“Bangsa ini membutuhkan lebih banyak pemimpin berjiwa kesatria seperti Gus Miftah. Mereka yang tidak takut mengakui kesalahan dan mengambil tindakan yang tepat adalah aset bagi bangsa,” ujarnya.
Keputusan terakhir, kata dia, ada di tangan Presiden Prabowo. Layak atau tidaknya Gus Miftah mengundurkan diri ditentukan oleh Presiden.
Pantas atau tidaknya satu kesalahan pejabat publik diganjar dengan hukuman pemecatan tergantung keputusan Presiden.
“Presiden Prabowo sendiri adalah kesatria yang dilahirkan oleh TNI sehingga paling otoritatif membaca jiwa kesatria seseorang,” katanya.
Apapun keputusan akhir Presiden, ujarnya, pasti adalah yang terbaik. Jika permohonan Gus Miftah dikabulkan maka Presiden memiliki satu contoh yang kuat sekaligus menjadi peringatan dini bagi para menteri dan pembantu presiden agar tidak mengecewakan rakyat dalam bentuk dan konteks apapun.
Presiden tidak akan segan-segan memberhentikannya dari jabatan dan tanggung jawab yang diemban. Sebaliknya jika permohonan Gus Miftah tidak dikabulkan maka Presiden mengetahui dengan sangat jelas mana pemimpin negeri yang tulus dan berjiwa kesatria dalam memperjuangkan bangsa dan negara.
Sebab, menurutnya, Gus Miftah adalah simbol pemimpin yang rela meninggalkan jabatannya demi bangsa dan negara tetap bersatu padu dan harmonis, sebagai mana tujuan UKP. Sehingga mempertahankan Gus Miftah adalah penting.
”Saya sendiri berpendapat bahwa tidak ada salahnya mempertahankan Gus Miftah, yang telah mengakui kesalahannya, meminta maaf kepada korban, keluarga korban, dan kepada masyarakat Indonesia secara luas. Seorang pemimpin mengakui kesalahannya sendiri dan meminta secara terbuka kepada rakyat Indonesia adalah permata berharga. Kita tahu setiap orang pasti memiliki kesalahan, dan memberinya kesempatan kedua bukan sikap berlebihan,” ujarnya.
Gus Miftah, lanjut Kiai Imam, telah menunjukkan bahwa keberanian untuk mundur bukanlah tanda kelemahan, melainkan wujud kekuatan seorang pemimpin sejati.
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pejabat, sikap seperti ini menjadi oase bagi harapan masyarakat terhadap kepemimpinan yang lebih berintegritas dan bermartabat.
“Dengan langkah ini, Gus Miftah tak hanya menjadi simbol keberanian, tetapi juga cerminan masa depan Indonesia yang lebih beradab, bangsa yang dibangun oleh pemimpin dengan hati tulus, jiwa besar, dan keberanian untuk bertanggung jawab,” katanya.