Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Ronde Titoni, Kuliner Legendaris Kota Malang yang Tak Lekang Waktu Surabaya 1 Februari 2025

Ronde Titoni, Kuliner Legendaris Kota Malang yang Tak Lekang Waktu
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        1 Februari 2025

Ronde Titoni, Kuliner Legendaris Kota Malang yang Tak Lekang Waktu
Tim Redaksi
MALANG, KOMPAS.com –
Di tengah semaraknya
kuliner
modern,
Ronde
Titoni tetap berdiri kokoh sebagai salah satu warung legendaris di
Kota Malang
.
Sejak didirikan pada 1948, warung ini terus menjadi primadona bagi pecinta wedang
ronde
dan angsle, menawarkan rasa autentik yang bertahan lintas generasi.
Berada di Jalan Zainul Arifin No. 18, Sukoharjo, Kecamatan Klojen, warung ini tak hanya menghadirkan kehangatan dalam semangkuk ronde, tetapi juga membawa sejarah panjang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Perjalanan Ronde Titoni dimulai dari pikulan keliling yang dibawa oleh Abdul Hasni, sang pendiri, di kawasan Pasar Besar Malang dan Pecinan.
Pada 1970-an, ia mulai menggunakan gerobak dan menetap di depan Toko Titoni, sebuah toko terkenal di kawasan tersebut. Nama Titoni pun akhirnya melekat dan menjadi identitas usaha ini.
Pada 1988, warung ini resmi berpindah ke lokasi tetapnya yang sekarang. Sugeng Prayitno, putra Abdul Hadi, kini menjadi generasi kedua yang menjaga keautentikan rasa ronde.
“Saya bantu orang tua sejak SMP kelas 2. Saya tidak melanjutkan sekolah dan bekerja mengelola Ronde Titoni. Sekarang, saya dibantu anak saya, generasi ketiga yang sudah ikut berjualan sejak lima tahun lalu,” kata Sugeng.
Kini, Sugeng lebih banyak menghabiskan waktu di dapur, menyerahkan bagian pelayanan kepada anaknya, Yanuar Risky.
Jika dulu menu Ronde Titoni hanya terdiri dari ronde campur, kini pilihan semakin beragam dengan tambahan angsle dan kacang kuah, yang selalu disantap bersama cakwe hangat.
“Kalau ayah saya yang jual pertama kali ya ronde campur itu. Nah, kemudian berkembang ke angsle dan kacang kuah, yang sampai saat ini sering dicari,” ungkap Sugeng.
Perjalanan waktu juga membawa perubahan dalam harga.
Di tahun 1980-an, semangkuk ronde hanya dihargai Rp 500. Kini, harga tentu berbeda, namun rasa yang khas tetap dipertahankan.
Di saat banyak usaha kuliner merambah waralaba dan pemesanan online, Sugeng tetap setia dengan cara tradisional. Ia percaya, menikmati ronde di tempat memiliki sensasi berbeda dibandingkan membawanya pulang.
“Kalau terlalu banyak, nanti jadi pasaran. Saya buat strategi biar orang datang langsung dan merasakan kepuasannya. Biasanya makanan yang dimakan di lokasi dan dibawa pulang rasanya beda, mungkin lebih enak di tempat,” katanya.
Meskipun tidak menerima pemesanan online, Ronde Titoni tetap beradaptasi dengan zaman dengan menyediakan pembayaran digital via QRIS.
Lebih dari 70 tahun bertahan, bukan berarti perjalanan Ronde Titoni selalu mulus. Pandemi Covid-19 sempat memaksa warung ini tutup selama dua bulan, menjadi masa yang sulit bagi Sugeng dan keluarganya.
“Sangat kacau, akhirnya saya istirahat saja daripada capek buka yang serba dibatasi tapi hasilnya tidak ada,” kenangnya.
Namun, loyalitas pelanggan, eksposur media sosial, dan ulasan dari food influencer membantu warung ini kembali ramai.
“Sekarang yang datang makin bertambah dari semua kalangan umur. Apalagi ada sosmed yang menunjang, selama ini kita tidak pernah promosi, yang mempublikasikan ya pelanggan sendiri,” ujar Sugeng.
Ada satu hal unik yang mencuri perhatian pelanggan saat menikmati wedang ronde di sini: poster besar petinju legendaris Mike Tyson yang bertuliskan “Abdul Aziz (Mike Tyson) 1948”.
Sugeng mengaku sengaja memasang gambar tersebut karena ingin menghubungkan kata “ronde” dalam tinju dengan Ronde Titoni.
“Karena di tinju ada sebutan ‘ronde’, jadi saya sambungkan biar orang ingat Ronde Titoni. Meskipun kata orang banyak yang bilang tidak nyambung,” katanya sambil tertawa.
Dalam dunia kuliner yang terus berubah, Ronde Titoni tetap setia pada cita rasa dan tradisi. Di tengah modernisasi, warung ini membuktikan bahwa kualitas dan konsistensi adalah kunci utama untuk bertahan.
Saat malam tiba dan hawa dingin menyelimuti Kota Malang, semangkuk ronde hangat dari Ronde Titoni tetap menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin menikmati kehangatan rasa dan nostalgia yang tak lekang oleh waktu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Merangkum Semua Peristiwa