TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) membuat langkah mengejutkan dengan memilih untuk meninggalkan Ukraina dalam pemungutan suara yang dilakukan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai invasi Rusia ke Ukraina.
Keputusan ini semakin memperburuk hubungan antara AS dan sekutunya di Eropa.
Pada Senin (24/2/2025) kemarin, PBB mengadakan pemungutan suara terkait tiga resolusi sebagai upaya mengakhiri perang yang sudah berlangsung selama tiga tahun ini di Ukraina.
Resolusi tersebut disahkan dengan hasil 93 suara setuju, 8 menentang, dan 73 abstain.
Ukraina memilih untuk mendukung resolusi ini, tetapi AS memilih abstain, sementara Rusia menolak.
Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, serta negara-negara Eropa lainnya, mendukung resolusi ini, kecuali Hongaria yang menentang.
Yang mengejutkan, AS memilih untuk abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Sebuah langkah yang membuat Ukraina merasa terpukul dua kali.
Sebelumnya, Ukraina merasa dikecewakan karena AS tidak mengundangnya dalam pembicaraan perdamaian dengan Rusia yang berlangsung di Arab Saudi.
Sementara itu, Rusia mengajukan amandemen yang menyarankan untuk menangani “akar penyebab” konflik, yang akhirnya disetujui.
Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, Mariana Betsa, menegaskan Ukraina memiliki hak untuk membela diri setelah invasi Rusia yang jelas melanggar Piagam PBB.
Dalam peringatan tiga tahun invasi Rusia, Betsa menyerukan kepada negara-negara dunia untuk mendukung perdamaian yang adil dan abadi, serta berdiri teguh pada prinsip-prinsip Piagam PBB.
Teguran dari Inggris dan Denmark
Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, memperingatkan bahwa jika Rusia dibiarkan menang, dunia akan memasuki era di mana batas-batas negara bisa digambar ulang dengan kekerasan.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Denmark, Lotte Machon, menegaskan bahwa dalam perundingan perdamaian, “tidak ada yang namanya Ukraina tanpa Ukraina, tidak ada yang namanya keamanan Eropa tanpa Eropa.”
Namun, wakil duta besar AS, Dorothy Shea, menanggapi bahwa resolusi-resolusi PBB sebelumnya yang mengecam Rusia tidak berhasil menghentikan perang.
Menurutnya, perang ini telah menimbulkan kerugian besar bagi Ukraina, Rusia, dan negara-negara sekitarnya.
Shea mengatakan bahwa yang dibutuhkan sekarang adalah resolusi yang menunjukkan komitmen semua negara PBB untuk mengakhiri perang secara langgeng.
Dewan Keamanan Terkunci oleh Veto Rusia
Di Dewan Keamanan PBB, Rusia menggunakan hak vetonya untuk memblokir amandemen Eropa terhadap resolusi AS, yang dianggap tidak efektif.
Resolusi yang disetujui hanya berisi permintaan agar konflik segera diakhiri dan mendesak perdamaian abadi antara Ukraina dan Rusia.
Meskipun demikian, Dorothy Shea menyebut resolusi tersebut sebagai “langkah pertama, namun langkah yang sangat penting” menuju perdamaian.
Majelis Umum PBB kini menjadi badan yang lebih penting bagi Ukraina karena Dewan Keamanan terhalang oleh hak veto Rusia.
Komitmen Terhadap Kedaulatan Ukraina
Majelis Umum PBB telah mengesahkan beberapa resolusi yang menuntut Rusia untuk segera menarik pasukannya dari wilayah Ukraina.
Resolusi terbaru ini menegaskan kembali komitmen terhadap kedaulatan Ukraina, dengan menyatakan bahwa “tidak ada perolehan wilayah yang sah melalui ancaman atau penggunaan kekuatan.”
Resolusi ini juga menuntut de-eskalasi, penghentian permusuhan, dan penyelesaian damai perang, dengan harapan perang ini dapat berakhir tahun ini.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)