Ridwan Kamil Diserang “Black Campaign”
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Baliho yang menampilkan foto calon gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil, mengenakan jersey klub
Persib
dengan tulisan “Ayo
Persija
Juara!” mencuri perhatian publik dan memicu kontroversi.
Foto baliho ini pertama kali diunggah oleh akun Instagram @bobotoh_rudet pada Senin (28/10/2024) hingga menjadi sorotan karena isi dan konteksnya yang dianggap provokatif.
Baliho tersebut menunjukkan Ridwan Kamil mengenakan jersey biru khas Persib, lengkap dengan ikat kepala khas Jawa Barat berwarna senada.
Namun, tulisan yang menyemangati klub rival,
Persija Jakarta
, jelas bertujuan untuk menyudutkan Ridwan Kamil dalam konteks persaingan politik di Ibu Kota.
Bagaimana tidak, Persija dan Persib adalah rival dalam sepak bola. Rivalitas antara kedua klub ini dikenal sebagai El Clasico versi Indonesia.
Tim pemenangan Ridwan Kamil-Suswono, melalui juru bicaranya, Dave Laksono, mengklaim bahwa baliho ini merupakan bagian dari
black campaign
atau kampanye hitam yang bertujuan menciptakan keruh dalam pilkada.
“Ini sepertinya ada upaya black campaign dari pihak-pihak yang hanya ingin menciptakan kekeruhan dalam pilkada ini,” ujar Dave saat dihubungi
Kompas.com
pada Selasa (29/10/2024).
Meski terdapat logo dan slogan khas Ridwan Kamil-Suswono, baliho itu dianggap tidak resmi dan bukan dipasang oleh tim sukses RIDO.
“Pasti bukan (dari tim internal),” kata Dave.
Dave menduga ada pihak tertentu yang ingin merusak situasi damai Pilkada Jakarta demi kepentingan mereka sendiri.
Namun, Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini tidak menyebutkan secara spesifik pihak mana yang dimaksud.
“Mereka berupaya menghancurkan situasi damai hanya demi mencapai keinginan pribadi saja,” katanya.
Sementara itu, calon gubernur nomor urut 3, Pramono Anung, juga menanggapi baliho tersebut. Ia menegaskan bahwa keberadaan baliho itu bukan dipasang oleh pendukungnya.
“Oh, kalau itu pasti bukan pendukung saya. Pasti bukan pendukung saya, wong saya politiknya riang gembira, malah mau diserang,” kata Pramono di Jakarta Timur, Rabu.
Politikus senior dari PDI Perjuangan ini tidak tahu menahu mengenai baliho itu. Ia baru mengetahui adanya baliho tersebut setelah diinformasikan oleh timnya.
“Saya tidak tahu, benar-benar jujur saya tidak tahu. Dan ketika ada teman yang memberi tahu,” kata Pramono.
Pramono pun memilih untuk tidak terlibat dalam isu ini. Ia lebih memilih untuk fokus pada kampanyenya yang riang gembira.
“Saya juga enggak mau tahu, karena memang saya fokus dengan apa yang saya lakukan sendiri,” kata Pramono.
Di tengah polemik ini, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, menilai baliho tersebut sebagai bentuk satire politik yang wajar dalam demokrasi.
“Saya melihatnya sebagai satire politik yang lumrah, yang tidak perlu disikapi berlebihan sebagai kampanye hitam. Beda jauh dengan kampanye hitam yang berisi fitnah. Beda juga dengan politik kotor yang memprovokasi dengan isu SARA,” kata Zaki.
Satire itu lebih sebagai ekspresi kritik atau sindiran yang justru menunjukkan bahwa demokrasi berjalan baik.
Selain itu, satire semacam ini bisa dianggap sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dalam konteks politik.
Bahkan, tak jarang satire juga menggunakan humor atau sindiran untuk menyoroti rivalitas dalam pemilu.
“Sindiran yang disampaikan kira-kira, ‘sepuluh tahun satu hati bersama bobotoh, demi pilkada pindah ke lain hati (Jakmania)’,” kata Zaki.
Meski demikian, polemik baliho ini mencerminkan ketegangan dalam kontestasi Pilkada Jakarta 2024.
Meskipun ditanggapi beragam, fenomena ini menunjukkan politik di Jakarta sangat dinamis dan penuh strategi meski terkadang menyentuh ranah provokatif.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.