TRIBUNNEWS.COM, MATARAM – Terungkap siapa sosok pendamping yang membantu Agus Buntung selama mendekam di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat sejak Kamis (9/1/2025).
Sosok ini pulalah yang kerap menenangkan Agus Buntung yang masih sering tantrum, menangis di sel karena menolak ditahan, ingin kembali ke rumah.
Diketahui karena Agus Buntung merupakan tersangka dugaan pelecehan seksual yang juga penyandang disabilitas, maka selama di tahanan dia mendapatkan bantuan tenaga pendamping.
Tenaga pendamping ini yang bakal membantu Agus selama berapa di sel khusus penyandang disabilitas dan lansia.
Ruangan yang ditempati Agus Buntung di Lapas Kuripan berbeda dengan tahanan lainnya, dimana fasilitas yang didapatkan seperti kamar mandi didalamnya, toilet jongkok dan toilet duduk, shower dan tenaga pendamping.
Sejumlah fasilitas ini dipastikan harus ramah untuk penyandang disabilitas.
Sosok Tenaga Pendamping Agus Buntung di Sel
I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung tersangka kasus dugaan pelecehan seksual fisik resmi ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat, Kamis (9/1/2025) lalu.
Agus mendapatkan tenaga pendamping selama di Lapas yang berasal dari narapidana setempat.
Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Joko Jumadi mengatakan, sosok pendamping Agus merupakan sepupunya yang juga narapidana.
“Sementara didampingi sepupunya kemarin, setelah masuk itu infonya masih sering nangis, untuk menenangkan dan membantu Agus dalam melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan sendiri,” kata Joko, Senin (13/1/2025).
Kondisi Agus Buntung Mulai Stabil Meski Masih Sering Menangis
Joko menjelaskan kondisi Agus sudah mulai stabil dibandingkan saat pertama kali dibawa ke Lapas, kendati demikian Agus juga sering menangis lantaran menolak untuk ditahan.
“Komunikasi dengan pihak Lapas saya lakukan, karena kemarin mau bunuh diri dan sebagainya perlu atensi dari kita,” ujar Joko.
Menurut Joko, penolakan itu merupakan hal yang biasa bagi tersangka saat akan ditahan di Lapas.
Diberitakan sebelumnya, Agus sempat menolak saat akan mengetahui dia akan ditahan di Lapas Kuripan, bahkan dia mengancam akan melakukan bunuh diri.
Ia juga sempat memohon kepada Kepala Kejari Mataram Ivan Jaka agar status penahanannya tetap sebagai tahanan rumah, Agus mengaku dia kesulitan pada saat buang air besar dan buang air kecil.
“Saya mohon pak biar saya di rumah, karena saya tidak biasa, ini saja terus terang saya tahan kencing,” kata Agus.
Ibunda Agus, Ni Gusti Ayu Ari Padni mengaku khawatir dengan kondisi anaknya jika ditahan di Lapas, alasannya selama ini Agus dalam melakukan aktivitas sehari-hari bergantung kepada dirinya.
“Tidak bisa sendiri, mau cebok mau apa, kalau dia normal saya lepas,” kata Padni saat mendampingi Agus di Kejari Mataram.
Kendati demikian Agus tetap di tahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat, dia diantar menggunakan mobil tahanan milik Kejari Mataram seperti tahanan pada umumnya.
Agus Buntung Huni Sel Tahanan Khusus Lansia dan Disabilitas, Tak Ada yang Spesial
Kepala Lapas Kelas IIA Kuripan, Muhammad Fadil buka-bukaan soal sel tahanan selama Agus Buntung tersangka kasus dugaan pelecehan seksual ditahan jelang persidangan.
Agus Buntung ditahan sejak Kamis (9/1/2025), dia menempati sel tahanan blok khusus lansia dan disabilitas yang kapasitasnya 20 orang.
“Dia saat ini berada di blok hunian bersama dengan 14 narapidana lainnya,” kata Kepala Lapas Kelas IIA Kuripan, Muhammad Fadil, Jumat (10/1/2025).
Fadil mengatakan, Agus diperlakukan seperti tahanan lainnya tanpa ruangan khusus.
“Jadi agus ini tidak ada ruangan khususnya, kita perlakukan sama dengan warga binaan yang lain,” ucap Fadil.
Adapun yang membedakan, lanjut dia, hanya di fasilitas yang digunakan di kamar mandi.
Seperti kloset yang digunakan adalah kloset duduk yang diperuntukkan bagi lansia dan disabilitas dan fasilitas ini sudah tersedia sejak awal.
“Jadi memang yang untuk warga binaan biasa klosetnya jongkok, sedang di kamar lansia dan disabilitas ini klosetnya duduk, kita siapkan karena memang mereka membutuhkan itu, kalau jongkok mereka akan kesusahan,” katanya.
Terkait tenaga pendamping, pihak Lapas akan melihat kondisi Agus.
“Kita lihat kalau dia mampu mengurus dirinya sendiri karena banyak disabilitas yang mampu mengurus dirinya sendiri, kalau begitu kita samakan dengan yang lain.
“Tapi kalau semisal MCK-nya terbatas kita perlakukan sama dengan WB yang sakit dan itu ada petugas yang membantu merawat mereka,” demikian Fadli.
Kepala Kejari Mataram Ivan Jaka mengatakan keputusan melakukan penahanan terhadap tersangka Agus sudah memenuhi aspek hasil visum, psikolog forensik, psikolog kriminal.
“Yang bersangkutan terpenuhi syarat objektif dan perbuatannya,” tegas Ivan.
Ivan menjelaskan ruang tahanan Agus sudah disiapkan secara khusus untuk penyandang disabilitas.
Tidak hanya itu juga nantinya tersangka akan mendapatkan tenaga pendamping.
Jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi NTB Dina Kurniawati membenarkan bahwa Agus sempat menolak saat dia ditetapkan sebagai tahanan Lapas.
“Kalau penolakan setiap tahanan rata-rata seperti itu, kita maklumi dengan kita antisipasi dan kita jaga,” kata Dina.
Dina mengatakan sebelum ditetapkan sebagai tahanan, Polda NTB, Kejaksaan Tinggi NTB dan Komisi Disabilitas Daerah (KDD) sudah mengecek ruang tahanan yang akan ditempati Agus.
“Kami sudah lakukan pemeriksaan sebelumnya di Lapas. Di sana sudah disiapkan ruangan khusus untuk disabilitas,” kata Dina.
I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung didampingi ibunya, saat berada di ruang tahanan Kejari Mataram sebelum dipindahkan ke Lapas Kuripan Kabupaten Lombok Barat, Kamis (9/1/2025). (Tribun Lombok)
Kuasa hukum Agus Buntung, Kurniadi mengatakan saat mendapatkan kabar bahwa akan ditahan di Lapas, Agus sempat memberontak.
“Tadi teriak-teriak di dalam itu merupakan dampak psikologis, Agus ini membayangkan sejak lahir sampai sekarang bergantung dengan ibunya,” kata Kurniadi.
Kurniadi mengatakan sebelum dilakukan penahan seharusnya Agus juga dilibatkan untuk melihat sendiri ruang tahanan yang akan tempati.
Pihaknya sudah mengajukan permohonan kepada Kejaksaan Tinggi NTB agar Agus tetap sebagai tahanan rumah.
“Pelaku ini penyandang disabilitas harus dilakukan perhatian khusus, jangan ujug-ujug tanpa dasar yang jelas melakukan penahan rutan,” kata Kurniadi.
Bukan hanya penilaian dari sejumlah pihak lalu kemudian dinyatakan layak untuk penyandang disabilitas.
Agus dijerat pasal 6 huruf A dan atau huruf E atau pasal 15 huruf E Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), juncto Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 300 juta. (tribun network/thf/Tribunnews.com/TribunLombok.com)