Jakarta, Beritasatu.com – Stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah saat ini dinilai terlalu berfokus pada peningkatan konsumsi masyarakat, tanpa mendorong sektor investasi dan ekspor yang juga menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi.
Pandangan ini disampaikan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, sebagai respons atas lima paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah sejak 5 Juni 2025 lalu. Paket tersebut mencakup diskon transportasi, tarif tol, bantuan pangan, subsidi upah, serta diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
“Kebijakan ini memang bisa mendorong konsumsi, tetapi tidak menyentuh sisi investasi maupun ekspor,” ujar Esther saat dihubungi, Senin (9/6/2025).
Ia menegaskan, pertumbuhan ekonomi nasional tidak hanya bertumpu pada konsumsi rumah tangga, tetapi juga belanja pemerintah, investasi, dan ekspor. Oleh karena itu, kebijakan stimulus ke depan harus lebih terintegrasi dan menyasar semua sektor pendorong ekonomi.
“Kalau hanya konsumsi, pertumbuhannya hanya jangka pendek. Tapi kalau investasi dan ekspor naik, itu akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tambahnya.
Esther mendorong pemerintah agar menyusun kebijakan stimulus yang tidak hanya menyasar masyarakat, tetapi juga industri. Menurutnya, sektor industri saat ini membutuhkan ruang untuk bernapas, salah satunya melalui insentif fiskal seperti relaksasi pajak dan subsidi bunga pinjaman.
“Relaksasi pajak bagi industri bisa sangat membantu. Setelah kondisi membaik, barulah kewajiban pajak dikembalikan seperti semula,” jelasnya.
“Subsidi bunga kredit juga penting, karena banyak perusahaan yang masih memiliki kewajiban ke perbankan. Jika bunga bisa ditekan, cicilan akan lebih ringan, dan perusahaan bisa beroperasi lebih sehat,” sambung Esther.
