Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan untuk memberikan sanksi terhadap pelaku usaha di tingkat distributor dan pengecer Minyakita, yang terbukti melanggar aturan. Adapun, Kemendag hingga saat ini telah memberikan sanksi terhadap 66 pelaku usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan, 66 pelaku usaha yang terjaring ini merupakan hasil pengawasan distribusi Minyakita untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga, terutama saat Ramadan dan menjelang Idulfitri 2025.
Pengawasan tersebut dilakukan, yakni pada rentang November 2024 hingga 12 Maret 2025. Kemendag juga telah mengawasi 316 pelaku usaha di 23 provinsi, melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN).
Pria yang akrab disapa Busan ini mengungkapkan, jenis pelanggaran yang dilakukan bermacam-macam. Mulai dari pelanggaran administrasi, hingga praktik pengurangan takaran.
“Pengawasan kita lakukan terus, ada beberapa ya dari 66 itu pelanggaran-pelanggaran administrasi, misalnya bundling, terus izinnya tidak jelas dan sebagainya,” ungkap Busan di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, (17/3/2025).
“Baru kemudian kita temukan pertama kali itu yang pengurangan takaran,” sambungnya.
Busan mengungkapkan, sejak awal, pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap seluruh komoditas pangan termasuk Minyakita. Bahkan pengawasan dilakukan tak hanya menjelang Ramadan dan Idulfitri, melainkan sejak sebelum periode Natal dan Tahun Baru sebelumnya.
“Mulai Nataru itu kan kita secara ketat bagaimana menjaga agar pasokan ada, agar harga terjamin. Nah itu ya hasil pengawasan kita temukan beberapa seperti itu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) PKTN Moga Simatupang mengungkapkan, terdapat beberapa modus pelanggaran yang ditemukan antara lain penjualan Minyakita di atas domestic price obligation (DPO) dan harga eceran tertinggi (HET).
“Selain itu juga penjualan Minyakita antar-pengecer, bukan langsung ke konsumen akhir, yang memperpanjang rantai distribusi sehingga harga di tingkat konsumen melebihi HET; serta tidak adanya pembatasan penjualan oleh pengecer yang menyebabkan distribusi Minyakita tidak merata,” ungkap Moga dalam keterangannya.
Modus pelanggaran lainnya meliputi pelaku usaha yang tidak memiliki tanda daftar gudang (TDG) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha lndonesia (KBLI) perdagangan yang sesuai. Kemudian, pelaku usaha yang tidak memberikan data dan informasi kepada petugas pengawas.
Berikutnya, pelaku usaha yang mengemas atau memproduksi Minyakita dengan volume yang lebih sedikit dari takaran yang tertera pada label kemasan.
Selanjutnya, apabila ditemukan kembali melanggar, maka sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, produsen/repacker yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi lanjutan setelah teguran tertulis, berupa penarikan barang dari distribusi.
Jika masih terus melanggar, sanksi dapat ditingkatkan menjadi penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, dan/atau rekomendasi pencabutan izin usaha.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib memproduksi dan/atau memperdagangkan barang sesuai dengan berat bersih, ukuran, atau takaran yang tercantum dalam label. Jika melanggar ketentuan seperti pada pada produk Minyakita, mereka dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda.