Sekubal tidak hanya memiliki rasa yang menggoda dengan tekstur kenyal dan rasa gurih dari santan yang menyerap hingga ke dalam, tetapi juga menyimpan simbol filosofi masyarakat Lampung tentang ketekunan dan kesabaran.
Setiap lapis dalam proses pembuatannya menggambarkan nilai kerja keras, keterikatan keluarga, dan penghormatan terhadap leluhur. Di masa lalu, Sekubal kerap dijadikan sebagai bekal perjalanan jauh atau hantaran pernikahan, karena daya tahannya yang cukup lama.
Dalam tradisi Lebaran, Sekubal menjadi suguhan istimewa yang dihidangkan bersama serundeng kelapa, rendang, atau gulai, menciptakan kombinasi rasa yang tak terlupakan. Bahkan, hingga kini, banyak keluarga di Lampung yang tetap mempertahankan tradisi membuat Sekubal sendiri, sebagai wujud pelestarian budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Sayangnya, seiring dengan bergesernya pola hidup modern dan semakin jarangnya masyarakat yang membuat makanan tradisional secara manual, eksistensi Sekubal mulai mengalami tantangan. Banyak generasi muda yang mengenal makanan cepat saji lebih dalam daripada kudapan-kudapan adat seperti Sekubal.
Namun demikian, beberapa komunitas pecinta kuliner tradisional di Lampung kini mulai bergerak, mengadakan festival makanan, pelatihan membuat Sekubal, hingga menjadikannya sebagai oleh-oleh khas daerah yang dijual secara daring.
Upaya-upaya semacam ini menjadi harapan baru untuk menjaga Sekubal tetap hidup dan dikenal luas, bukan hanya oleh masyarakat Lampung, tetapi juga oleh seluruh penjuru Indonesia, bahkan dunia. Sebab, Sekubal bukan sekadar makanan, melainkan cerminan jati diri dan kebanggaan dari tanah Sai Bumi Ruwa Jurai.
Penulis: Belvana Fasya Saad
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/931266/original/079922800_1437195220-sekubal.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)