Saat Bunyi Lonceng Gereja Selamatkan Ratusan Warga Tapanuli Utara dari Banjir…
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Hujan lebat hingga tengah malam seharusnya menjadi waktu beristirahat bagi ratusan warga di Parsikkaman pada Senin, 24 November 2025 lalu.
Namun, suasana tenang yang seyogyanya dimanfaatkan untuk tidur justru berubah jadi riuh setelah
lonceng gereja
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) berbunyi keras pada pukul 23.00 WIB.
Suara itu jadi penanda agar warga Dusun Parsikkaman, Desa Pagaran Lambung I, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten
Tapanuli Utara
, Sumatera Utara, segera keluar meninggalkan rumah karena telah terjadi banjir.
“Kemarin itu, tengah malam, jam sebelas, kami tahu itu bencana saat Pendeta menyalakan giring-giring (lonceng) gereja. Kami terbangun dan keluar, air sudah selutut saya,” kata Firman Susi Hutauruk saat ditemui di rumahnya di Dusun Parsikkaman usai membagikan bantuan, Jumat (20/12/2025).
Lonceng dibunyikan Pendeta Resort HKBP Parsikkaman, Castel Sianipar. Gereja terletak di atas bukit dan di bawahanya terdapat sungai dan rumah-rumah warga. Air tidak hanya datang dari sungai, tapi juga lewat dari samping gereja tersebut.
Saat lonceng dibunyikan, kata Firman, orang-orang yang datang dari arah gereja membangunkan semua warga agar melarikan diri menjauh dari rumah masing-masing.
“Ayo kabur, air sudah setinggi lutut. Makanya kami kabur ke sana ke tempat yang lebih tinggi,” kenang Firman, sembari menunjuk lokasi pengungsian.
Ketika itu, kata dia, Amang (panggilan untuk Pendeta), tetap berada di gereja, tidak ikut mengungsi, karena memantau longsor sampai situasi aman. Padahal saat itu, arus listrik sudah padam sehingga desa tersebut gelap gulita.
Setelah warga mengosongkan rumah, musibah ternyata belum selesai. Pada Selasa (25/11/2025) pukul 03.00 WIB dini hari, air berwarna kuning pekat datang lagi, tanah longsor dan kayu terbawa air datang memasuki rumah-rumah warga yang berada di tepi jalan.
Saat hari sudah terang, terlihat sejumlah tebing longsor, rumah-rumah warga ditimpa pohon, tanah hingga batu. Firman mengatakan, ada tiga orang warga yang ditemukan meninggal dunia di dusun tersebut karena tertimbun material longsor.
“Tiga meninggal dunia. Listrik di kampung mati selama lima hari dan ada tujuh rumah habis. Tidak bisa digunakan lagi. Sebanyak 20 kepala keluarga terpaksa mengungsi,” ucap Firman.
“Itu lah dipakai selama belum ada bantuan dari pemerintah dan masyarakat. Komunikasi pun putus. Hari ke-7 baru ada Starling,” tutur Firman.
Perempuan yang bekerja sebagai penenun Ulos itu mengatakan, pascabanjir dan longsor, kondisi di desa banyak warga yang sakit ringan, seperti pilek, batuk hingga demam. Namun begitu, bantuan logistik dari pemerintah sangat cukup.
“Cuma ini yang perlu diperbaiki. Dampak longsornya supaya kembali seperti awal, seperti gorong-gorong. Masih tersumbat, karena kalau hujan deras di sini bisa banjir,” tukas Firman.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Saat Bunyi Lonceng Gereja Selamatkan Ratusan Warga Tapanuli Utara dari Banjir… Medan 21 Desember 2025
/data/photo/2025/12/21/6946f39e00f13.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)