Eri mengecam tindakan pengusiran paksa dan kekerasan yang terjadi dalam proses pembongkaran rumah tersebut. Ia menegaskan bahwa meski seseorang mengantongi bukti kepemilikan yang sah, cara-cara kekerasan tetap tidak dapat ditoleransi dalam sistem hukum Indonesia.
“Aksi main hakim sendiri, terlebih yang melibatkan kekerasan, sama sekali tidak dapat dibenarkan. Seluruh sengketa harus diselesaikan melalui koridor dan mekanisme hukum yang berlaku,” tegasnya.
Pemkot Surabaya menyatakan komitmennya untuk mengawal penanganan kasus ini hingga tuntas dan adil. Pemerintah kota disebut aktif berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dalam berbagai sengketa, termasuk dalam kasus lain seperti penahanan ijazah, demi menjunjung prinsip hukum yang benar.
Menurut Eri, langkah tersebut merupakan bagian dari konsistensi Pemkot dalam menjaga aturan serta kepercayaan publik.
Untuk mencegah terulangnya insiden serupa, Pemkot Surabaya telah membentuk Satgas Anti Preman, yang melibatkan kepolisian, TNI, dan unsur Forkompinda.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5455500/original/071965000_1766666349-IMG-20251225-WA0252.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)