Psikolog: Anak Cerdas Istimewa Perlu Stimulus Emosional dan Sosial, Tak Hanya Intelektual
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anak cerdas istimewa dan bakat istimewa (CIBI) tidak hanya unggul dalam kemampuan intelektual, tetapi juga memiliki tantangan dalam aspek sosial dan emosional.
Perbedaan mencolok antara kemampuan berpikir dan pengelolaan emosi inilah yang disebut sebagai kondisi
asinkronus
.
Ahli Psikologi Pendidikan Universitas Padjadjaran, Fitriani Yustikasari Lubis, menjelaskan bahwa asinkronus terjadi ketika kemampuan intelektual anak berkembang pesat, tetapi perkembangan sosial dan emosinya tertinggal.
“Di mana satu sisi kemampuan berpikirnya melesat, maju. Tapi sosial emosi dia tidak terstimulasi. Sehingga dia punya kesulitan tuh ketika harus berinteraksi dengan orang-orang,” ujar Fitriani kepada
Kompas.com
, Selasa (7/10/2025).
Menurut Fitriani, anak CIBI memerlukan stimulus lebih untuk menyeimbangkan aspek non-akademis dalam dirinya. Ia menilai masyarakat sering kali terlalu fokus pada kecerdasan anak, hingga lupa bahwa perkembangan sosial dan emosional juga penting.
“Karena orang-orang melihat dia cerdas, jadi fokusnya kecerdasannya. Lupa bahwa sosial emosinya tuh harus dikembangkan,” katanya.
Psikolog anak, Mario Herman C. Manuhutu, menambahkan kemampuan sosial anak CIBI perlu terus dilatih agar mereka mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
“Kalau ketemu orang, mau bicara, mau minta sesuatu, kan enggak mungkin kamu langsung ambil. Jadi harus, ‘Boleh minta tolong enggak?’ atau ‘Aku mau minta tolong ini,’ begitu kan. Nah, itu kan perlu diajari,” ujar Mario.
Menurut Mario, dukungan orang tua dan guru sangat penting dalam menumbuhkan empati dan keterampilan sosial anak CIBI. Melalui pembiasaan, anak dapat meniru cara orang tua berinteraksi dengan orang lain.
“Bagaimana kemudian orang tua membantu anak menghadapi itu, atau orang tuanya sendiri gitu, anak kecil dari situ belajar untuk perlahan-lahan memahami,” kata dia.
Selain keterampilan sosial, anak CIBI juga memerlukan stimulasi fisik. Mario menjelaskan bahwa anak dengan kemampuan intelektual tinggi sering kali lebih nyaman belajar sendiri melalui buku atau komputer.
Akibatnya, aspek motorik dan aktivitas tubuh mereka kurang terlatih.
“Karena sukanya ini dia terus belajar dengan buku atau komputer, kalau dia badannya enggak distimulasi, enggak dirangsang untuk otot-otot badannya, kakinya,” ujar Mario.
Padahal, lanjut dia, sekolah juga menuntut anak untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan fisik, seperti olahraga atau lomba.
“Ketika harus ada kegiatan lain di sekolahnya yang mengharuskan dia untuk berkegiatan, misalkan olahraga, ikut lomba, berlarian, berkompetisi, susah tuh,” tambahnya.
Mario menekankan pentingnya peran orang tua dan guru dalam mengenali karakteristik anak yang menunjukkan tanda-tanda CIBI.
Pendampingan sejak dini dibutuhkan agar potensi intelektual mereka berjalan seimbang dengan perkembangan sosial, emosional, dan fisiknya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Psikolog: Anak Cerdas Istimewa Perlu Stimulus Emosional dan Sosial, Tak Hanya Intelektual Megapolitan 7 Oktober 2025
/data/photo/2022/11/11/636d84b9d97ea.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)