Wafid menjelaskan sesar Bayah-Salak memiliki mekanisme geser mengiri (sinistral strike-slip) yang sesuai dengan parameter mekanisme fokus gempa. Itu sebabnya, guncangan saat gempa mengakibatkan beberapa kerusakan bangunan di Kecamatan Kabandungan, Sukabumi.
Secara umum, wilayah Sukabumi dan sekitarnya tergolong aktif secara seismik karena berada di dekat dua sumber utama gempa bumi. Yaitu zona subduksi di Samudera Hindia dan sesar aktif di darat.
“Gempa bumi yang dipicu oleh aktivitas sesar darat umumnya bersifat merusak meskipun dengan magnitudo yang kecil, hal ini terjadi pada kedalaman dangkal dan berdekatan dengan permukiman,” terang Wafid.
Sejarah Gempa Bumi di Sukabumi Sejak 1900
Mengacu catatan Badan Geologi, sejak tahun 1900, di wilayah Sukabumi setidaknya terjadi 21 kejadian gempa bumi merusak, dengan pusat gempa yang tersebar baik di laut maupun di darat.
Dikatakan Wafid, secara umum wilayah Jawa Barat, termasuk Kabupaten Sukabumi, dipengaruhi interaksi tektonik antara Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara dan menunjam ke bawah Lempeng Eurasia di sepanjang Zona Subduksi Jawa.
Aktivitas tektonik tersebut membentuk deformasi kerak yang kompleks, ditandai oleh keberadaan zona subduksi, sistem sesar mendatar, sesar naik, serta sesar-sesar lokal yang berkembang di Jawa Barat.
“Struktur tektonik ini berperan penting sebagai sumber gempa bumi di Sukabumi, baik yang berasal dari zona subduksi maupun dari sesar aktif di dekat permukaan,” tutur Wafid.
Kondisi (morfologi) wilayah di sekitar pusat gempa bumi Sukabumi bervariasi mulai dari dataran aluvial di bagian utara, perbukitan bergelombang di wilayah tengah, hingga pegunungan terjal di bagian selatan yang berhubungan dengan aktivitas vulkanisme dan tektonik regional.
Secara geologi, daerah ini tersusun oleh batuan sedimen berumur tersier berupa batu pasir, batu lempung, dan batu gamping, disertai satuan batuan gunung api berumur Kuarter yang terdiri atas lava, breksi, dan tuf yang membentuk perbukitan serta pegunungan.
“Di lembah sungai dan dataran rendah berkembang endapan aluvial muda berumur Holosen yang tersusun oleh kerikil, pasir, lanau, dan lempung. Gambar 3 memperlihatkan kondisi umur batuan di sekitar sumber gempa bumi,” sebut Wafid.
Keberadaan batuan muda serta sedimen permukaan yang telah mengalami pelapukan berpotensi memperkuat guncangan gempa bumi. Sehingga intensitas guncangan di permukaan dapat lebih besar dibandingkan di daerah dengan batuan kompak.
Kekerasan batuan di wilayah Sukabumi dipengaruhi oleh umur dan litologi, batuan yang lebih muda atau telah mengalami pelapukan memiliki kekuatan lebih rendah dibandingkan batuan tua dan kompak.
“Berdasarkan kondisi geologi dan geoteknik, wilayah sekitar pusat gempa bumi di Sukabumi dapat diklasifikasikan ke dalam kelas tanah C (tanah keras) dan D (tanah sedang) berdasarkan nilai Vs30, sehingga variasi tingkat amplifikasi guncangan gempa bumi sangat bergantung pada kondisi setempat,” sebut Wafid. Itu sebabnya, masyarakat juga diimbau menghindari area tebing yang berpotensi mengalami gerakan tanah, terutama saat turun hujan. Untuk bangunan di wilayah rawan gempa bumi perlu dirancang sesuai kaidah bangunan tahan gempa serta dilengkapi dengan jalur evakuasi, guna mengurangi risiko kerusakan dan korban jiwa.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5359756/original/026244400_1758688212-peta_geologi_gempa_bumi_timur_laut_sukabumi_jawa_barat.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)