TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati mengungkapkan adanya sejumlah penyelewengan penyaluran dan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di sejumlah wilayah Indonesia.
Misalnya, kata dia, di Kabupaten Gianyar, Bali, analisis terhadap rekaman CCTV dan data digitalisasi nozzle mengungkap adanya penggunaan BBM oleh kendaraan yang seharusnya tidak mengkonsumsi BBM subsidi.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR dengan Kepala BPH Migas Erika Retnowati, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).
“Ini di Bali ada kita temukan penyaluran kepada enam konsumen pengguna. Jadi ada JBT yang disalurkan kepada kendaraan TNI, kemudian ada juga penjualan dengan jeriken yang tidak ada surat rekomendasinya,” kata Erika.
Penyelewengan BBM bersubsidi juga terjadi di Sumatera Barat, khususnya di Kabupaten Sijunjung dan Kota Padang. Erika mengatakan, pada Agustus 2024 lalu ditemukan penyaluran tidak wajar.
Total volume koreksi di Kabupaten Sijunjung mencapai 1,11 kiloliter. Sementara di Kota Padang mencapai 7,24 kiloliter.
“Kita temukan penyaluran yang tidak wajar dengan pembelian berulang, dengan QR code yang berbeda-beda ke mobil Innova, kemudian ada juga yang berupa truk, itu kami temukan juga,” ucapnya.
Kemudian, kata Erika, penyelewengan juga terjadi di Kabupaten Mempawah dan Kota Singkawang di Kalimantan Barat, pada Juni 2024. Di mana ditemukan pola penyaluran serupa, yakni pembelian berulang dengan QR code berbeda terdeteksi pada beberapa kendaraan.
“Di Kalimantan Barat itu kurang lebih sama pembelian berulang dengan QR code yang berbeda-beda,” pungkas Erika.
Diberitakan sebelumnya, Komisi XII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati, pada Senin (10/2/2025).
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya itu, ramai-ramai anggota dewan menyoroti masih maraknya praktik penyelewengan BBM Bersubsidi.
Shanty Alda, anggota Komisi XII DPR F-PDIP menyebut hingga awal 2025 ini, masih marak terjadi kasus penimbunan BBM Bersubsidi, hingga praktik SPBU nakal.
“Dan ini banyak terjadi di Bali, itu banyak sekali kasus yang membeli BBM (bersubsidi) dalam jumlah besar pertalite ya dan dijualnya dalam bentuk dimasukkan ke jeriken dan dijual ke pengecer-pengecer itu di Bali,” kata Shanty di Ruang Rapat Komisi XII DPR, Senayan, Jakarta.
“Dan juga banyak di berbagai tempat di Aceh, NTT kenakalan-kenakalan SPBU itu dispensernya banyak diakali,” lanjutnya.
Sebab itu, Shanty mempertanyakan sistem pengawasan yang dilakukan BPH Migas.
“Sistem pengawasan itu bagaimana? kecurangan ini apakah ada satuan khusus di Pertamina yang mempelajari dan investigasi adanya kecurangan distribusi BBM bersubsidi ini? dan bagaimana koordinasi dengan kepolisian dan instansi lainnya?” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi XII DPR RI FPKS Nevi Zuairina, meminta BPH Migas memberi sanksi tegas kepada SPBU nakal.
Dia mengusulkan agar ada penutupan SPBU nakal supaya ada efek jera.
“Kalau tidak keras efek jeranya hanya sekadar pengurangan kuota itu rasanya belum keras kalau bisa kita tutup SPBU nya, tidak pandang bulu,” ujarnya.
Anggota Komisi XII DPR RI F-Demokrat Mulyadi, mendorong BPH Migas untuk meningkatkan sistem pengawasan. Hal ini penting untuk mendeteksi indikasi praktik kecurangan.
“Dari hasil rapat kita sebelumnya dapat kita sebelumnya bahwa aboh ini kekurangan personel, maka dari itu mendorong penguatan sistem karena kalau kita tidak punya pengawasan cukup, kita harus punya sistem agar sistem kita mendeteksi indikasi terhadap hal-hal yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.