Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Revisi UU TNI Mengatur Peran Militer di Jabatan Sipil, Bukan Menghidupkan Dwifungsi, Kata DPR RI

Revisi UU TNI Mengatur Peran Militer di Jabatan Sipil, Bukan Menghidupkan Dwifungsi, Kata DPR RI

PIKIRAN RAKYAT – Maraknya berita mengenai dwifungsi militer pada tubuh TNI saat ini dikarenakan adanya perubahan UU yang dikhawatirkan tidak sejalan dengan prinsip reformasi TNI yang telah digagas sejak era Reformasi 1998.

Kekhawatiran ini mencuat seiring dengan semakin meluasnya peran TNI dalam berbagai sektor di luar pertahanan, seperti penanganan bencana, keamanan siber, serta keterlibatan dalam proyek-proyek strategis nasional.

Tetapi Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono membantah adanya isu bangkitnya “dwifungsi” di tubuh militer melalui revisi Undang-Undang (RUU) TNI karena hal itu justru membatasi jumlah jabatan sipil yang bisa diisi TNI aktif.

“Karena itu memang sekarang ini TNI sudah mengisi di posisi kementerian tersebut, di lembaga tersebut seperti BSSN, Bakamla, BNPB, terus di Dewan Pertahanan Nasional, itu semua kan TNI sudah mengisi semua posisinya,” kata Dave di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Dengan demikian beliau menyatakan bahwa keberadaan prajurit TNI aktif di beberapa lembaga tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Namun, dengan revisi UU TNI, pemerintah ingin memberikan kepastian hukum dan pengaturan yang lebih ketat terkait mekanisme pengisian jabatan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Kemudian beliau melanjutkan lagi bahwa “Hal-hal yang berkaitan tentang kembalinya dwifungsi di TNI atau ABRI itu tidak akan mungkin terjadi, karena hal-hal yang katakan pemberangusan supremasi sipil itu tidak ada,” kata dia.

Dave menekankan bahwa pemerintah masih mempertahankan prinsip superioritas sipil dalam revisi Undang -Undang TNI. Ini berarti bahwa tidak ada keputusan strategis di tangan otoritas sipil yang tetap berada di otoritas militer. Dia mengatakan tidak ada ketentuan dalam revisi undang -undang yang memungkinkan militer untuk mengambil alih wewenang yang seharusnya menjadi milik warga sipil atau kementerian.

Selain itu, dia pun tak melarang bila ada elemen masyarakat atau mahasiswa yang bakal menggelar unjuk rasa terkait RUU TNI, karena hal itu merupakan bagian dari hak masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang dan bagian dari demokrasi.

“Jadi selama masih mengikuti aturan, selama tidak anarkis, itu adalah hak untuk masyarakat menyatakan pandangan dan pendapatnya masing masing,” kata dia.

Dalam demokrasi, hak untuk menyampaikan pendapat adalah salah satu prinsip fundamental yang harus dijunjung tinggi. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak konstitusional untuk menyuarakan pendapatnya, baik melalui unjuk rasa, diskusi publik, maupun melalui media sosial, selama hal tersebut dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak melanggar hukum.

Dengan demikian dalam RUU tersebut, terjadi perubahan ketentuan yakni soal kedudukan TNI, perpanjangan masa dinas keprajuritan, hingga perluasan ketentuan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif. Rencananya RUU tersebut akan dibawa ke rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025.***(Puput Siti Aisyah_Universitas Inaba)

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Merangkum Semua Peristiwa