Rugi Gagal Panen akibat Krisis Iklim, Puluhan Petambak Garam di Jateng Dapat Bantuan Geomembran
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Terjadinya krisis iklim menyebabkan ketidakpastian cuaca yang membuat para petambak garam di Jawa Tengah merugi karena kerap gagal panen.
Untuk menjawab keresahan mereka, Bank Indonesia (BI) Jawa Tengah menyumbang
geomembran
untuk meningkatkan produksi garam dan mempercepat masa panen.
Bantuan diberikan kepada empat kelompok
petambak garam
di Demak, Rembang, Jepara dan Pati sebagai sarana dan prasarana pendukung untuk mendukung swasembada garam dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Salah satunya Hambali, petambak garam dari Kecamatan Kedung, Jepara mengaku kerap gagal panen garam saat tiba-tiba turun hujan di musim kemarau.
Mestinya kegagalan dapat dicegah bila garam dijemur menggunakan geomembran, namun biayanya yang mahal tak bisa dibeli oleh semua petambak garam.
Alhasil para petambak bergulat dengan alat produksi yang rusak dan harga jual yang rendah.
“Sebelum ada bantuan, geomembran kami banyak yang rusak. Sekarang hasilnya lebih bagus dan lebih cepat panen. Dari biasanya 7–10 hari kalau enggak pakai alas geomembran, kini cukup 5 hari, lumayan untuk antisipasi banjir,” ujar Hambali usai menerima hibah di Central Java Fish market ke-4 di Halaman Kantor Gubernur
Jateng
, Selasa (11/11/2025).
Kelompok Hambali yang beranggotakan 21 orang menerima 21 rol geomembrane.
Setiap rol senilai sekitar Rp 7 juta untuk menggarap total lahan 25 hektare. Alat baru ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas agar setiap hektarenya bisa menghasilkan 100 ton garam per musim atau satu tahun.
Selain itu, Hambali mengungkap tantangan lainnya bahwa garam mereka masih dijual dalam bentuk kasar atau krosok dengan harga hanya Rp200 per kilogram. Tanpa fasilitas washing plant untuk mencuci dan memurnikan garam, nilai jual garam sulit meningkat.
“Kalau ada washing plant, harga bisa sampai Rp4.000 per kilo. Kami berharap pemerintah bisa bantu bangun fasilitas itu di Jepara,” tambahnya.
Hambali dan petambak garam lainnya, berharap akan harga yang lebih adil, alat produksi yang layak, dan sistem distribusi yang berpihak pada mereka.
“Kalau bisa, bantuan jangan berhenti di geomembran. Kami butuh alat pengolahan agar garam kami punya nilai lebih,” lanjutnya.
Kepala BI Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra, menekankan bahwa diversifikasi pangan bukan hanya soal substitusi, tapi juga soal memperkuat ekosistem produksi lokal.
“Kami mendukung swasembada garam dari hulu ke hilir, termasuk bantuan geomembran dan sertifikasi kompetensi petani. Ini bagian dari strategi menjaga inflasi tetap rendah dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” tutur Rahmat.
Sekda Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, menegaskan bahwa sektor kelautan dan perikanan memiliki daya ungkit ekonomi tinggi. Pada triwulan III-2025, sektor ini menyumbang 12,88 persen terhadap PDRB Jawa Tengah, dengan ekspor produk kelautan dan perikanan mencapai Rp5,76 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Rugi Gagal Panen akibat Krisis Iklim, Puluhan Petambak Garam di Jateng Dapat Bantuan Geomembran Regional 11 November 2025
/data/photo/2025/11/11/691309b8bbbb3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)