TRIBUNNEWS.COM, BANTEN – Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten mencatat ada 12.000 pekerja di ‘Tanah Jawara’ yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Terbaru, yaitu dua perusahaan produksi sepatu, PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunnews.com pada Kamis (6/3/2025), PT Adis Dimension Footwear merupakan produsen sepatu olahraga merek ternama, Nike dan PT Victory Ching Luh merupakan produsen sepatu brand Adidas dan Reebok.
Informasi itu disampaikan Kepala Disnakertrans Banten, Septo Kalnadi.
Menurut dia, PT Adis Dimension Footwear melakukan PHK pada 1.500 karyawan. Sementara PT Victory Ching Luh sedang dalam proses PHK terhadap 2.000 karyawan.
“Ada dua perusahaan di Kabupaten Tangerang yang tutup dan melakukan PHK,” kata Septo di KP3B, Kota Serang, Rabu (5/3/2025).
Dia menjelaskan proses PHK telah dilakukan kedua perusahaan itu sejak bulan November hingga Januari 2025.
Saat ini, perusahaan sedang memproses hak-hak karyawannya yang di PHK.
“Sekarang sedang proses pembayaran hak-hak karyawannya. Masih prosesnya,” ucapnya.
Menurut Septo, penyebab kedua perusahaan tersebut melakukan PHK pada ribuan karyawan bukan karena kenaikan upah minimum kabupaten (UMK).
Akan tetapi, permintaan pesanan produk kedua perusahaan tersebut menurun. Sehingga, perusahaan menurunkan volume produksi yang berdampak pada pengurangan karyawan.
“Bukan karena UMK, tapi karena order dari pemegang merek berkurang. Sehingga dari berkurang order itu mereka mem- PHK,” katanya.
Septo menyebut, selama tahun 2024 sebanyak 12.000 orang karyawan di Provinsi Banten di-PHK, hanya beberapa saja yang haknya tidak dibayarkan oleh perusahaan.
“Setiap hari ada saja perusahaan yang minta izin untuk PHK. Izinnya ada di kabupaten/kota dan itu sekitar 12.000 karyawan selama 2024,” pungkasnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea melaporkan kedua perusahaan sepatu di Tangerang yang telah melakukan PHK terhadap ribuan karyawan itu adalah PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh.
“Saya sudah mendapatkan laporan dari pimpinan SPSI tingkat perusahaan dan terus melaporkan perkembangan perundingan antara serikat pekerja dan perusahaan,” kata Andi Gani kepada media di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Andi Gani yang juga Presiden Konfederasi Buruh ASEAN ini meminta pemerintah untuk bergerak cepat menangani masalah PHK yang kondisinya semakin mengkhawatirkan.
Dirinya meminta pemerintah secepatnya membentuk Satuan Tugas khusus masalah PHK yang terdiri dari lintas kementerian karena masalah PHK bukan hanya domain Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Adapun, langkah KSPSI saat ini berupaya terus melakukan komunikasi dengan seluruh pimpinan KSPSI tingkat perusahaan yang bergerak di industri sepatu tersebut.
Misalnya, terkait hak-hak buruh yang di-PHK tersebut terpenuhi.
Apalagi, jika dapat memberikan informasi lowongan pekerjaan untuk anggota KSPSI yang terkena PHK.
“Sudah ada beberapa perusahaan industri sepatu bersedia menerima anggota KSPSI yang terkena PHK karena mereka dikenal sudah berpengalaman dan punya produktivitas tinggi,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan kepada para pengusaha untuk menaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait prosedur PHK. Terutama mengenai kewajiban untuk melakukan perundingan bipartit dan dilakukan secara musyawarah
“Jika tidak ada kesepakatan bisa dilanjutkan ke pengadilan hubungan industrial yang harus berkekuatan hukum tetap,” ucapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten Septo Kalnadi mengungkapkan, bahwa PT Adis Dimension Footwear telah melakukan PHK terhadap 1.500 karyawannya.
Sementara, PT Victory Ching Luh sedang dalam proses PHK terhadap 2.000 karyawan. Menurut penjelasan yang disampaikan, kata Septo, penurunan pesanan dari pemegang merek menjadi faktor utama yang memaksa kedua perusahaan tersebut mengurangi volume produksi.
Hal ini diperkuat dengan keterangan bahwa salah satu perusahaan selama ini memasok beberapa seri sepatu untuk merek ternama seperti Nike.
“Order dari pemegang merek yang kurang sehingga mereka tidak mendapatkan order. Tidak mendapatkan order sehingga kan dari order itu mereka akan mem-PHK,” ungkap Septo.