Review Film Legends of the Condor Heroes: The Gallants: Terlalu Padat untuk Penonton Modern

Review Film Legends of the Condor Heroes: The Gallants: Terlalu Padat untuk Penonton Modern

Jakarta, Beritasatu.com – Legends of the Condor Heroes: The Gallants (2025), film drama perang kolosal China adaptasi dari novel klasik karya Jin Yong, tayang di bioskop Indonesia mulai Rabu (26/2/2025). Digarap sutradara veteran Hong Kong, Tsui Hark, film ini memiliki alur cerita yang terlalu padat khususnya bagi mereka yang tidak mengikuti novel atau serial TV berjudul serupa.

Film ini berfokus pada perjalanan Guo Jing (Xiao Zhan), seorang pemuda dari klan Song yang dibesarkan oleh ibunya, Li Ping (Ada Choi), di lingkungan Mongol pimpinan Genghis Khan (Baya’ertu).

Guo Jing jatuh cinta pada Huang Rong (Zhuang Dafei), gadis yang memperkenalkan dirinya dengan Beggar North (Hu Jun), guru yang menjadi salah dari lima pendekar pengemis yang menguasai ilmu tenaga dalam 18 Telapak Naga.

Saat berusaha mencari Huang Rong, Guo Jing terjebak di tengah gejolak politik antara Mongol, Dinasti Jin, dan ancaman dari Venom West (Tony Leung Ka-fai), seorang ahli bela yang terobsesi dengan kitab legendaris Novem Scripture. Konflik batin yang dirasakan Guo Jing memuncak ketika dirinya dijodohkan dengan Putri Mongol, Huajun (Wenxin Zhang), dan diminta untuk memimpin pasukan oleh Gengis Khan untuk menaklukkan wilayah Song, tanah kelahirannya.

Salah satu daya tarik utama film ini adalah adegan aksi yang dinamis. Tsui Hark, yang dikenal sebagai maestro film aksi Hong Kong, seperti Once Upon a Time in China hingga The Battle at Lake Changjin, berhasil menghadirkan pertarungan yang spektakuler. Setiap duel dipenuhi dengan teknik bela diri khas ala wuxia (cerita silat).

Lanskap luas, pertempuran kolosal, serta kostum yang detail menciptakan atmosfer autentik yang menghidupkan dunia Condor Heroes. Meski efek visualnya tidak selalu sempurna, secara keseluruhan, film ini berhasil membangun dunia yang menarik.

Di balik aksi yang intens, film ini tetap mempertahankan elemen romansa sebagai inti ceritanya. Hubungan antara Guo Jing dan Huang Rong digambarkan dengan cukup emosional, memperlihatkan bagaimana cinta mereka diuji di tengah konflik politik dan perang.

Sebagai adaptasi dari novel klasik yang memiliki alur panjang dan penuh karakter, Legends of the Condor Heroes: The Gallants mengalami kesulitan dalam merangkum cerita secara solid. Banyaknya tokoh dan subplot membuat narasi terasa padat dan terkadang sulit diikuti. Fokus cerita yang bergeser dari konflik politik Mongol dan Dinasti Jin ke pertarungan pribadi Guo Jing dengan Venom West juga membuat film ini terasa terlalu cepat.

Meski setia pada sumber aslinya, Legend of the Condor Heroes: The Gallants kurang fleksibel dalam menyesuaikan narasinya dengan selera penonton yang tidak mengikuti novelnya. Beberapa adegan terasa seperti adaptasi mutlak novel tanpa banyak usaha untuk menyederhanakan atau memperbarui elemen-elemen tertentu.

Bagi penggemar wuxia dan novel klasik, Legends of the Condor Heroes: The Gallants bisa menjadi sajian nostalgia yang memuaskan. Namun, bagi yang mengharapkan cerita yang lebih segar dan modern, film berdurasi 146 menit ini mungkin terasa terlalu berat dan kaku.