Review Film Until Dawn: Horor Penuh Darah yang Berulang

Review Film Until Dawn: Horor Penuh Darah yang Berulang

Jakarta, Beritasatu.com – Bagaimana rasanya terjebak dalam malam penuh teror yang terus berulang, menghadapi pembunuh berbeda setiap malam, dan satu-satunya cara bertahan hidup hanyalah menunggu pagi? Until Dawn (2025) adaptasi dari video game horor populer karya Supermassive Games, membawa konsep permainan ulang ke layar lebar dengan pendekatan sinematik yang penuh ketegangan, darah, dan kejutan.

Film yang tayang di bioskop Indonesia mulai Rabu (23/4/2025) ini sukses menguji adrenalin penonton dari awal hingga akhir. Beritasatu.com mendapatkan kesempatan mengikuti screening perdana Until Dawn, Selasa (22/4/2025).

Disutradarai oleh David F Sandberg (Lights Out, 2016) dan ditulis oleh Blair Butler serta Gary Dauberman, Until Dawn menghadirkan atmosfer khas game-nya dengan gaya visual yang segar dan sinematik. Adaptasi ini langsung menarik perhatian para penggemar horor dan pecinta game, terutama karena keberhasilannya menggabungkan elemen-elemen kunci dari permainan ke dalam format film.

Cerita berpusat pada sekelompok remaja yang mengunjungi sebuah lembah terpencil untuk mencari saudari salah satu dari mereka yang menghilang. Namun, pencarian mereka berubah menjadi horor saat mereka terjebak dalam siklus kematian yang berulang. Setiap malam, mereka diburu oleh pembunuh bertopeng yang berbeda-beda. Jika mereka semua terbunuh, mereka terbangun kembali, dipaksa menghadapi teror lainnya yang semakin mengerikan.

Konsep time loop horror, layaknya pada Edge of Tomorrow (2014) hingga Happy Death Day (2017)  ini menciptakan sensasi seperti bermain game dengan fitur restart, di mana setiap keputusan bisa berujung pada hidup atau mati. Sandberg sukses menerjemahkan ide tersebut menjadi tontonan sinematik yang intens dan mendebarkan.

Until Dawn (2025). – (Sony Pictures Releasing/-)

Salah satu kekuatan utama film ini adalah eksekusi horornya. Ketegangan dibangun melalui atmosfer mencekam hingga adegan pembunuhan brutal yang tetap terasa segar dan kreatif. Perpaduan antara kengerian dan humor gelap yang muncul di saat-saat tak terduga menjadi hiburan tersendiri dari film ini.

Jajaran pemain muda, seperti Ella Rubin, Michael Cimino, Odessa A’zion, dan Maia Mitchell tampil natural. Peter Stormare, yang juga tampil di versi gim sebagai dr Alan Hill, kembali memerankan perannya dengan aura misterius yang kuat.

Dari sisi teknis, Until Dawn menampilkan desain produksi yang apik dan efek praktikal yang mengesankan. Nuansa dunia supranatural yang membingungkan dengan mahluk-mahluk wendigo buas menghasilkan adegan berdarah penuh gaya, memuaskan penggemar horor klasik maupun modern.

Meski demikian, Until Dawn tidak sepenuhnya setia pada konsep game aslinya. Pendekatan yang lebih bebas dalam mengembangkan semesta cerita membuat sebagian penggemar merasa kehilangan nuansa orisinal yang mereka cintai.

Namun demikian, bagi penonton umum maupun penggemar horor, Until Dawn tetap menjadi tontonan yang solid dan menghibur. Dengan cerita yang intens, visual menyeramkan, dan atmosfer khas game horor, film berdurasi 103 menit ini menjadi adaptasi video game yang menjembatani kebutuhan penggemar lama dan menarik perhatian penonton baru.