Surat Cinta di Ompreng MBG, Cara Siswa Request Menu ke SPPG Palmerah Megapolitan 2 Oktober 2025

Surat Cinta di Ompreng MBG, Cara Siswa Request Menu ke SPPG Palmerah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Oktober 2025

Surat Cinta di Ompreng MBG, Cara Siswa Request Menu ke SPPG Palmerah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ada pemandangan unik setiap kali ompreng makanan bergizi gratis (MBG) dikembalikan dari sekolah ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Palmerah, Jakarta Barat.
Di antara wadah-wadah kosong MBG, sering terselip secarik kertas kecil berisi tulisan tangan anak-anak.
“Biasanya mereka tulis ‘besok mau lauk ayam, jangan ikan’ atau ‘minta sayurnya diganti sop’. Kadang ada juga yang menulis terima kasih. Itu kami sebut surat cinta dari anak-anak,” kata Cut Athaya Artawana Tandy, ahli gizi SPPG Palmerah, saat ditemui Kompas.com, Kamis (2/10/2025).
Surat-surat kecil itu menjadi salah satu cara siswa menyampaikan selera makan atau masukan terhadap menu MBG untuk keesokan harinya.
Tulisan mereka diletakkan begitu saja di dalam ompreng makanan yang kemudian diangkut kembali ke dapur SPPG.
Menurut Athaya, meski sederhana, pesan tersebut sangat membantu tim dapur dalam mengevaluasi menu harian.
“Kami catat, lalu dibahas dalam rapat evaluasi. Kalau banyak anak yang tidak suka satu menu, kami cari alternatif lain tanpa mengurangi kandungan gizi,” kata dia.
Ungkapan yang ditulis siswa pun sering kali polos dan menghibur. Ada yang menulis panjang seperti menulis surat sungguhan, ada juga yang hanya satu kalimat singkat.
“Ada anak yang menulis ‘Bu, telurnya enak, besok tambah lagi ya’. Ada juga yang protes karena porsinya dianggap kurang. Itu jadi semacam komunikasi dua arah dengan anak-anak,” ungkap Athaya.
Setiap catatan dari siswa kemudian disesuaikan dengan standar gizi yang sudah ditetapkan.
Misalnya, jika anak-anak minta lauk ayam lebih sering, maka variasi menu ayam tetap diberikan, tetapi dengan pengolahan berbeda agar gizinya seimbang.
“Kami tidak bisa langsung menuruti semua permintaan. Tapi masukan itu penting agar anak-anak tetap semangat makan. Kalau mereka senang, tingkat konsumsi juga lebih tinggi,” kata Athaya.
Hal serupa juga dirasakan Nadia (bukan nama sebenarnya) (11) siswi kelas VI SD Borunawati II. Ia mengaku sering menuliskan catatan kecil di omprengnya.
“Pernah saya tulis minta ayam goreng sama sayur sop, terus minggu depannya beneran ada. Senang banget rasanya kayak didengerin,” ucap Nadia sambil tersenyum malu.
Sementara itu, Rafli (bukan nama sebenarnya) (11) teman sekelas Nadia, bercerita bahwa ia pernah menulis permintaan yang agak nyeleneh.
“Aku pernah nulis minta burger, soalnya pengin kayak di restoran. Eh, sama SPPG dibikinin burger sehat pakai ayam. Enak juga ternyata. Jadi kalau mau request tinggal tulis aja di ompreng,” kata Rafli.
Kepala SD Borunawati II, Untung Suripto, membenarkan kebiasaan siswa menitipkan “surat cinta” dalam ompreng. Menurutnya, hal itu membuat anak-anak merasa dilibatkan dalam program MBG.
“Anak-anak jadi punya rasa memiliki. Mereka senang bisa berkomunikasi dengan dapur yang menyiapkan makanan. Itu membuat mereka lebih terbuka untuk mencoba menu baru,” ujar Untung.
Ia menambahkan, fenomena ini juga membantu guru dalam mendampingi siswa.
“Kalau ada anak yang awalnya tidak suka sayur, lama-lama jadi terbiasa karena tahu suaranya didengar,” kata dia.
Bagi tim dapur SPPG, ompreng bukan hanya wadah makanan, tapi juga jembatan komunikasi dengan anak-anak.
Surat-surat kecil itu menjadi pengingat bahwa makanan yang dimasak setiap dini hari bukan sekadar porsi gizi, melainkan bentuk kepedulian terhadap tumbuh kembang generasi muda.
“Rasanya menyentuh sekali. Anak-anak menulis dengan tulus, dan itu jadi penyemangat bagi kami yang memasak sejak jam tiga pagi,” kata Athaya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.