TRIBUNJATIM.COM – Nasib guru honorer batal jadi PPPK padahal sudah 14 tahun mengabdi.
Status lulus-nya di SSCASN mendadak dibatalkan.
Ia mengaku mentalnya tak karuan mengetahui pengumuman tersebut.
Sosok guru honorer tersebut ialah Muhammad Hadi Nasrullah.
Guru Hadi harus telah pil pahit.
Pasalnya, statusnya sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) harus dibatalkan.
Padahal dia sudah mengabdi selama 14 tahun sebagai guru honorer di SDN 2 Lojejer Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Awalnya Hadi, yang telah mengabdi sebagai guru honorer selama 14 tahun, dinyatakan lulus pada 7 Januari 2025.
Namun statusnya berubah setelah pengumuman yang mengejutkan pada 17 Januari 2025.
“Kemarin itu guru diundur-undur pengumumannya, sampai melewati jadwal yang seharusnya,” kata Hadi pada Rabu (22/1/2025), dikutip dari Kompas.com.
Ia mengungkapkan, Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSD) Jember meminta guru honorer yang lulus melengkapi berkas administrasi, termasuk berkas kesehatan yang harus diurus ke rumah sakit dan dokumen dari kepolisian.
“Kami tahu itu bergerak, karena di akun SSCASN kami sudah bisa mengisi berkas, kebanyakan dari pengalaman yang sudah dinyatakan lolos 100 persen,” tambahnya.
Muhammad Hadi Nasrullah, satu dari 22 guru honorer di Kabupaten Jember yang lulus PPPK tapi dibatalkan. (Kompas.com/Bagus Supriadi)
Keluarga dan kerabat Hadi sudah mengetahui kabar kelulusannya.
Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Hadi setelah bertahun-tahun berjuang sebagai guru.
Namun, Hadi merasa syok ketika tidak dapat mengakses akun SSCASN-nya dan mendapati bahwa statusnya kembali kosong.
“Mental kami ga karuan,” ungkapnya.
Ia juga menyesalkan meskipun telah menerima surat edaran mengenai kelulusannya dari BKPSDM, tidak ada surat edaran yang menjelaskan alasan ketidaklulusannya.
“Tidak ada edaran, tapi saya tidak diluluskan,” papar Hadi.
Ia menuturkan, jika sudah dinyatakan lulus, seharusnya tidak ada pembatalan.
“Seharusnya pemerintah mengecek terlebih dahulu agar tidak membuat para guru kecewa,” tambahnya.
Hadi termasuk 22 guru honorer yang telah mengajukan permohonan keadilan terkait status mereka.
Sebab, para guru itu merupakan tulang punggung keluarga yang berharap dapat meningkatkan kesejahteraan melalui status PPPK.
Sebagai guru honorer, Hadi hanya menerima gaji sebesar Rp1.400.000 setiap bulan.
“Harapannya derajat kami diangkat, gajinya naik,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu (22/1/2025), sebanyak 22 guru honorer di Kabupaten Jember mendatangi kantor DPRD Jember untuk mempertanyakan status mereka yang telah dinyatakan lulus PPPK namun dibatalkan secara sepihak tanpa konfirmasi.
Ketua PGRI Jember, Supriyono, menyatakan bahwa 22 guru honorer tersebut diduga menjadi korban kebijakan karena mereka sudah dinyatakan lulus pada 7 Januari 2025.
Pada 7 Januari 2025, mereka sudah dinyatakan lulus PPPK dan telah mengurus berkas administrasi yang diperlukan.
Namun, pada 14 Januari 2025, muncul surat edaran dari Bupati Jember yang mengubah status kriteria honorer Kategori 2 (K2) dari tidak lulus menjadi lulus.
“Kami tidak ada masalah tentang K2 diluluskan, karena memang Panselnas meminta K2 secara otomatis lulus,” ujar Supriyono, melansir dari Kompas.com.
Namun, perubahan status ini berdampak pada 22 honorer yang sebelumnya dinyatakan lulus, sehingga mereka kini berubah menjadi tidak lulus.
Supriyono menduga adanya kelalaian panitia yang menyebabkan status kelulusan 22 honorer tersebut menjadi tidak jelas.
“Mestinya, jika 22 honorer K2 sudah dinyatakan lolos, mereka tidak perlu mengikuti tes lagi, tetapi ini tidak terjadi,” ungkapnya.
Akibat tidak lulusnya guru honorer K2, mereka melaporkan masalah ini kepada pemerintah, yang kemudian menyatakan mereka lulus sebagai PPPK.
Namun, hal ini justru menganulir status kelulusan guru honorer yang sebelumnya telah dinyatakan lulus.
Dengan demikian, para guru honorer tersebut bersama PGRI mendatangi kantor DPRD Jember untuk meminta keadilan dan penjelasan terkait pembatalan kelulusan PPPK mereka.
“Karena DPRD Jember sedang ada kegiatan di luar kota, kami tidak bisa bertemu,” tambah Supriyono, berharap agar ada solusi untuk masalah yang dihadapi para guru honorer tersebut.
Sementara itu, Nur Lailatul Mukaromah, salah seorang guru yang status kelulusannya dibatalkan, menyatakan kekecewaannya.
“Sudah 10 hari kami dinyatakan lulus dan sudah mengurus berkas, tiba-tiba ada pemberitahuan bahwa kami tergeser oleh honorer K2,” keluhnya.
Ia menuntut keadilan agar 22 guru honorer itu dapat diluluskan kembali menjadi PPPK.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com