Sebut Upah Murah Gagal Cegah PHK, FSPIP Jateng: Anggapan Pengusaha Tidak Sesuai Fakta Lapangan
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP) Jawa Tengah menyoroti kondisi ketenagakerjaan di provinsi ini yang dinilai bertentangan.
Pasalnya pengusaha menolak kenaikan upah tinggi dengan alasan efisiensi dan produktivitas, namun faktanya upah murah yakni
UMP
2025 Jateng Rp 2,1 juta masih gagal mencegah Jawa Tengah dari pemutusan hubungan kerja (PHK) tertinggi secara nasional.
Ketua
FSPIP
Jawa Tengah sekaligus anggota Dewan Pengupahan Jawa Tengah, Karmanto mengatakan, anggapan bahwa upah murah dapat mencegah PHK terbukti tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Jawa Tengah ini kalau kita berbicara upah murah ya nomor satu. PHK juga nomor satu. Katanya kalau upahnya tinggi nanti perusahaan-perusahaan pada tutup, faktanya Jawa Tengah ranking-nya PHK,” ujar karmanto saat dikonfirmasi, Rabu (24/12/2025).
Ia mempertanyakan kebijakan pengupahan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL)
buruh
, sementara angka PHK tetap tinggi.
“Upahnya murah lagi nomor satu. Apa yang dibanggakan? Manakala upah ini tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup layak,” tegasnya.
Karmanto menegaskan, penetapan upah seharusnya mengacu pada pemenuhan 100 persen KHL sebagaimana diamanatkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2023.
Putusan tersebut mewajibkan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi menetapkan
UMK
, UMSK, UMP, dan UMSP berbasis KHL.
“Kebutuhan hidup layak setidak-tidaknya harus 100 persen KHL. Itu sesuai dengan amar putusan MK. Jangan dinego-nego lagi karena itu sudah standar,” katanya.
Ia juga mengkritik sikap Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang menolak penggunaan formula kenaikan upah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025, termasuk penolakan terhadap nilai alfa 0,9 dalam pembahasan Dewan Pengupahan Provinsi.
“Di Dewan Pengupahan Provinsi mereka menolak kenaikan 0,9. Padahal buruh Jawa Tengah belum menerima 100 persen KHL. Harapan kami bisa naik setidak-tidaknya 7,5 persen,” ujarnya.
Menurut Karmanto, usulan Apindo yang hanya mengajukan kenaikan di kisaran 4,5 persen dinilai jauh dari harapan buruh dan tidak mencerminkan prinsip keadilan.
“Ini jauh dari harapan. Naik 4,5 persen saja itu tidak manusiawi,” tegasnya.
Dalam sidang pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah, Karmanto mengaku terus memperjuangkan agar UMP tahun 2026 mampu mendekati pemenuhan KHL. Meski demikian, ia mengakui pemenuhan KHL secara penuh belum dapat terealisasi dalam waktu dekat.
“Untuk tahun 2026 ini KHL masih sekitar 75 persen karena nilai kenaikannya baru (diusulkan) sekitar 7,5 persen. Tapi ini progres agar UMP atau UMK tahun 2027 bisa 100 persen KHL,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sebut Upah Murah Gagal Cegah PHK, FSPIP Jateng: Anggapan Pengusaha Tidak Sesuai Fakta Lapangan Regional 24 Desember 2025
/data/photo/2025/09/13/68c51be3c4839.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)