PIKIRAN RAKYAT – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melkiades Laka Lena menilai proyek geothermal sebaiknya ditiadakan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal tersebut ia ungkapkan setelah berdiskusi dengan Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD dalam kunjungan kerjanya beberapa waktu lalu.
“Dalam pertemuan ini kami membahas berbagai isu Pembangunan di NTT, khususnya di kabupaten Ende, termasuk keberatan dari para uskup se-Nusa Tenggara (Denpasar, Labuan Bajo, Ruteng, Ende, Maumere, dan Larantuka), terkait proyek geothermal”, tulis Melki seperti dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Instagram probadinya @melkilakalena.official, Senin, 7 April 2025.
Dalam dialog yang terjadi di Istana Keuskupan Agung Ende, Ndona, Jumat, 4 April 2025, politisi partai Golkar itu menilai proyek geothermal di wilayah NTT sejak awal memang kurang baik.
“Terkait Pembangunan geothermal yang kami diskusikan hari ini, kami menyadari banyak kekurangan karena sejak awal didesaian kurang baik,” tulisnya.
Karena itu, dirinya berkomitmen untuk memanggil perlabai pihak terkait proyek tersebut.
“Kami sudah dengar masukan dari uskup, maka kita pastikan bahwa seluruh pihak terkait geothermal akan dipanggil dan segera sesuaikan dengan aspirasi para uskup,” tulis Melki.
Lebih lanjut, orang nomor satu di NTT ini pun memastikan, proyek geothermal yang sudah berjalan agar dibenahi dan diperbaiki. Sementera proyek-proyek yang sedang dibangun dan sudah disepakati, dihentikan dulu.
Pasalnya, ia ingin memastikan masyarakat yang ruang hidupnya di sekitar proyek harus aman. Jika tidak, geothermal sebaiknya ditiadakan.
“Geothermal yang sudah berjalan agar dibenahi dan diperbaiki. Semua yang akan dibangun disepakati dipending dulu. Pembangunan geothermal harus aman. Jika tidak aman makan dipending dan sebaiknya tidak ada geothermal di wilayah ini,” tulis Melki.
Namun, pantauan Pikiran-Rakyat.com, Melki dalam unggahannya tidak menguraikan jadwal pasti pemanggilan pihak-pihak terkait.
Peta Sebaran Panas Bumi di wilayah Keuskupan se-Nusra
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Mineral, potensi panas bumi di wilayah Keuskupan se-Nusra mencapai 902 MW atau 65 persen dari potensi panas bumi di NTT. Berikut ini titik sebarannya:
– Pulau Flores: Waisano, Ulumbu, Wai Pesi, Gou-Inelika, Mengeruda, Mataloko, Komandaru, Ndetusoko, Sokoria, Jopu, Lesugolo, Oka Ile Ange, dan Oyang Barang.
– Pulau Lembata: Watuwawer-Atedai dan Roma-Ujelewung.
– Pulau Alor: Bukapiting
Hingga saat ini, baru PLTP Ulumbu yang dimaknaafkan untuk pembangkit listrik, sedangkan PLTP Mataloko yang sebelumnya sempat beroperasi harus ditutup karena dugaan kesalahan teknis.
Mayoritas Warga Menolak Geothermal
Pantauan media ini, penolakan besar-besaran dilakukan oleh mayoritas warga dan tokoh agama di NTT dalam beberapa bulan terakhir. Rencana perluasan PLTP Ulumbu misalnya, menuai reaksi keras warga Poco Leok karena khawatir ruang hidup mereka terancam.
Di Mataloko, masyarakat hingga tokoh agama bahkan melakukan demontrasi penolakan karena mereka telah menjadi saksi nyata dan korban akibat pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh proyek geothermal. Operasi tambang panas bumi telah menimbulkan lumpur panas yang membuat sawah warga terendam dan sumber air tercemar.
Sementara itu, masyarakat Atadei, khususnya Ahar Tu (Atakore-Lewogroma) juga mewaspadai rencana Pembangunan PLTP Atadei. Mayoritas warga menolak rencana tambang ini dalam musyawarah pengambilan sikap akhir pada 8 Oktober 2024 lalu, di Aula Kantor Desa Atakore, Atadei, Kabupaten Lembata.
Mereka menolak karena khawatir tradisi dan ruang hidup di sana terancam oleh proyek geothermal. Apalagi wilayah Atakore masuk kawasan rawan bencana alam, seperti longsor, gunung meletus, dan tsunami. Bencana alam paling parah di terjadi tahun 1979, saat tanah longsor mengubur empat desa, 539 orang meninggal, 364 orang hilang di Waiteba. Survei lapangan 2013 menyimpulkan, kerapuhan tanah adalah penyebab bencana dahsyat itu. Akibat aktivitas vulkanik di wilayah tersebut membuat struktur tanah sangat rapuh. Mahkota longsor diketahui berada di Desa Atakore, yaitu Bukit Bauraja yang membentuk tebing yang tidak stabil dan rawan longsor, terutama pasca hujan.
Kerusakan akibat proyek geothermal NTT telah menjadi perhatian utama masyarakat dan tokoh agama, memicu penolakan terhadap proyek-proyek tersebut. Beberapa kerusakan yang telah terjadi atau dikhawatirkan meliputi pencemaran air, kerusakan lahan dan ekosistem, semburan lumpur dan uap panas seperti di Mataloko, hingga ancaman bencana geologis, seperti tanah longsor dan gempa bumi. Kasus di PLTP Sarulla, Sumatera Utara dan Pohang, Korea Selatan menunjukkan potensi proyek geothermal memicu gempa.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News