Soal Putusan MK, Disdik Kota Batu Bakal Petakan Sekolah Swasta yang Butuh Bantuan Anggaran Surabaya 11 Juni 2025

Soal Putusan MK, Disdik Kota Batu Bakal Petakan Sekolah Swasta yang Butuh Bantuan Anggaran
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        11 Juni 2025

Soal Putusan MK, Disdik Kota Batu Bakal Petakan Sekolah Swasta yang Butuh Bantuan Anggaran
Tim Redaksi
BATU, KOMPAS.com
– Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan negara menjamin pendidikan dasar gratis.
Termasuk di sekolah swasta termasuk di Kota Batu, Jawa Timur masih disosialisasikan.
Meski keputusan yang ditetapkan pada 27 Mei lalu ini bersifat final, implementasinya di lapangan.
Terutama bagi sekolah swasta belum berjalan tahun ini karena menunggu petunjuk teknis (juknis).
Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Kota Batu, Daud Andoko mengatakan, pihaknya telah menyosialisasikan wacana ini kepada sekolah-sekolah swasta.
“Kami sudah sampaikan informasinya, namun panduan teknis resmi dari pemerintah pusat belum ada,” ujar Daud, Rabu (11/6/2025).
Secara prinsip, Daud menilai gagasan ini bukanlah hal yang mustahil.
Ia mencontohkan SMP Diponegoro dan SMP PGRI di Kota Batu yang telah menyelenggarakan pendidikan gratis dengan mengandalkan sepenuhnya dana Bantuan Operasional Sekolah Nasional (Bosnas) dari pusat dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemkot Batu.
Namun, tantangan utamanya terletak pada keragaman model bisnis dan kualitas layanan sekolah swasta.
Regulasi saat ini masih mengizinkan sekolah swasta memungut biaya tambahan untuk menutupi kekurangan atau meningkatkan mutu layanan yang tidak didukung bantuan pemerintah.
“Ada sekolah yang memungut biaya untuk fasilitas premium seperti
boarding school
, atau untuk mendanai program pembelajaran kreatif yang menjadi keunggulan mereka,” jelasnya.
Beberapa sekolah swasta elite bahkan menolak menerima dana hibah pemerintah untuk menjaga independensinya.
Di sisi lain, banyak sekolah swasta yang membutuhkan pungutan untuk menutupi biaya operasional esensial seperti gaji guru dan kegiatan ekstrakurikuler.
Kondisi ini menuntut pemerintah untuk cermat.
“Pemerintah perlu melakukan kurasi atau pemetaan untuk mengidentifikasi sekolah mana yang benar-benar membutuhkan subsidi agar bisa gratis,” katanya.
Sebagai gambaran, dana Bosda dari Pemkot Batu adalah Rp 25.000 per siswa SD dan Rp 35.000 per siswa SMP.
Sementara itu, Bosnas dari pemerintah pusat mengalokasikan Rp 900.000 per tahun untuk siswa SD dan Rp 1,1 juta per tahun untuk siswa SMP.
Jika kebijakan
sekolah gratis
dipukul rata, maka potensi pembengkakan anggaran pemerintah sangat besar, karena sekolah swasta tidak lagi dapat menarik iuran dari orang tua siswa.
“Jika memang itu benar digratiskan, tentu ada potensi tambahan biaya dari pemerintah,” katanya.
Di lain pihak, kalangan pengelola sekolah swasta menyuarakan kekhawatirannya.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Kota Batu, Windra Rizkyana, mendesak agar wacana ini dikaji secara matang.
Menurutnya, masalah minimnya peminat di sebagian sekolah swasta tidak semata-mata karena faktor biaya.
“Faktanya, ada sekolah dasar negeri yang sudah pasti gratis pun masih sepi peminat. Ini bukti bahwa orang tua murid kini mencari kualitas, bukan sekadar sekolah gratis,” ungkapnya.
Windra, yang juga menjabat sebagai Kepala SMP Muhammadiyah 8 Kota Batu, khawatir jika dana pemerintah yang terbatas akan memaksa sekolah swasta untuk memangkas program-program unggulan yang selama ini menjadi daya tarik mereka.
“Jika sekolah harus mengorbankan kualitas dan inovasi hanya untuk menyesuaikan dengan anggaran pemerintah yang terbatas, maka cita-cita untuk menciptakan pendidikan berkualitas justru gagal tercapai. Ini sangat disayangkan,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.