickar kepada
Kompas.com
, Kamis.
Menurut Fickar, Tom Lembong harus dibebaskan karena abolisi berarti menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Kemudian, Fickar menyebutkan, abolisi boleh diberikan meski status hukumnya belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Boleh (diberikan sebelum
inkracht
), itu kewenangan kepala negara, mutlak dan konstitusional. Artinya, Presiden melihat kasusnya berlatar belakang politis,” ujarnya.
Namun, Fickar mengatakan bahwa pemberian abolisi itu juga memiliki dampak kepada aparat penegak hukum. Dalam kasus Tom Lembong adalah Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Konsekuensinya, Presiden juga harus mengevaluasi kerja pimpinan Kejaksaan Agung,” kata Abdul Fickar.
Diketahui, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong tengah mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara dalam perkara korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto juga sedang dalam proses banding atas vonis 3,5 tahun dalam kasus suap terkait penetapan anggota legislatif periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/28/6886b016ea233.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Ampuni Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, Buktikan Kasusnya Politis? Nasional 31 Juli 2025
Prabowo Ampuni Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, Buktikan Kasusnya Politis?
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden
Prabowo
Subianto memberikan pengampunan berupa
abolisi
untuk Menteri Perdagangan (Mendag) era Presiden Joko Widodo (Jokowi), Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
, dan
amnesti
untuk Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto
Kristiyanto.
Dalam prosesnya, Presiden harus memperhatikan pertimbangan Dewan Pertimbangan Rakyat (DPR) RI sebelum memberikan abolisi dan amnesti. Sebagaimana diatur Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.
Pertimbangan DPR diperlukan sebagai upaya pengawasan kebijakan eksekutif dan guna menjaga keseimbangan antar lembaga.
Sebab, DPR merupakan perwakilan rakyat yang terdiri dari partai politik. Adapun selama ini, abolisi diberikan kepada pelaku tindak pidana sengketa politik.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, abolisi dan amnesti adalah kewenangan mutlak dan konstitusional dari Presiden karena melihat kasus hukum yang sedang berjalan berlatar belakang politis.
Kemudian, Fickar menyebut, abolisi dan amnesti boleh diberikan meski status hukumnya belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Boleh (diberikan sebelum inkracht), itu kewenangan kepala negara, mutlak dan konstitusional. Artinya, Presiden melihat kasusnya berlatar belakang politis,” ujarnya.
Fickar berpadangan bahwa perkara yang menjerat Tom Lembong dan Hasto memang lebih kental motif politiknya.
Dia mencontohkan, dalam kasus importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menjerat Tom Lembong. Menurut Fickar, hampir semua Mendag melakukan kebijakan impor gula yang hampir sama.
“Semua Menteri Perdagangan itu melakukan perbuatan seperti Tom Lembong tetapi kenapa hanya Tom Lembong yang dituntut?” katanya.
“Kenapa hanya Tom Lembong yang diproses pidananya padahal sama motifnya. Artinya, itu ada motif politik. Itu kental motif politiknya,” ujar Fickar lagi.
Kemudian, dalam kasus suap yang menjerat
Hasto Kristiyanto
, dia berpandangan bahwa ada nuansa politik karena tebang pilih.
Menurut Fickar, praktik curang dalam konstestasi politik pasti terjadi. Tetapi, kenapa Hasto yang dijerat dengan dugaan suap tersebut.
“Pertanyaannya mungkin begini, kenapa hanya kasus Hasto yang dipersoalkan gitu. Padahal itu terjadi setiap kontestasi politik. Kenapa hanya ini yang dinaikkan?” katanya.
“Itu juga menurut saya sebuah pengakuan juga dari Presiden ini kok tebang pilih kira-kira begitu,” ujar Fickar melanjutkan.
Sebagaimana diketahui, dijeratnya tom Tom Lembong kerap dikaitkan dengan kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pasalnya, Tom Lembong adalah bagian dari tim pemenangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang merupakan lawan dari pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Demikian juga halnya dengan Hasto Kristiyanto yang merupakan Sekjen PDI-P.
Dalam pleidoi atau nota pembelannya, Hasto menyebut bahwa dirinya dijerat kasus hukum berkaitan dengan sikap kritisnya. Salah satunya, pemecatan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai kader PDI-P.
Menurut Hasto, keterkaitan situasi politik tersebut dengan kasus hukumnya adalah suara yang berkembang masyarakat.
Tak hanya terkait pemecatan Jokowi sebagai kader PDI-P, Hasto menyebut bahwa kasus hukumnya muncul karena dia vokal terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Diketahui, putusan MK nomor 90 tahun 2023 itu memuluskan langkah putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sebagaimana diberitakan, DPR RI menyetujui permintaan pemberian abolisi terhadap Tom Lembong.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres072025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025).
Selain itu, Dasco mengumumkan bahwa DPR menyetujui pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42 Pres 07 27 25 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Dasco.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2024/07/16/6695ded1def9f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/20/68f5e8fd158aa.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/09/17/68ca9365bc844.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

