Jakarta, Beritasatu.com – Putusan Pengadilan Niaga Nomor 92/Pdt Sus-HKl72024 yang menyatakan Agnez Mo bersalah atas pelanggaran hak cipta karena menyanyikan lagu Bilang Saja tanpa izin penciptanya, Arie Bias, telah menimbulkan kegelisahan di kalangan seniman musik Indonesia. Akibat putusan ini, Agnez Mo dijatuhi denda sebesar Rp 1,5 miliar dan dilaporkan ke kepolisian.
Aktivis Pergerakan Advokat untuk Transformasi Hukum Indonesia (PATHI), Marulam J Hutauruk mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak putusan ini. Ia menegaskan bahwa keputusan pengadilan dapat membatasi hak berkesenian dan menghambat kreativitas pelaku seni pertunjukan, khususnya di industri musik.
Menurut Marulam J Hutauruk, tujuan utama pengaturan hak cipta dalam berbagai undang-undang di dunia adalah untuk mendorong perkembangan kreativitas di bidang literasi dan seni, termasuk musik. Hal ini sejalan dengan prinsip yang diatur dalam Pasal 1, Pasal 5, dan Pasal 6 bis Berne Convention, serta dinyatakan secara eksplisit dalam pembukaan Konvensi WIPO Copyright Treaty (WCT). Regulasi hak cipta seharusnya melindungi pencipta sekaligus mendukung perkembangan seni di setiap negara.
Selain itu, ia menambahkan konvensi internasional juga memberikan perlindungan hukum kepada pelaku pertunjukan atau performer seperti penyanyi dan musisi seperti Agnez Mo ketika menampilkan karya di luar negara asalnya. Perlindungan ini tertuang dalam Article 4a International Convention for The Protection of Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations (Rome Convention-1961).
Marulam J Hutauruk juga menyoroti Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang tidak boleh ditafsirkan terlalu luas. Ia menegaskan bahwa aturan tersebut tidak seharusnya digunakan untuk melarang orang lain menyanyikan lagu dalam pertunjukan langsung, karena menyanyikan lagu orang lain merupakan bagian dari hak berekspresi dan pengembangan kreativitas.
Sebagai solusi terkait kasus Agnez Mo ini, ia menekankan pentingnya mekanisme lisensi dan penerimaan royalti bagi pencipta lagu yang telah diatur dalam UU Hak Cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Dengan adanya regulasi ini, pencipta dan performer dapat terus berkontribusi serta berkolaborasi dalam mengembangkan seni dan budaya.
