“Saya Enggak Mau Pulang”, Cerita Safara Temukan Rumah Kedua di Sekolah Rakyat Regional 20 Oktober 2025

“Saya Enggak Mau Pulang”, Cerita Safara Temukan Rumah Kedua di Sekolah Rakyat
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        20 Oktober 2025

“Saya Enggak Mau Pulang”, Cerita Safara Temukan Rumah Kedua di Sekolah Rakyat
Tim Redaksi
LOMBOK BARAT, KOMPAS.com
– Lebih dari tiga bulan lamanya, Lusiana Safara (13) bersekolah di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) di Sentra Paramita, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Selama belajar di Sekolah Rakyat dan tinggal di asrama, remaja yang bercita-cita menjadi guru IPA ini mengaku senang dan betah tinggal di asrama.
“Senang, saya enggak mau pulang, saya senang di sini karena ada Bu Guru,” kata Safara ditemui
Kompas.com
di SRMP Sentra Paramita.
Safara merupakan seorang piatu yang berasal dari Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
Ibunya sudah meninggal, sedangkan ayahnya merantau ke Bali untuk mencari nafkah.
Sebelum masuk Sekolah Rakyat, sehari-hari Safara tinggal bersama nenek dan kakaknya yang sudah menikah.
Ia mengaku senang tinggal di asrama sekolah rakyat karena memiliki banyak teman.
Selain gratis, fasilitas di asrama dan sekolah rakyat juga lengkap.
Disediakan mulai dari makan, pakaian seragam, buku, dan kebutuhan pribadi siswa.
“Bagusan di sini ada kita dikasih laptop besok sama-sama satu, ada perpustakaan, ada lapangan bola,” kata Safara.
Di Sekolah Rakyat, Safara juga berkesempatan mengikuti lomba dongeng yang diselenggarakan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Hal yang sama juga dirasakan Muliyadi (13), siswa SRMP asal Kediri Lombok Barat yang berhasil masuk 20 besar dalam lomba Bahasa Inggris dan IPA di Kota Mataram.
Muliyadi mengaku senang bisa belajar dan tinggal di Sekolah Rakyat.
“Seru di sini, makan tiga kali sehari,” kata Muliyadi.
Sekolah Rakyat Menengah Pertama di Sentra Paramita Lombok Barat ini merupakan angkatan pertama dengan jumlah 100 siswa.
Mayoritas siswa yang bersekolah di Sekolah Rakyat merupakan anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
Kepala SRMP Lombok Barat, Satria Irwandi mengatakan, awal sekolah rakyat ini berdiri, banyak siswa siswi yang menangis karena harus tinggal di asrama dan berpisah dengan keluarganya.
“Pada saat pertama ya seperti biasa ada yang histeris nangis sekian orang nangis semua terutama cewek, hampir setengahnya menangis,” ujar Satria Irwandi.
Setelah melakukan evaluasi dan pendekatan serta membangun
bonding
antara guru dan siswa, para siswa akhirnya betah berada di asrama sekolah.
Kurikulum yang dipakai di sekolah rakyat ini sama dengan sekolah reguler dan menerapkan sistem
full day.
Selain itu, ada kegiatan asrama untuk peningkatan pendidikan karakter, kedisiplinan, bahasa asing dan kegiatan agama.
Pihaknya ingin anak-anak dari sekolah rakyat mampu bersaing dengan siswa lain dari sekolah negeri dan swasta.
“Banyak kegiatan saya ikutkan anak-anak untuk membangun kepercayaan diri, bahwa mereka bisa sejajar dengan orang lain,” kata Satria.
Sekolah Rakyat merupakan salah satu program prioritas presiden Prabowo Subianto, untuk memberikan akses pendidikan gratis untuk anak-anak dari keluarga yang miskin dan miskin ekstrem berdasarkan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
“Sekolah Rakyat itu sekolah berasrama gratis, jadi karena konsepnya asrama gratis makan ditanggung 3 kali sehari dan
snack
2 kali sehari, ada bed satu-satu, meja belajar kursi satu-satu, nanti laptop satu-satu,” kata Kepala Sentra Paramita Mataram, Arif Rohman.
Di dalam asrama juga terdapat kamar mandi dengan fasilitas wastafel, toilet duduk dan kamar mandi dengan
shower.
Seluruh kebutuhan sekolah, pakaian seragam dan kebutuhan pribadi para siswa disediakan oleh sekolah rakyat.
Arif Rohman mengatakan, dana untuk satu siswa di sekolah rakyat adalah Rp 48 juta per tahun.
Anak-anak lulusan sekolah rakyat ini nantinya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi pilihannya dengan bantuan pendidikan KIP kuliah ataupun bekerja.
“Anak-anak ini diubah jadi
zero to hero
agen-agen perubahan yang nanti bermanfaaat bagi keluarganya dan komunitas sekitarnya. Walaupun dari orang miskin tapi ini calon-calon pemimpin bangsa,” kata Arif.
Saat ini, ada lima rintisan sekolah rakyat yang ada di NTB.
Selain sekolah rakyat jenjang SMP di Sentra Paramita (100 siswa), ada juga sekolah rakyat jenjang SMA di Lombok Timur (125 siswa), sekolah rakyat jenjang SD di Gunung Sari (100 siswa) dan sekolah rakyat jenjang SD di Sumbawa (75 siswa).
Dalam waktu dekat akan dibangun Sekolah Rakyat yang bisa menampung 1.000 siswa jenjang SD, SMP, SMA dilengkapi lapangan sepakbola berstandar internasional di atas lahan 8-10 hektar di Kabupaten Lombok Utara (KLU).
Pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan sejumlah kepala daerah di NTB untuk menyediakan lahan guna pembangunan sekolah rakyat.
Jika lahan sudah tersedia, selanjutnya sekolah rakyat akan dibangun oleh kementerian PUPR.
“Kita perjuangkan ada 4 lagi di sini dengan kapasitas 1.000 (siswa) per satu sekolah, anggaran pembangunan untuk satu sekolah rakyat menelan Rp 300 miliar,” kata Arif.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.