Jakarta, Beritasatu.com – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) telah mencapai Rp 892,36 triliun per 17 Maret 2025. Dari jumlah tersebut, kepemilikan investor asing dalam SRBI tercatat sebesar Rp 232,41 triliun atau sekitar 26,05% dari total nilai yang beredar. Rata-rata transaksi harian SRBI mencapai Rp 16 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa instrumen ini berperan dalam memperdalam pasar uang dan valuta asing, sekaligus menarik investasi asing ke sektor keuangan domestik.
“SRBI telah aktif diperdagangkan di pasar sekunder dengan transaksi rata-rata harian mencapai Rp 16 triliun, termasuk di antara bank,” ujar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI Maret 2025 di Gedung Thamrin, pada Rabu (19/3/2025).
Ia juga menambahkan bahwa sejak penerapan sistem dealer utama (primary dealer) pada Mei 2024, transaksi SRBI di pasar sekunder dan mekanisme repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar semakin meningkat. Hal ini berkontribusi terhadap efektivitas kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi.
Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 14 Maret 2025 mengalami penurunan, namun tetap menarik bagi investor asing. Jika pada awal Januari 2025 suku bunga berada di level 7,16%, 7,20%, dan 7,27%, kini telah turun menjadi 6,32%, 6,37%, dan 6,40%.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mencapai target inflasi, BI terus memperkuat strategi operasi moneter berbasis pasar.
Selain SRBI, instrumen Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) juga digunakan untuk meningkatkan aliran modal asing. Hingga 17 Maret 2025, total investasi asing yang masuk melalui SVBI mencapai US$ 2,3 miliar, sementara SUVBI menyumbang US$ 320 juta.
“Dealer utama tidak hanya aktif di SRBI, tetapi juga diperluas ke instrumen lain, seperti SVBI, SUVBI, serta Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA),” pungkas Perry saat menjelaskan dana investor asing.