Sekolah Swasta Gratis di Jakarta Hanya untuk Menengah ke Bawah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta tengah gencar menekankan pentingnya pendidikan yang merata di Jakarta tanpa memandang kelas ekonomi.
Agar anak-anak, khususnya dari kalangan tak mampu, mendapatkan pendidikan hingga tuntas, Pemprov dan DPRD segera menghadirkan program
sekolah
swasta gratis di Jakarta yang rencananya dimulai pada Juli 2025.
Program ini akan diberikan kepada peserta didik di tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) swasta.
Pembahasan mengenai program
sekolah swasta gratis
telah berlangsung sejak dua tahun lalu di Komisi E DPRD Jakarta. Hal ini dikatakan oleh Wakil Ketua DPRD Jakarta Ima Mahdiah.
Ima menegaskan bahwa anak-anak yang berhak mendapatkan program ini adalah mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu.
“Yang harus menjadi catatan bahwa ini (program
sekolah swasta gratis di Jakarta
) bukan untuk kalangan mampu,” ujar Ima saat ditemui di Gedung DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2024).
Nantinya, selain biaya sekolah yang gratis, Pemprov akan menambah bantuan sosial berupa perlengkapan sekolah seperti seragam dan buku.
Dengan bantuan tersebut, anak-anak dari keluarga tak mampu dapat mengenyam pendidikan tanpa memikirkan biaya apa pun.
Mekanisme pemberian bantuan sosial perlengkapan sekolah itu saat ini masih dievaluasi oleh Pemprov dan DPRD.
“Mekanismenya masih dievaluasi terus, tapi kalau saran saya tetap pakai kartu, uangnya dialokasikan untuk seragam dan alat sekolah, enggak dipakai untuk yang lain,” imbuh dia.
Karena sasarannya anak-anak ekonomi kelas menengah ke bawah, klasifikasi sekolah swasta gratis juga perlu dipetakan di kawasan yang padat penduduk.
Pemprov dan DPRD akan memastikan di kawasan itu tidak banyak orangtua dari kalangan mampu yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
“Pertama, sekolah swasta tersebut memang (berada) di wilayah padat penduduk. Yang kondisi wilayahnya banyak orang susahnya. Yang kedua, tidak ada orang mampu yang sekolah di tempat tersebut, itu yang jadi prioritas,” ucapnya.
Ima menuturkan, klasifikasi sekolah swasta akan dipetakan sesuai tingkatan atau grade sekolah.
Sekolah
swasta “high class” dipastikan tak ikut kerja sama.
Terlepas dari itu, sekolah swasta yang bekerja sama dengan Pemprov Jakarta terkait program ini harus bisa menjamin setiap anak mendapat pendidikan yang adil.
“Walaupun anak tersebut (sekolah) gratis, tapi harus dapat pendidikan yang layak,” ucapnya.
Ima juga meminta guru-guru bersikap adil dan tidak membeda-bedakan murid, sekalipun siswa tersebut peserta program sekolah gratis.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Jakarta Purwosusilo mengatakan, target pemerintah untuk program sekolah swasta gratis adalah klaster 1 hingga klaster 3, bukan klaser 4 dan 5.
Sekolah swasta klaster 4 dan klaster 5 yang sudah dinilai sebagai sekolah swasta elite, tidak termasuk dalam program ini.
Kriteria sekolah swasta yang menjadi target sekolah gratis antara lain bersedia bekerja sama lalu menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat selama tiga tahun terakhir tanpa terputus.
Kemudian, peserta didik memiliki NIK Jakarta dan jumlah peserta didik di sekolah tersebu minimal 60 orang per satuan pendidikan sesuai regulasi BOS.
Selain itu, telah terselenggara proses belajar-mengajar tanpa ada kelas yang terputus.
“Kalau SD berarti kelas 1 sampai 6 ada lengkap. Begitu juga SMP kelas 7 sampai 9 dan SMA atau SMK kelas 10 sampai 12,” kata Purwo.
DPRD Jakarta dan Pemprov telah menyepakati besaran nilai rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD tahun anggaran 2025 sebesar Rp 91,1 triliun.
Total anggaran untuk program sekolah swasta gratis dan bantuan biaya perlengkapan sekolah Rp 2,3 triliun.
Jika dirinci, Rp 1,6 triliun untuk program sekolah swasta gratis di Jakarta dan Rp 700 miliar untuk bantuan perlengkapan sekolah.
“Anggaran Rp 1,6 triliun, tapi ada tambahan Rp 700 miliar untuk yang itu tadi. Nanti berupa bantuan seragam dan buku-buku itu, mungkin kita sebutnya KJP-nya juga,” ujar Ima.
Ia mengatakan, anggaran tambahan tersebut harus digunakan untuk kebutuhan pendidikan, seperti pembelian seragam dan alat-alat sekolah.
Ima tidak ingin KJP disalahgunakan kembali. Sebab temuan di lapangan, KJP malah digunakan untuk membayar cicilan motor, membeli kebutuhan sembako dan sebagainya.
“Jadi kami lebih memprioritaskan untuk keperluan sekolah,” kata Ima.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.