Rekomendasi Kuliner Khas Magelang, Jemunak Cuma Ada saat Ramadan

Rekomendasi Kuliner Khas  Magelang, Jemunak Cuma Ada saat Ramadan

TRIBUNJATENG.COM – Kuliner khas Magelang saat Ramadan ini belum banyak yang tahu.

Namanya jemunak, berbahan dasar singkong dan populer di Desa Gunungpring.

Desa di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu dikenal sebagai sentra penghasil jemunak yang hanya dibikin dalam momentum puasa umat Islam.

Kasmirah (56), salah seorang produsen jemunak di Dusun Karaharjan, Gunungpring, menuturkan, aktivitas membuat jemunak sudah dimulai setelah sahur dan shalat subuh sekitar pukul 05.00 WIB.

Bersama kakaknya Ponisih (59) dan keponakan, Kasmirah berbagi tugas membuat jemunak.

Tiga orang ini jadi tumpuan utama setelah ibu Ponisih dan Kasmirah, Mujilah, meninggal dalam usia 90 tahun pada 2021.

“Saya bagian mengukus dan membuat juruh (cairan gula merah),” ucapnya, Senin (3/3/2025).

Di keluarga mereka, tradisi membuat jemunak sudah dikerjakan sejak 1970-an. Kakak adik itu menjadi generasi keempat yang masih melakoninya hingga kini.

Keluarga ini membuat jemunak dengan bahan baku singkong seberat 20-25 kilogram per hari.

Aktivitasnya dimulai pada hari ketiga puasa hingga dua hari menjelang lebaran.

“Harganya Rp 3.500 per bungkus. Sehari bisa (laku) sampai 500 bungkus,” ungkap Ponisih, Senin (3/3/2025).

Selain singkong, jemunak dibuat dari beras ketan, kelapa parut, dan cairan gula merah atau juruh.

Proses produksi diawali Ponisih dengan mengupas singkong dan memarutnya.

Selain itu, dia mengukus beras ketan hingga setengah matang. Kemudian, kedua bahan itu ditumbuk halus dan kembali dikukus.

Kasmirah biasa bertugas mengukus adonan jemunak usai ditumbuk dan membuat juruh.

Bersama kakaknya, Kasmirah membungkus jemunak dengan daun pisang.

Urusan menumbuk diserahkan kepada laki-laki, yakni keponakan mereka Heru.

Tahapan ini tidak gampang dilakukan karena butuh teknik menumbuk yang tepat.

Proses menumbuk juga dirasa berat seiring alunya yang sudah pendek.

“Yang penting dalam menumbuk tidak manggon (tetap), harus gonta-ganti arah biar bahan baku bercampur,” jelas Heru, yang di hari biasa menjadi tukang batu, Senin (3/3/2025).

Kala tengah hari biasanya pelanggan berdatangan untuk membeli dan mengambil pesanan jemunak.

Kebanyakan pembeli adalah pemilik warung, pedagang jajanan atau takjil, dan sebagian lagi kalangan rumah tangga.

Ponisih mengatakan, pelanggan jemunak sebagian besar dari lingkungan sekitar.

Ada pula pembeli dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Pernah juga pembeli bawa jemunak ke Kalimantan. Dua hari awet,” ucapnya.

Ponisih menduga, popularitas jemunak mula-mula disebarkan melalui cerita mulut ke mulut, sebelum akhirnya beredar luas dengan pemberitaan dan media sosial.

Ponisih dan keluarga hanya membuat jemunak selama Ramadhan. (*)