TRIBUNNEWS.COM – Rusia dan Ukraina saling melakukan serangan udara pada Sabtu (15/3/2025) malam waktu setempat.
Kedua pihak melaporkan lebih dari 100 pesawat tak berawak atau drone musuh di wilayah masing-masing.
Serangan itu terjadi kurang dari 24 jam setelah Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu utusan Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff.
Keduanya bertemu untuk membahas rincian proposal AS untuk gencatan senjata 30 hari dalam perang Rusia dengan Ukraina.
Berbicara dalam konferensi pers pada Kamis (13/3/2025), Putin mengatakan bahwa ia mendukung gencatan senjata secara prinsip, tetapi mengemukakan sejumlah rincian yang perlu diklarifikasi sebelum disetujui.
Kyiv telah mendukung usulan gencatan senjata, meskipun pejabat Ukraina secara terbuka telah menyuarakan keraguan mengenai apakah Moskow akan berkomitmen pada kesepakatan tersebut.
Sementara, dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu, Zelensky menuduh Moskow membangun kekuatan di sepanjang perbatasan.
“Peningkatan kekuatan Rusia menunjukkan bahwa Moskow berniat untuk terus mengabaikan diplomasi. Jelas bahwa Rusia memperpanjang perang,” katanya, dikutip dari The Moscow Times.
Pemimpin Ukraina juga menekankan bahwa pasukan Kyiv mempertahankan kehadiran mereka di wilayah Kursk Rusia setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Jumat (14/3/2025) bahwa “ribuan” tentara Ukraina dikepung oleh militer Rusia.
“Operasi pasukan kami di wilayah yang ditentukan di wilayah Kursk terus berlanjut,” kata Zelensky.
“Pasukan kami terus menahan kelompok Rusia dan Korea Utara di wilayah Kursk. Tidak ada pengepungan terhadap pasukan kami,” jelasnya.
Di tempat lain, angkatan udara Ukraina mengatakan pada hari Sabtu bahwa Rusia telah meluncurkan rentetan 178 pesawat nirawak dan dua rudal balistik ke negara itu dalam semalam.
Rentetan serangan itu merupakan campuran pesawat nirawak serang jenis Shahed dan pesawat nirawak tiruan yang dirancang untuk membingungkan pertahanan udara.
Sekitar 130 pesawat nirawak ditembak jatuh, sementara 38 lainnya hilang dalam perjalanan menuju sasarannya.
Rusia menyerang fasilitas energi, menyebabkan kerusakan signifikan, kata perusahaan energi swasta Ukraina, DTEK.
Rusia menyerang infrastruktur energi di wilayah Dnipropetrovsk dan Odesa, kata DTEK dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu.
Beberapa penduduk tidak mendapatkan pasokan listrik.
“Kerusakannya cukup parah. Pekerja energi sudah bekerja di lapangan.”
“Kami melakukan segala yang mungkin untuk memulihkan listrik ke rumah-rumah sesegera mungkin,” kata perusahaan energi tersebut.
Sementara itu, di wilayah Volgograd, Rusia, Gubernur Andrei Bocharov mengonfirmasi bahwa serpihan pesawat nirawak yang jatuh telah memicu kebakaran di distrik Krasnoarmeysky di kota yang dekat dengan kilang minyak Lukoil, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Bandara terdekat menghentikan sementara penerbangan, demikian dilaporkan media lokal.
Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.
Kilang Volgograd telah menjadi sasaran pasukan Kyiv beberapa kali sejak Moskow melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina lebih dari tiga tahun lalu, yang terbaru dalam serangan pesawat tak berawak pada 15 Februari 2025.
KURSK DIREBUT – Tangkapan layar dari video akun YouTube Shanghai Eye memperlihatkan situasi di Kota Sudzha, Kursk, Rusia. Pasukan Ukraina di sana dikabarkan terkepung. (Tangkapan layar YouTube Shanghai Eye)
Kata Kremlin soal Usulan Gencatan Senjata
Asisten utama kebijakan luar negeri Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dia telah memberi tahu Washington bahwa gencatan senjata selama 30 hari yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menghentikan perang di Ukraina, hanya akan memberikan pasukan Kyiv waktu istirahat yang sangat dibutuhkan di medan perang.
Para pejabat Rusia mengatakan penasihat keamanan nasional AS Mike Waltz telah memberikan rincian tentang gagasan gencatan senjata pada Rabu (12/3/2025), dan Rusia siap untuk membahasnya.
Presiden AS Donald Trump mengatakan di Gedung Putih pada Rabu bahwa ia berharap Kremlin akan menyetujui usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari yang menurut Ukraina akan didukung.
Yuri Ushakov, mantan duta besar untuk Washington yang berbicara atas nama Putin mengenai isu-isu kebijakan luar negeri utama, mengatakan kepada media Rusia bahwa ia telah berbicara dengan Waltz untuk menguraikan posisi Rusia mengenai gencatan senjata.
“Saya nyatakan posisi kami bahwa ini tidak lain hanyalah masa jeda sementara bagi militer Ukraina, tidak lebih,” kata Ushakov, dilansir Al Arabiya.
“Itu tidak memberi kita apa pun. Itu hanya memberi kesempatan kepada Ukraina untuk berkumpul kembali, mendapatkan kekuatan, dan melanjutkan hal yang sama,” imbuhnya.
Ushakov mengatakan tujuan Moskow adalah “penyelesaian damai jangka panjang yang mempertimbangkan kepentingan sah negara kami dan berbagai kekhawatiran kami yang sudah diketahui.”
“Menurut saya, tidak ada yang membutuhkan langkah-langkah yang (hanya) meniru tindakan damai dalam situasi ini,” katanya.
Trump telah berupaya membangun kembali hubungan dengan Rusia untuk menghindari eskalasi perang Ukraina yang menurutnya dapat berkembang menjadi Perang Dunia Ketiga, meskipun ia juga telah mengemukakan ancaman sanksi lebih lanjut dan prospek pencabutan sanksi jika Moskow berupaya mengakhiri perang.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina