Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Putin Kirim Pesan ‘Darurat’ saat Maju Lagi di Pilpres Rusia 2024

Putin Kirim Pesan ‘Darurat’ saat Maju Lagi di Pilpres Rusia 2024

Jakarta, CNN Indonesia

Maju lagi di pemilihan presiden 2024, Presiden Rusia Vladimir Putin kirim pesan ‘darurat’.

Putin mengatakan pada Jumat (8/12) kepada tentara yang bertempur di Ukraina bahwa dirinya akan kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2024. Hal ini memungkinkan Putin berkuasa hingga 2030.

Hingga kini, Putin dinobatkan sebagai presiden Rusia dengan jabatan terlama, mengalahkan Leonid Brezhnev yang menjabat selama 18 tahun.

Putin pertama kali mendapatkan penyerahan kursi kepresidenan dari Boris Yeltsin pada akhir 1999.

Artyom Zhoga, seorang letnan kolonel yang lahir di Ukraina era Soviet yang berjuang untuk Rusia, meminta Putin agar mencalonkan diri lagi menjadi presiden, dilansir dari Reuters.

Zhoga dianugerahi oleh Putin penghargaan militer tertinggi Rusia, yaitu bintang emas Pahlawan Rusia.

“Saya tidak akan menyembunyikan bahwa saya memiliki pemikiran yang berbeda pada waktu yang berbeda tetapi sekarang adalah waktunya untuk mengambil keputusan,” ungkap Putin saat memberikan penghargaan kepada Zhoga dan tentara lainnya.

“Saya mengerti bahwa tidak ada jalan lain.Saya akan mencalonkan diri sebagai presiden,” imbuhnya.

Zhoga merasa senang atas keputusan Putin dan menyatakan seluruh Rusia turut mendukung keputusan tersebut.

Pemilihan umum tahun depan bagi Putin hanyalah formalitas karena dukungan dari negara, media yang dikelola pemerintah, dan tidak adanya arus utama masyarakat yang berbeda pendapat.

Kemenangan bisa dipastikan berada di tangan Putin.

Pihak oposisi memandang demokrasi yang terjadi di Rusia sebagai kediktatoran yang dipimpin oleh Putin.

Pencalonan kandidat dalam pemilihan umum dibuat menjadi tiruan demokrasi yang diatur secara hati-hati.

Tindakan keras selama bertahun-tahun diberlakukan bagi para pengkritik dan penentang. Diterapkan undang-undang baru tentang berita palsu dan mendiskreditkan tentara yang menyebabkan para pengkritik dijatuhi hukuman penjara.

Beberapa pihak bahkan melarikan diri ke luar negeri karena semakin sempitnya ruang untuk menyampaikan pendapat.

Namun, pendukung Putin menolak pernyataan ini dengan menunjukkan bahwa Putin mendapatkan peringkat persetujuan di atas 80 persen dari pendapat independen.

Putin dinilai berhasil memulihkan kekuatan dan keterlibatan Rusia yang sempat hancur karena runtuhnya Uni Soviet.

Bersambung ke halaman berikutnya…

Walaupun Putin tidak menghadapi persaingan nyata dalam pemilu, ia dihadapkan pada konflik yang terjadi dengan Ukraina.

Perang di Ukraina memicu adanya konfrontasi terbesar dengan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962. Sanksi yang dijatuhkan Barat membuat perekonomian Rusia mengalami guncangan paling hebat dalam sejarah Rusia selama beberapa dekade.

Putin juga mengalami pemberontakan yang gagal oleh tentara bayaran paling kuat di Rusia, Yevgeny Prigozhin, pada Juli lalu.

Prigozhin telah tewas dalam kecelakaan pesawat yang terjadi setelah dua bulan pemberontakan. Sejak saat itu, Putin semakin memperketat kendalinya.

Barat menggambarkan Putin sebagai pemimpin diktator dan penjahat perang yang ingin merampas tanah Ukraina.

Bagi Putin, perang tersebut merupakan perjuangan untuk menciptakan tatanan dunia baru dengan Amerika Serikat. Namun, para elit Kremlin menyatakan perang tersebut bertujuan untuk memecah belah Rusia, mengambil sumber dayanya, dan melakukan penyelesaian dengan China.

Walaupun Putin gagal dalam pertaruhannya memenangkan perang pada Februari 2022, negara Barat juga gagal mengalahkan Rusia dan mengusir tentara Rusia dari Ukraina.

Tidak ada pihak yang melaporkan jumlah pasti korban tewas dalam perang tersebut, namun diperkirakan ratusan ribu pria Ukraina dan Rusia telah tewas serta terluka.

Serbuan balasan yang diluncurkan Ukraina tahun ini nyatanya gagal menciptakan situasi yang membaik. Rusia masih menguasai 17,5 persen wilayah Ukraina dan posisi Putin justru lebih aman daripada sebelumnya.

Rusia memprediksi perekonomiannya yang bernilai $2,1 triliun agar bertumbuh lebih pesat dibandingkan zona Euro dan Amerika Serikat.

Rusia berhasil menjual minyaknya ke seluruh dunia.

Rusia dalam masa perang

Kondisi perpolitikan Rusia semakin mengerikan di masa-masa perang dengan birokrasi yang lambat dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.

Pecahnya Uni Soviet 1991 membawa harapan bahwa Rusia akan berkembang menjadi negara demokrasi terbuka. Namun, pihak oposisi dan jurnalis justru kini takut mengungkapkan pendapat mereka.

Alexei Navalny, politisi oposisi yang dipenjara, mengatakan bahwa Putin membawa Rusia dalam jurang kehancuran dan membangun sistem penjilat korupsi. Pada akhirnya akan terjadi kekacauan, bukan stabilitas.

Yekaterina Duntsova, calon presiden dari oposisi menyatakan ketakutannya dan ingin agar perang Ukraina segera berakhir.

“Ketika di Eropa dan Amerika Serikat mereka mengatakan bahwa Rusia dan Rusia adalah Putin – itu tidak benar. Saya bukan pendukung rasa bersalah kolektif,” ungkap Duntsova.

“Keputusan itu tidak diambil oleh semua orang yang tinggal di negara ini,” imbuhnya.