Tag: Abdul Azis

  • Dugaan Korupsi RSUD Kolaka Timur, KPK Geledah dan Segel Ruang Kerja Kemenkes

    Dugaan Korupsi RSUD Kolaka Timur, KPK Geledah dan Segel Ruang Kerja Kemenkes

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menggeledah dan menyegel ruang kerja di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hal ini terkait kasus dugaan suap pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di wilayah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

    “Iya benar [KPK geledah dan segel ruangan di Kemenkes],” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, ketika dihubungi wartawan, Selasa (12/8/2025).

    Ketika ditanya apakah ruangan yang disegel salah satunya milik Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Asep tidak mengetahui hal tersebut.

    “Untuk ruangannya saya tidak hapal. Itu ruangan siapa, mohon maaf,” ucap Asep.

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan RSUD Koltim dengan nilai proyek mencapai Rp126,3 miliar. 

    Pertama, Bupati Koltim periode 2024–2029 Abdul Azis. Kedua, ALH (Andi Lukman Hakim), PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD. Ketiga, AGD (Ageng Dermanto), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim. Keempat, DK (Deddy Karnady), pihak swasta dari a (PT PCP). Kelima, AR (Arif Rahman), pihak swasta dari KSO PT PCP.

    Atas perbuatannya Deddy dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf aatau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.18.

    Sedangkan Abdul Azis, dan Andi Lukman, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Ruangan Pejabat Kemenkes RI Disegel KPK Terkait Proyek RSUD di Koltim

    Ruangan Pejabat Kemenkes RI Disegel KPK Terkait Proyek RSUD di Koltim

    Jakarta

    Ruangan pejabat di Kementerian Kesehatan RI disegel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak KPK mengonfirmasi penyegelan tersebut berkaitan dengan suap di proyek peningkatan kualitas rumah sakit daerah Kolaka Timur, yang anggaran-nya didapatkan dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

    Penyegelan dilakukan pasca operasi tangkap tangan (OTT) di Sulawesi Tenggara dan dua lokasi lain.

    “Iya benar,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, ketika dihubungi, Selasa (12/8/2025).

    “Benar (terkait OTT di Sultra),” tambahnya.

    Pihaknya juga menyebut sudah melakukan penggeledahan sebelum akhirnya disegel. “Penyegelan kemudian digeledah,” kata dia.

    Ada lima orang yang ditetapkan tersangka dalam OTT yang semula dilakukan di Sulawesi Tenggara. Berikut daftarnya:

    Bupati Kolaka Timur Abdul Azis (ABZ)PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH).Ageng Dermanto (AGD), PPK proyek pembangunan RSUD di KoltimDeddy Karnady (DK), pihak swasta-PT PCPArif Rahman (AR), pihak swasta-KSO PT PCP

    “KPK selanjutnya melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pihak dan telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup. Kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.

    Awal Mula Kasus

    Desember 2024, KPK mencatat pertemuan Kemenkes RI dengan lima konsultan membahas pengembangan RSUD tipe C dari DAK.

    Pembuatan basic design 12 RSUD dibagi lewat penunjukan langsung, termasuk RSUD Kolaka Timur (Koltim) oleh PT Patroon Arsindo. Januari 2025, Pemkab Koltim bertemu Kemenkes untuk mengatur lelang, saat PPK Ageng Dermanto memberi uang ke PIC Kemenkes Andi Lukman Hakim.

    Abdul Azis, bersama pejabat Koltim, diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra (PCP) menang lelang. Maret 2025, kontrak Rp126,3 miliar diteken, dan Abdul Azis meminta fee 8 persen atau sekitar Rp9 miliar.

    detikcom sudah berupaya menghubungi Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Aji Muhawarman, juga juru bicara Kemenkes RI drg Widyawati. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan lebih lanjut.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Kronologi dan Polemik Penangkapan Bupati Kolaka Timur Dalam OTT KPK

    Kronologi dan Polemik Penangkapan Bupati Kolaka Timur Dalam OTT KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pada proyek pembangunan RSUD di wilayah Kolaka Timur.

    Abdul Azis dan Fauzan (ajudan Abdul Azis) ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (7/8/2025). Lalu diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Jumat (8/8/2025).

    Dalam menyelidiki kasus ini, KPK menggelar OTT di tiga wilayah yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,  dan Jakarta.

    Di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kendari KPK menangkap 4 orang yaitu Ageng Dermanto selaku PPK Proyek Pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Harry Ilmar pejabat PPTK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Nova Ashtreea pihak swasta dari staf PT PCP, dan Danny Adirekson Kasubbag TU Pemkab Kolaka Timur.

    Sedangkan di Jakarta, KPK menangkap Andi Lukman Hakim PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD,  Deddy Karnady pihak PT PCP, Nugoroho Budiharto pihak swasta PT PA, Arif Rahman-Aswin-Cahyana selaku KSO PT PCP.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan beberapa dari mereka melakukan kesepakatan penentuan tender untuk pembangunan RSUD dari tipe D ke tipe C di Kolaka Timur yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK), di mana PT PCP dipilih untuk mengerjakan proyek tersebut.

    “Saudara ABZ [Abdul Azis] bersama GPA [Gusti Putu Artana] selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, DA, dan selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim, menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT. PCP memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kab. Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim,” kata Asep saat konferensi pers, Sabtu (9/8/2025).

    Asep menceritakan pada Maret 2025, Ageng Dermanto menandatangani kontrak kerja pembangunan RSUD dengan PT PCP sebesar Rp126,3 miliar.

    Di bulan April 2025, Ageng Dermanto memberikan Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Di sisi lain, sepanjang bulan Mei-Juni, Dedy Karnady menarik sekitar Rp2,09 miliar yang kemudian menyerahkan Rp500 juta kepada Ageng Demanto di lokasi pembangunan RSUD Kolaka Timur.

    Asep menjelaskan pada pertemuan itu, Deddy menyampaikan permintaan Ageng kepada PT PCP terkait komitmen fee sebesar 8%.

    Lalu, Deddy menarik cek Rp1,6 miliar pada bulan Agustus untuk diserahkan kepada Ageng dan Ageng menyerahkan kepada Yasin selaku staf dari Abdul Azis.

    Tak hanya itu, Deddy kembali memberikan Rp200 juga kepada Ageng. Sedangkan PT PCP juga melakukan pencarian cek Rp3,3 miliar.

    “Tim KPK kemudian menangkap Sdr. AGD [Ageng Dermanto] dengan barang bukti uang tunaisejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian darikomitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kab. Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” terang Asep.

    Setelah melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan dua alat bukti yang cukup, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.

    Atas perbuatannya Deddy dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf aatau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55ayat (1) ke-1 KUHP.18.

    Sedangkan Abdul Azis, dan Andi Lukman, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau batau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Polemik Penangkapan Abdul Azis

    Penangkapan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis sempat diwarnai polemik karena dia mengklaim tidak memiliki keterkaitan dengan OTT KPK di Sulawesi Tenggara.

    Mulanya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membenarkan Abdul Azis di tangkap di Sulawesi Tenggara. 

    “Ya [salah satu Bupati di Sultra diamankan dalam OTT],” katanya kepada wartawan, Kamis (7/8/2025).

    Namun tidak berselang lama kabar tersebut diberitakan, Abdul Azis membantah terjaring OTT dan sedang hadir dalam Rakernas Partai NasDem di Makassar. 

    “Saya baru dengar kabar ini tiga jam lalu. Hari ini saya dalam kondisi baik, sedang ikut rakernas. Kalau ada proses penyelidikan, saya siap taat dan patuh. Tapi kalau ini bagian dari drama dan framing, itu sangat mengganggu secara psikologis,  juga mengganggu masyarakat,” katanya, Kamis (7/8/2025).

    Simpang siur  ini pun diklarifikasi oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu usai menangkap Abdul Azis. Asep menjelaskan bahwa KPK sempat terkecoh dengan jadwal Rakernas Nasdem.

    “Nah, terkait dengan acara dari salah satu partai, itu berdasarkan rundown-nya yang kami terima, acaranya adalah di hari jumat,” kata Asep, Sabtu (9/8/2025).

    Tadinya KPK ingin menangkap Abdul Azis pada hari Kamis, tetapi karena dinamika lapangan membuat tim KPK yang di Sulawesi Selatan bergegas menangkap Abdul Azis. Meski begitu, Asep menjelaskan OTT tidak dilakukan saat rakernas berlangsung.

    “Jadi, sesungguhnya tidak, atau proses tangkap tangan ini tidak dilakukan pada kegiatan itu berlangsung,” tandasnya.

    KPK masih mendalami perkara ini dengan mencari barang bukti baru dan memeriksa beberapa pihak yang diduga terlibat. 

  • Tak Gentar Hadapi DPR Soal Penangkapan Bupati Kolaka Timur, KPK: Apa yang Harus Ditakuti?

    Tak Gentar Hadapi DPR Soal Penangkapan Bupati Kolaka Timur, KPK: Apa yang Harus Ditakuti?

    Liputan6.com, Makassar – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menegaskan pihaknya tak gentar jika harus dipanggil Komisi III DPR RI terkait ‘drama’ penangkapan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, beberapa waktu lalu. Sebelumnya ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memastikan akan meminta Fraksi Partai NasDem di Komisi III untuk memanggil KPK dan menjelaskan tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan kadernya itu.

    “Kalau diundang kita akan datang, apa yang harus ditakuti? Sepanjang kita melakukan perbuatan yang benar untuk kepentingan bangsa dan negara ini,” kata Johanis Tanak di Universitas Hasanuddin Makassar, Senin (11/8/2025).

    Menurut Johanis, KPK sebagai lembaga antirasuah negara, tentu harus taat pada aturan yang berlaku. Sehingga KPK tidak pernah takut untuk hadir di DPR RI jika diundang hadir nantinya. Sebab, KPK telah menjalankan tugas untuk memberantas korupsi sesuai aturan yang berlaku.

    “Ketika kita melakukan pemberantasan korupsi, apakah tidak menguntungkan bagi masyarakat dan bangsa. Uang negara itu dari rakyat yang seharusnya digunakan untuk rakyat. Ini kita melakukan hal ini, supaya tidak ada lagi korupsi, tidak ada lagi yang menyalahgunakan uangnya rakyat,” ungkapnya.

    Johanis menyinggung terminologi operasi tangkap tangan (OTT) yang sempat dipertanyakan oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh ketika kadernya yang merupakan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis ditangkap pada saat mengikuti Rakernas di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (8/8/2025) lalu.

    “OTT itu salah satu perbuatan yang dilakukan berdasarkan aturan hukum yang disebut kitab hukum acara pidana. Ada dikatakan, perbuatan tertangkap tangan, kalau kemudian dia ada disitu, atau ditempat lain, yang jelas kita akan melakukan ketika mendapatkan informasi awal,” jelasnya.

    Meski demikian, kata Johanis pihaknya masih terus mengembangkan kasus dugaan korupsi pembangunan rumah sakit dengan melibatkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis.

    “Pokoknya sepanjang masih ada indikasi kita sikat terus, jangan sampai mereka mengambil uang rakyat. OTT itu salah satu perbuatan yang dilakukan berdasarkan aturan hukum yang disebut kitab hukum acara pidana,” terangnya.

     

  • Kader di OTT saat Rakernas, Surya Paloh Yakin Partai Nasdem akan Lebih Besar

    Kader di OTT saat Rakernas, Surya Paloh Yakin Partai Nasdem akan Lebih Besar

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem yang dimulai sejak 8 Agustus resmi berakhir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu (10/8).

    Penutupan acara rakernas ini dilakukan langsung oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh.

    Dalam kesempatan ini, Surya Paloh yang dikenal dengan gaya pidato yang berapi-api memberikan pujian khusus kepada DPW Partai NasDem Sulawesi Selatan karena dinilai telah berhasil menggelar rakernas dengan sangat baik.

    “Kemampuan pengorganisasian kali ini jauh lebih hebat daripada di Jakarta. Apresiasi setinggi-tingginya untuk DPW NasDem Sulsel,” kata Surya Paloh memberikan pujian.

    Dalam kesempatan ini pula, Surya Paloh menegaskan kembali pentingnya mempersiapkan dominasi generasi muda pada Pemilu 2029. Karena itu menurut dia, adalah kewajiban terhadap perlunya menghadirkanperpaduan antara pengawasan dan pembinaan kader muda
    Partai Nasdem.

    “Pemilu 2029 akan menjadi panggung utama kaum muda Indonesia, dan NasDem sudah menjadi magnet bagi mereka,” urainya.

    Meski Rakernas di Makassar sempat diwarnai dengan penangkapan salah satu kadernya yang juga Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Surya Palo tetap yakin bahwa partai yang dipimpinnya memiliki modal untuk melangkah lebih besar dan berani menyongsong Pemilu 2029.

    Apalagi kata dia, tren perolehan suara Partai NasDem terus meningkat dari pemilu ke pemilu. Kenyataan itu tentu saja menjadi modal optimisme yang kuat bagi seluruh kader Nasdem untuk lebih maksimal menghadapi pemilu mendatang.

  • Intip Garasi Bupati Koltim Abdul Azis yang Terjaring OTT KPK

    Intip Garasi Bupati Koltim Abdul Azis yang Terjaring OTT KPK

    Jakarta

    Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis jadi salah satu pihak yang terciduk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Sulawesi Tenggara (Sultra) terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan RSUD senilai Rp 126,3 miliar. Ini isi garasi Abdul Azis.

    Mengutip laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Azis memiliki total harta kekayaan senilai Rp 7.991.694.886. Harta itu dilaporkan pada tanggal 25 Maret 2025/Periodik – 2024 dengan status jabatan sebagai Bupati Kolaka Timur.

    Dari total harta kekayaan itu, sebesar Rp 6.410.000.000 berbentuk tanah dan bangunan. Lalu harta bergerak lainnya Rp 268.950.000, kas dan setara kas Rp 533.744.886, dan utang sebesar Rp 106.000.000.

    Azis juga memiliki harta kekayaan berupa alat transportasi dan mesin senilai Rp 885.000.000. Terdiri dari:

    1. MOBIL, TOYOTA HILUX 2.4G Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp 390.000.000
    2. MOBIL, TOYOTA INOVA VENTURER 2.4 A Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp 390.000.000
    3. MOTOR, KTM KTM 85 SX Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp 95.000.000
    4. MOTOR, YAMAHA BJ8 W A/T Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp 10.000.000

    Diberitakan sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan ada 5 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam OTT ini, termasuk Abdul Azis. Berikut daftarnya:

    Pemberi:

    – Deddy Karnady (DK), selaku pihak swasta-PT PCP
    – Arif Rahman (AR), selaku pihak swasta-KSO PT PCP

    Penerima:

    – Abdul Azis (ABZ) selaku Bupati Koltim
    – Andi Lukman Hakim (ALH), PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD
    – Ageng Dermanto (AGD) selaku PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim

    Kasus yang menjerat Abdul Azis ini terkait dengan proyek pembangunan RSUD di Kelas C Kabupaten Koltim. Abdul Azis disebut-sebut meminta fee senilai 8 persen atau Rp 9 miliar dari proyek itu.

    (lua/riar)

  • Surya Paloh: Praduga Tak Bersalah Sama Sekali tak Berlaku di Negeri Ini

    Surya Paloh: Praduga Tak Bersalah Sama Sekali tak Berlaku di Negeri Ini

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh prihatin dengan pola penegakan hukum di Indonesia. Bagi dia, praduga tak bersalah sama sekali tak berlaku di negeri ini.

    Ia mencontohkan terminologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang baru saja dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

    “Yang saya pahami, mungkin dengan keawaman saya, saya ini orang awam sekali, saya harus belajar kembali. Ini harus dijelas kembali,” kata Paloh di Makassar, Sulsel, Jumat (8/8/2025).

    Menurutnya, OTT adalah sebuah peristiwa yang melanggar norma-norma hukum, terjadi di suatu tempat, antara pemberi maupun penerima.

    “Itu OTT, tangkap dia. Kalau yang satu melanggar normanya di Sumatera Utara, katakanlah si pemberi yang menerima di Sulawesi Selatan, ini OTT apa. OTT plus ini barangkali. Jadi terminologi yang tidak tepat,” tuturnya.

    Surya Paloh menyatakan bahwa dalam menegakkan hukum tidak perlu drama.

    “Tapi di sisi lain bolehlah kita ingatkan juga. Apa yang perlu kita ingatkan. Upaya penegakan hukum itu tidak mendahulukan drama. Itu yang Nasdem sedih dia kok harus ada drama dulu,” kata dia.

    “Sesudahnya penegakan hukum, mengharap amnesti. Itu nggak bagus juga. Jangan, tegakkan hukum secara murni dan NasDem ada di sana,” tambahnya.

    Dia mengkritik narasi operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Abdul Azis.

    “Yang salah adalah, proseslah secara bijak. Tapi apakah ada just presion of notion? Praduga tak bersalah itu sama sekali tak berlaku di negeri ini,” pungkasnya.

    Sementara itu, Bendahara Umum DPP Partai NasDem, Ahmad Sahroni mempersilahkan KPK melakukan penyelidikan, penindakan, atau langkah hukum lainnya. Ia bersama Partai Nasdem menegaskan mendukung itu semua. (Pram/fajar)

  • Elite Demokrat Ingatkan KPK untuk Tak Perburuk Citra Partai

    Elite Demokrat Ingatkan KPK untuk Tak Perburuk Citra Partai

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ramai pembicaraan terkait kader Partai NasDem yang merupakan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, terjaring OTT, elite Partai Demokrat memberikan sedikit catatan pada KPK.

    Dikatakan Andi, KPK tidak boleh gegabah seolah-olah ada keterlibatan Partai dalam operasi yang menjaring kader tertentu.

    “Nanti saja disimpulkan belakangan dalam persidangan,” ujar Andi di X @Andiarief_ (9/8/2025).

    Blak-blakan, Andi membeberkan bahwa kehadiran KPK sebagai bagian dari lembaga penegak hukum justru memperburuk citra Partai Politik.

    “Padahal tidak ada satupun vonis pengadilan yang menyatakan ada partai terlibat,” tandasnya.

    Sebelumnya, jubir KPK, Budi Prasetyo, juga masih irit bicara terkait penangkapan Bupati yang juga merupakan kader NasDem tersebut.

    “Nanti kami jelaskan kronologi dan konstruksi perkaranya seperti apa,” ucap Prasetyo kepada awak media.

    Mengingat penangkapan tersebut bertepatan dengan Rapat kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem periode 2025 di Makassar, Prasetyo tidak ingin ada dicap membuat drama.

    “Supaya masyarakat juga bisa menilai ini bukan drama tapi memang ada fakta-fakta perbuatannya,” tukas Prasetyo membalas komentar Sahroni.

    Dalam kegiatan tangkap tangan ini, kata Prasetyo, KPK juga mendapat dukungan penuh para pihak, termasuk masyarakat di wilayah Sulawesi Tenggara.

    “Terlebih KPK juga telah secara intens melakukan pencegahan, pendampingan, dan pengawasan kepada pemerintah daerah,” imbuhnya.

    Upayaka tersebut diungkapkan Prasetyo dilakukan agar bisa melakukan langkah-langkah mitigasi dan pencegahan korupsi secara efektif dan sistematis.

  • KPK Respons Surya Paloh soal OTT Bupati Kolaka Timur, Tegaskan Sesuai Aturan – Page 3

    KPK Respons Surya Paloh soal OTT Bupati Kolaka Timur, Tegaskan Sesuai Aturan – Page 3

    Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menginstruksikan Fraksi Partai NasDem di Komisi III DPR untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna membahas terminologi Operasi Tangkap Tangan (OTT).

    Hal ini disampaikannya menyusul penangkapan Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abdul Azis, yang juga kader Partai NasDem, oleh KPK di Sulawesi Selatan pada Jumat, 8 Agustus 2025.

    “Saya menginstruksikan agar komisi III memangil KPK dengar pendapat agar terminologi OTT bisa diperjelas, OTT itu apa yang dimaksudkan?,” ujar Paloh usai membuka Rakernas NasDem, dikutip dari keterangan tertulis, dikutip Sabtu (9/8/2025).

    Paloh mempertanyakan penerapan istilah OTT yang dinilainya tidak tepat. Menurutnya, OTT seharusnya merujuk pada peristiwa di satu lokasi antara pemberi dan penerima yang sama-sama melanggar norma hukum.

    “Yang saya pahami, OTT adalah sebuah peristiwa yang melanggar norma hukum, terjadi di satu tempat antara pemberi maupun penerima. Tapi kalau yang satu melanggar normanya di Sumatera Utara, katakanlah si pemberi, yang menerima di Sulawesi Selatan, ini OTT apa? OTT plus?” kritiknya.

    Ia menilai penggunaan terminologi yang keliru berpotensi membingungkan publik dan tidak mendukung jalannya pemerintahan. Karena itu, RDP diharapkan mampu memberikan kejelasan agar istilah OTT tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat dan mendukung penegakan hukum yang lebih baik.

    Paloh menegaskan konsistensi Partai NasDem dalam mendukung penegakan hukum, namun mengingatkan agar proses tersebut tidak didahului dengan drama.

    “Yang NasDem sedih, asalnya ada drama dulu, baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus juga,” tambahnya.

    Kepada kader NasDem, Paloh berpesan agar tidak terlalu cepat memberikan komentar yang terkesan membela diri. Ia juga mempertanyakan penerapan asas praduga tidak bersalah yang dinilainya mulai diabaikan.

    “Apakah asas praduga tidak bersalah itu sama sekali tidak laku lagi di negeri ini?” ujarnya.

    Meski melayangkan kritik terhadap terminologi dan proses, Paloh menegaskan dukungan penuh NasDem terhadap penegakan hukum yang murni dan bijaksana.

    “Tegakkan hukum secara murni, dan NasDem ada di sana. Yang salah adalah salah, prosesnya secara bijak,” pungkasnya.

  • Bupati Koltim Abdul Azis jadi Tersangka Suap, Surya Paloh Minta Fraksi NasDem DPR Panggil KPK!

    Bupati Koltim Abdul Azis jadi Tersangka Suap, Surya Paloh Minta Fraksi NasDem DPR Panggil KPK!

    GELORA.CO  – Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menginstruksikan Fraksi Partai NasDem di Komisi III DPR untuk memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP). Hal ini merespons operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis.

    Diketahui, saat ini KPK telah menetapkan Abdul Azis sebagai tersangka suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kabupaten Kolaka Timur. 

    “Saya menginstruksikan agar Komisi III memanggil KPK dengar pendapat agar terminologi OTT bisa diperjelas OTT itu apa yang dimaksudkan,” ujar Paloh dalam keterangannya, Sabtu (9/8/2025).

    Paloh mempertanyakan penerapan istilah OTT yang dinilainnya tidak tepat. Menurutnya, OTT seharusnya merujuk pada peristiwa di satu lokasi antara pemberi dan penerima yang sama-sama melanggar norma hukum.

    “Yang saya pahami, OTT adalah sebuah peristiwa yang melanggar norma hukum, terjadi di satu tempat antara pemberi maupun penerima. Tapi kalau yang satu melanggar normanya di Sumatera Utara, katakanlah si pemberi, yang menerima di Sulawesi Selatan, ini OTT apa? OTT plus?” kritiknya.

    Ia menilai, penggunaan terminologi yang keliru berpotensi membuat publik bingung dan tidak mendukung penegakan hukum. Untuk itu, ia menilai, RDP dengan KPK bisa memberi kejelasan agar istilah OTT tidak menimbulkan kebingungan masyarakat.

    Lebih lanjut, Paloh menegaskan Partai NasDem konsisten mendukung penegakan hukum. Namun, ia mengingatkan agar proses tersebut tidak didahului dengan drama.

    “Yang NasDem sedih, asalnya ada drama dulu, baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus juga,” katanya.

    Namun, Paloh berpesan pada kader NasDem untuk tidak terlalu cepat memberikan komentar yang terkesan membela diri. Ia juga mempertanyakan penerapan asas praduga tidak bersalah yang dinilainya mulai diabaikan.

    “Apakah asas praduga tidak bersalah itu sama sekali tidak laku lagi di negeri ini?” ujarnya.

    Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abdul Azis sebagai tersangka suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kabupaten Kolaka Timur. Terungkap, ia meminta fee proyek hingga Rp9 miliar