Review Film Warfare: Realisme Brutal Perang Irak dari Mata Prajurit

Review Film Warfare: Realisme Brutal Perang Irak dari Mata Prajurit

Jakarta, Beritasatu.com – Dalam film Warfare (2025), sutradara Alex Garland berkolaborasi dengan mantan anggota Navy SEAL Ray Mendoza untuk menghadirkan salah satu potret paling intens dan realistis dari peperangan modern. Diangkat dari insiden nyata selama Perang Irak pada 2006, Warfare membawa penonton ke tengah baku tembak brutal yang dialami prajurit Navy SEAL di kota Ramadi.

Berbeda dengan film perang generik ala Hollywood, Warfare tak menyajikan narasi heroik Amerika sebagai pelindung dunia, tetapi justru menampilkan cerita dari kaca mata prajurit AS yang terjebak dalam kekacauan dan ketakutan di tengah perang.

Sekelompok tentara terjebak di sebuah rumah dua lantai yang dijadikan pos pengamatan, tanpa tahu rumah sebelah adalah markas pemberontak. Dari titik itu, film menyajikan pertempuran selama 90 menit tanpa henti.

Garland dan Mendoza secara sadar menanggalkan segala glamorisme perang. Tidak ada skor musik dramatis, tidak ada pidato patriotik. Hanya suara napas, tembakan, dan jeritan kesakitan. Warfare bukanlah film anti-perang atau pro-perang, hanyalah refleksi jujur tentang apa yang terjadi di lapangan.

Warfare (2025). – (DNA Films/A24)

Para pemain, seperti Will Poulter, Joseph Quinn, Kit Connor, Charles Melton, dan Cosmo Jarvis menampilkan sisi manusiawi para tentara di medan perang. Mereka bukan pahlawan tak tergoyahkan, tetapi prajurit yang terluka, ketakutan, dan saling menjaga satu sama lain. Adegan kesalahan kecil, seperti ketika keliru menyuntikkan morfin, hingga tersandung kaki prajurit yang terluka justru menambah realistis situasi perang.

Secara teknis, Warfare sangat presisi. Teknik kamera dan pencahayaan alami menciptakan nuansa dokumenter, layaknya film Garland sebelumnya, Civil War (2024). Dengan dukungan efek suara, seperti tembakan, dentuman bom, hingga laju pesawat jet, penonton dibuat tidak hanya menonton perang, tetapi juga merasakannya.

Garland dan Mendoza sukses menyampaikan pesan dari film ini dengan sangat jelas. Tidak ada kemenangan besar, seperti yang dinarasikan AS terkait invasinya ke Irak. Pada akhirnya, perang hanya menghasilkan kelelahan dan putus asa.

Warfare menyajikan pengalaman sinematik yang menyenangkan, khususnya bagi penonton yang terobsesi dengan militer. Dengan situasi ketegangan geopolitik saat ini yang memanas, rasanya film ini juga bisa menjadi refleksi akan dampak sesungguhnya dari perang.

Warfare tayang di bioskop Indonesia mulai Jumat (18/4/2025).