Sebelumnya, dilansir Kanal Regional, Liputan6, Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Jawa Barat menyambut baik kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen secara nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Menurut Ketua Dewan Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD FSP LEM SPSI) Jawa Barat, Muhamad Sidarta, kenaikan besaran UMP 2025 itu dianggap sudah masuk mendekati ideal meski belum sempurna.
“Jadi menurut hitung-hitungan saya tuh (kenaikan UMP) 6-10 persen tuh idealnya. Sudah masuk ke ideal lah itu. Intu antara 6,5-10 persen itu idealnya, kalau 10 persen itu ideal sekali ada range-nya lah gitu. Jadi angka 6-10 persen itu semua buruh kalau ditanya itu pasti nerima. Saya lagi tidak nyari popularitas ini tetapi harus realistis,” ujar Sidarta yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) FSP LEM SPSI saat menghubungi Liputan6.com.
Lebih lanjut Sidarta mengatakan skala kenaikan UMP 2025 yang ditargetkan buruh yaitu 6 persen masuk kategori mendekati ideal, 8 persen ideal dan 10 persen sempurna. Besaran UMP 2025 diputuskan oleh Prabowo dianggap oleh Sidarta telah berpihak kepada buruh.
Tandanya keputusan ini banyak protes dari kalangan pengusaha, khususnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
“Asosiasi pengusaha kan marah enggak terima, berarti kan bagus. Ke depan kita ajak Apindo juga realistislah. Kata saya tadi bahwa 2019 itu upahnya bagus. Itu faktanya ekonomi hidup, jalan,” kata Sidarta.
Apindo diminta Sidarta menyadari jika kelompok buruh diberikan upah layak maka penjualan barang dan jasa akan lancar.
Sidarta menerangkan pada 2019 penjualan barang dan jasa tidak terjadi deflasi. Namun, usai masa pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir terjadi deflasi.
“Harus realistis, pengen bayar murah, untungnya gede, tetapi dampaknya barang enggak laku. Kan percuma juga. Kalau ada isu akan ada PHK massal dan relokasi karena naiknya upah, itu hanya akal-akalan pengusaha sejak 2015-2020 untuk memengaruhi kebijakan pemerintah,” ucap Sidarta.
Kenaikan upah sebut Sidarta, bukan satu-satunya faktor pemutusan hubungan kerja (PHK). Tetapi banyak lagi faktor lainnya seperti persaingan usaha dan peredaran barang ilegal.
Sidarta juga meminta pemerintah agar segera melindungi para pengusaha dari barang luar negeri yang datang ke Indonesia secara ilegal.
“Saya minta pemerintah pro melindungi perusahaan juga. Itu barang-barang ilegal di Tanjung Priok ditertibkan. Jangan sampai ada barang ilegal lagi. Yang harga kalau sekarang di Tik Tok beli celana dua Rp100 ribu kan,” sebut Sidarta.
Sidarta menegaskan relokasi, PHK dan pindah (lokasi perusahaan) tidak sekadar kenaikan upah buruh. Sidarta mencontohkan di daerah Solo upah buruh sangat murah dan besarannya tidak setengahnya dari Jawa Barat.
“Namun realitanya banyak perusahaan yang bangkrut. Dibayar pun tetap tutup kalau soal PHK. Tetapi mampu bersaing tidak, jadi persoalan lain jika soal PHK,” ungkap Sidarta.
Sidarta menjelaskan keputusan Prabowo sebagai Presiden RI dalam memutuskan besaran UMP 2025 melebihi yang diusulkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yakni 6 persen.
Selain itu, upah sektoral yang kini diberlakukan kembali menjadi salah satu terobosan pemerintah dalam mendukung kesejahteraan buruh.
“Tinggal menunggu aturan dari Menteri Tenaga Kerja implementasinya. Rabu depan atau pekan ini mereka janjinya akan mengeluarkan aturannya. Nanti kita lihat di dewan pengupahan tingkat provinsi realisasinya,” pungkas Sidarta.