Sejumlah Toko di Pasar Induk Cipinang Tutup, Pedagang Ketakutan Usai Ramai Isu Beras Oplosan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah gudang dan toko di Pasar Induk Beras Cipinang, Pasangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur, tampak tutup setelah muncul isu beras oplosan, Sabtu (9/8/2025).
Kompas.com
menelusuri Blok A di pasar tersebut dengan berjalan kaki.
Beberapa gudang berkelir hijau terlihat sepi tanpa aktivitas transaksi, dengan pintu rolling door tertutup rapat.
Hanya beberapa sepeda motor terparkir di depan toko dan gudang.
Namun, di salah satu toko di Blok A masih tampak aktivitas pengangkutan beras dari mobil bak terbuka ke dalam gudang.
Di dekat Blok A, sejumlah truk parkir dan sopirnya berteduh di depan toko dan gudang yang tutup untuk menghindari teriknya matahari.
Penutupan toko dan gudang juga terlihat di area Blok L, tanpa ada aktivitas transaksi.
Meski begitu, di blok lain, seperti Blok I, transaksi jual beli masih berjalan cukup ramai, dengan pembeli yang terus berdatangan.
Antok (45), pedagang di Blok K Pasar Induk Beras Cipinang, mengungkapkan bahwa toko-toko di Blok A tutup karena para pedagang takut akibat isu beras oplosan.
“Itu pada tutup. Kenapa? Karena memang dia ketakutan. Jadi, untuk menekan harga beras, ya diaduk sama beras broken, beras patah,” kata Antok saat ditemui Kompas.com di depan tokonya, Sabtu (9/8/2025).
“Cuma sekarang enggak berani kerja. Takut kena razia tadi. Tutup semua itu. Coba saja ke gudang. Tutup semua,” tambah dia.
Biasanya, Senin sampai Jumat, para pedagang ramai karena banyak konsumen.
Namun, selama tiga pekan terakhir, mereka memilih tutup usaha daripada merugi.
“Ya itu karena harga tinggi, menurunkan harga juga harus menurunkan kualitas (beras) juga. Kalau menurunkan kualitas, ditangkap Satgas. Ya mending libur,” tegas dia.
Meski demikian, Antok masih membuka tokonya di tengah isu beras oplosan.
Ia merasa tenang karena usahanya melayani beras tradisional yang dijual dalam karung kecil dan curah.
“Kalau saya kan melayani beras tradisional. Tapi biasanya itu karung kecil. Karung kecil itu jadi sorotan. Kalau karung gede itu beras curah. Beras curah itu jualnya literan,” ujarnya.
“Mereka (Satgas) itu kurang fokus ke situ, fokusnya ke karung kecil, yang biasa masuk ke ritel,” jelas Antok.
Antok membantah adanya peredaran beras oplosan di Pasar Induk Beras Cipinang. Menurutnya, yang terjadi adalah penurunan mutu atau kualitas beras.
Hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara harga gabah yang tinggi dengan harga jual yang harus mengikuti Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Di satu sisi harga gabah mahal sekali, di sisi lain HET tidak mengalami kenaikan. Turun mutu di sini artinya bahwa kualitas beras premium itu kadar broken kurang lebih 5 persen,” katanya.
“Kemudian diturunkan kualitasnya menjadi 10 persen sampai 25 persen. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menghindari kerugian yang harus ditanggung produsen beras,” tambah Antok.
Antok berupaya meluruskan agar masyarakat tidak salah paham terkait isu beras oplosan.
Ia juga menyebutkan harga seluruh jenis beras di Pasar Induk Beras Cipinang, termasuk tokonya, naik sejak Maret 2025.
Beras medium dari Rp 12.000 per kilogram naik menjadi Rp 13.500, sedangkan beras premium dari Rp 13.000 menjadi Rp 14.500.
Pemerintah menetapkan HET beras premium sebesar Rp 14.900 per kilogram.
Menurut Antok, harga tersebut adalah harga di tingkat distributor, sehingga harga di pengecer biasanya lebih tinggi.
“Jadi, karena harganya mahal, produsen itu kalau enggak diturunkan mutunya, dia pasti rugi, jatuhnya di Rp 16.000-an per kilogram. Sementara HET-nya kan cuma Rp 14.900 per kilogram,” jelasnya.
“Dalam industri bisnis beras, praktik aduk-mengaduk beras itu wajar. Yang tidak boleh diaduk itu beras pemerintah yang bersubsidi. Jadi, kalau beras dicampur beras itu sah-sah saja,” tambah Antok.
Antok juga menyebut bahwa belakangan ini terjadi kelangkaan beras di pasar modern atau ritel seperti Alfamart dan Indomaret.
Menurutnya, para mitra pemasok tidak mampu menyediakan beras berkualitas sesuai ketentuan, sementara harga jual harus di bawah HET.
“Dari segi bahan memang sudah enggak nutut. Nutut itu intinya ketemu. Modal di penjualan itu sudah enggak ketemu, rugi. Modalnya tinggi, harga HET-nya masih Rp 14.900,” kata dia.
“Kalau dipaksa isi (ke pasar ritel), dia rugi, kalau diturunin kualitas ditangkap kayak kemarin itu. Makanya produsen-produsen itu sudah enggak isi lagi. Sudah setop produksi,” tambah Antok.
Kompas.com telah mencoba mewawancarai pedagang lain di Pasar Induk Beras Cipinang, namun mereka memilih menolak berkomentar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sejumlah Toko di Pasar Induk Cipinang Tutup, Pedagang Ketakutan Usai Ramai Isu Beras Oplosan Megapolitan 9 Agustus 2025
/data/photo/2025/08/09/689709271589d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)