provinsi: Sumatera Utara

  • Kemenhut Usut Peran 12 Subjek Hukum di Tapanuli Terkait Indikasi Memperparah Banjir Sumatra

    Kemenhut Usut Peran 12 Subjek Hukum di Tapanuli Terkait Indikasi Memperparah Banjir Sumatra

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah mengidentifikasi faktor penyebab kerusakan lingkungan di wilayah hulu DAS (Daerah Aliran Sungai), yang diduga memperparah dampak bencana banjir. Tim gabungan pun melakukan pendalaman dan meminta keterangan terhadap 12 subjek hukum di wilayah Tapanuli, Sumatera Utara.

    Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho menyampaikan, tim gabungan telah dibentuk untuk melakukan pengumpulan bahan dan keterangan, terkait dugaan aktivitas yang menyebabkan kerusakan lingkungan, serta menyelidik dugaan tindak pidana kehutanan.  

    “Kami melihat pola yang jelas, di mana ada kerusakan hutan di hulu akibat aktivitas ilegal, di situ potensi bencana di hilir meningkat drastis. Aktivitas di PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah) yang seharusnya legal, terindikasi disalahgunakan menjadi kedok untuk pembalakan liar yang merambah ke kawasan hutan negara di sekitarnya,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, Minggu (7/12/2025). 

    “Ini adalah kejahatan luar biasa yang mengorbankan keselamatan rakyat,” sambungnya.

    Kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu DAS diduga menurunkan kemampuan tanah dalam menyerap air, sehingga hujan ekstrem lebih cepat berubah menjadi aliran permukaan yang kuat, hingga memicu banjir dan longsor.

    Material kayu yang terbawa arus menunjukkan dugaan adanya aktivitas pembukaan lahan dan penebangan yang tidak sesuai ketentuan.

    Hasil analisis awal yang diperkuat verifikasi lapangan menunjukkan, bahwa selain curah hujan ekstrem, terdapat indikasi kerusakan lingkungan di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.  

    Masih berdasarkan identifikasi awal, ada 12 subjek hukum, baik korporasi maupun perorangan, yang diduga memiliki keterkaitan dengan gangguan tutupan hutan di wilayah hulu ini.

    “Sejak 4 Desember 2025, tim telah melakukan pemasangan papan larangan (papan informasi) pada 5 lokasi yang terindikasi, yaitu 2 titik pada area konsesi PT TPL, dan 3 titik pada lokasi Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama JAM, AR, dan DP,” tegasnya.

     

     

  • Perjuangan Guru PPPK Bertahan Hidup Jalan Kaki dari Aceh Tamiang ke Medan

    Perjuangan Guru PPPK Bertahan Hidup Jalan Kaki dari Aceh Tamiang ke Medan

    Jakarta

    Adi Guenea Isman (26), seorang guru PPPK bahasa Jepang asal Sumedang, Jawa Barat menceritakan kisah perjuangannya berjalan kaki dari Aceh Tamiang hingga tiba di Medan saat bencana terjadi. Ia menyebut membutuhkan perjalanan selama dua hari untuk bisa selamat.

    Adi merupakan staf pengajar di SMK Negeri 2 Karang Baru. Hari itu, 28 November 2025, ia baru saja pulang mengajar saat hujan turun tanpa jeda hingga ketinggian air mencapai dua meter dalam hitungan jam.

    Dalam waktu singkat, kos-kosannya berubah menjadi pulau kecil, dikepung luapan air kecokelatan.

    “Naik terus airnya, bang, sampai dua meter. Kami mengungsi di kos-kosan lantai dua, berhari-hari bersama empat kepala keluarga lain,” ungkapnya kepada detikSumut pada Sabtu (6/12/2025) malam.

    Ketika banjir berangsur surut, minimarket disebut mulai dijarah. Ia mengatakan tak ada bantuan yang masuk ke masyarakat sekitar.

    “Saya sudah tidak tahu harus bagaimana. Tidak ada bantuan. Tidak ada sinyal. Tidak ada listrik,” katanya.

    Pada 1 Desember, ketika air benar-benar surut, ia pun memutuskan keluar dari Aceh Tamiang. Adi berharap bisa menghubungi keluarganya di Sumedang.

    Ia pun sempat mengayuh sepeda ke Kota Langsa. Namun, di tengah jalan sepeda itu rusak jalanan pun masih banyak yang terputus.

    “Sopir-sopir truk setelah bawa sembako takut membawa penumpang, karena banyak truk dijarah. Saya ditolak,” ujar Adi.

    “Uang tidak ada. Identitas saya hanyut semua,”sambungnya.

    Singkat cerita, Adi akhirnya sampai di kota Binjai pada Sabtu (6/12) setelah dua hari berjalan. Sinyal internet pun masuk ke ponselnya.

    “Di kota Binjai saya akhirnya bisa isi batre HP dan ada jaringan, menghubungi keluarga akhirnya naik bus sampai medan,” ucapnya.

    Baca selengkapnya di sini

    (dwr/imk)

  • Pengamat Sebut Bencana Sumatera Jadi Alarm Pentingnya Cadangan Beras Daerah

    Pengamat Sebut Bencana Sumatera Jadi Alarm Pentingnya Cadangan Beras Daerah

    Liputan6.com, Jakarta – Bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November menegaskan kembali pentingnya penguatan cadangan beras pemerintah daerah. 

    Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Khudori menilai di tengah tingginya jumlah korban jiwa, korban hilang, serta masih terisolasinya sejumlah wilayah akibat rusaknya infrastruktur, persoalan pangan muncul sebagai ancaman serius yang perlu segera diantisipasi melalui kebijakan cadangan beras di tingkat lokal.

    “Distribusi pangan yang terlambat karena medan sulit dapat memicu kerawanan pangan, lonjakan harga pangan pokok, dan gejolak sosial. Gejolak sosial antara lain berupa penjarahan minimarket dan gudang BULOG,” ujar Khudori dalam pernyataannya, dikutip Minggu (7/12/2025)

    Khudori menambahkan, kondisi ini memperlihatkan tanpa cadangan pangan yang siap digerakkan di daerah, risiko krisis pangan saat bencana akan semakin besar, terutama ketika jalur darat terputus dan mobilisasi bantuan terhambat.

    Menurut Khudori gangguan distribusi pangan akibat bencana juga berpotensi memicu gejolak lain, seperti lonjakan harga pangan dan instabilitas sosial.

    “Meski terdampak bencana, layanan publik BULOG tetap berjalan. BULOG tetap menyalurkan cadangan pangan pemerintah (CPP) pusat dan cadangan pangan pemerintah daerah. Bantuan pangan beras juga tetap disalurkan,” tuturnya.

    Mendorong Pemerintah Daerah Memiliki Cadangan Pangan Sendiri

    Khudori menambahkan, situasi ini memperkuat urgensi untuk mendorong pemerintah daerah memiliki cadangan pangan sendiri, khususnya cadangan beras.

    Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 secara tegas mengatur keberadaan tiga jenis cadangan pangan, yakni cadangan pangan pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga desa, serta cadangan pangan masyarakat.

    Fungsi utama cadangan tersebut adalah untuk menghadapi kekurangan pangan, gejolak harga, dan kondisi darurat, termasuk bencana alam.

  • 4 Subjek Hukum Disegel, Diduga Bertanggung Jawab atas Banjir Bandang Sumatra

    4 Subjek Hukum Disegel, Diduga Bertanggung Jawab atas Banjir Bandang Sumatra

    GELORA.CO  – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyegel empat subjek hukum di Sumatra Utara (Sumut). Keempatnya diduga bertanggung jawab atas banjir bandang dan longsor yang melanda kawasan Sumatra.

    “Sesuai dengan apa yang sudah saya sampaikan di DPR, tim kami di lapangan sudah mulai melakukan operasi penegakan hukum dengan penyegelan 4 subyek hukum dari sekitar 12 subyek hukum yang diduga melakukan pelanggaran berkaitan dengan bencana di Sumatera,” kata Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, dikutip Minggu (7/12/2025). 

    Raja Juli memastikan telah melakukan penindakan hukum secara tegas. Dia menegaskan tidak akan berkompromi dengan perusak hutan.

    “Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada kompromi bagi siapapun yang terbukti merusak hutan Indonesia. Kami berkomitmen untuk melakukan penegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu,” ujarnya.

    Adapun keempat subjek hukum yang disegel yakni Areal Konsesi TPL Desa Marisi, Kecamatan Angkola Timur, Kabupatan Tapanuli Selatan; PHAT Jhon Ary Manalu Desa Pardomuan, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara. 

    Kemudian, PHAT Asmadi Ritonga Desa Dolok Sahut, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara; dan PHAT David Pangabean Desa Simanosor Tonga, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan.

    Raja Juli menyampaikan pihaknya melalui Gakkum melakukan pendalaman terhadap dugaan pelanggaran kehutanan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumut. Pendalaman dilakukan dengan mengumpulkan bukti sampel kayu hingga meminta keterangan. 

    Selain itu, Kemenhut juga telah mengidentifikasi 8 subjek hukum lain yang segera disegel. 

    “Selain 4 subjek hukum yang sudah disegel, sebanyak 8 lainnya juga sudah teridentifikasi dan akan segera disegel,”  tuturnya.

    Dia memastikan akan terus melakukan penyelidikan mendalam yang nantinya dapat berujung pada penetapan pelanggaran pidana maupun denda dalam kasus ini

  • Tiba di Aceh, Presiden Prabowo lanjutkan perjalanan ke Bireuen

    Tiba di Aceh, Presiden Prabowo lanjutkan perjalanan ke Bireuen

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto tiba di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Minggu pagi, dan langsung melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Bireuen untuk mengecek jembatan bailey dan meninjau posko pengungsi.

    Kedatangan Presiden Prabowo di Aceh hari ini merupakan kunjungannya yang kedua di Serambi Mekkah untuk mengecek langsung penanganan dampak banjir bandang dan longsor yang menerjang sejumlah kabupaten dan kota pada 25 November 2025.

    Presiden Prabowo turun dari pesawat kepresidenan PK-GRD sekitar pukul 10.30 WIB, setelah pesawat mendarat pukul 10.21 WIB.

    Di apron bandara, kedatangan Presiden Prabowo disambut oMenteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf.

    Dari Jakarta, Presiden Prabowo didampingi Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Luar Negeri Sugiono, dan Kepala Badan Komunikasi Pemerintah RI Angga Raka Prabowo.

    Dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Presiden Prabowo beserta beberapa pejabat negara naik helikopter kepresidenan Caracal menuju Bireuen.

    Di Bireuen, Presiden meninjau jembatan bailey yang dipasang di salah satu jalur kritis yang menghubungkan Kota Medan dengan Kota Banda Aceh.

    Selepas itu, Presiden juga dijadwalkan mengecek distribusi bantuan, dan posko pengungsi di Bireuen.

    Informasi yang beredar di kalangan wartawan, selepas dari Bireuen, Presiden Prabowo dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Aceh, dijadwalkan memimpin rapat terbatas penanganan bencana banjir bandang dan longsor di tiga provinsi di Pulau Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Rapat tersebut rencananya diikuti Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Pendidikan Tinggi Brian Yuliarto, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Mensesneg Prasetyo Hadi, Menteri Perumahan Maruarar Sirait, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

    Selain itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, Seskab Teddy Indra Wijaya, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali, KSAU Marsekal TNI M. Tonny Harjono, Kepala BIN M. Herindra, Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo, Dirut PLN Darmawan Prasodjo, Kepala Badan Logistik Pertahanan Kemhan Yusuf Jauhari.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PMI Kirim 1 Ton Abon untuk Pengungsi Banjir Sumatera

    PMI Kirim 1 Ton Abon untuk Pengungsi Banjir Sumatera

    Liputan6.com, Jakarta – Palang Merah Indonesia (PMI) kembali mengirimkan bantuan pangan siap konsumsi untuk memperkuat layanan dapur umum di lokasi pengungsian korban banjir di Sumatera Utara dan Aceh. Sebanyak 1 ton abon diberangkatkan dari Jakarta pada Sabtu (6/12/2025) sore melalui Kapal Kemanusiaan PMI kolaborasi bersama Kalla Lines bersama sejumlah bantuan logistik lainnya.

    Ketua Umum PMI Pusat Jusuf Kalla menjelaskan, bantuan abon ini dipilih karena praktis, tahan lama, dan dapat langsung dikonsumsi bersama nasi maupun mi instan ataupun bahan pangan utama yang tersedia di pengungsian. “Abon tidak mudah basi, awet, dan harganya terjangkau. Ini sangat membantu pemenuhan kebutuhan gizi penyintas dalam situasi darurat,” ujar JK

    Seluruh abon dikemas dalam ukuran 50 gram per paket, sehingga lebih mudah didistribusikan langsung kepada keluarga maupun individu di tenda pengungsian.

     

    Ketua Umum PMI Pusat Jusuf Kalla menugaskan Husain Abdullah, Relawan PMI Provinsi DKI Jakarta, sebagai Koordinator Pengadaan Abon sebanyak 2 ton untuk respons bencana ini. Pada tahap awal, abon dipesan dari sentra UMKM di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Namun pemesanan tersebut dibatalkan karena mitra UMKM tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam waktu cepat.

    “Untuk memastikan bantuan tiba tepat waktu, PMI akhirnya bekerja sama dengan sentra UMKM di Jakarta yang sanggup menyiapkan 1 ton abon hanya dalam dua hari, termasuk proses produksi dan pengemasan,” jelas Husain

    Lebih lanjut Husain menjelaskan Abon tersebut kini sedang dalam perjalanan menuju wilayah terdampak dan akan segera didistribusikan ke titik-titik pengungsian di Sumatera Utara dan Aceh oleh PMI daerah dibantu para relawan di lapangan.

    Sebelumnya Palang Merah Indonesia juga telah mengirimkan 100 ribu butir telur asin ke sejumlah wilayah terdampak bencana di Sumater Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Proses Pengiriman melalui udara meggunakan pesawat hercules TNI AU melalui Lanud Halim Perdanakusuma dilakukan bertahap, karena sentra produksi telur asin di Brebes Jawa Tengah, hanya mampu memproduksi 10.000 butir telur asin setiap harinya.

  • Bapanas-ID Food Salurkan Sembako Beras-Minyak ke Sumut

    Bapanas-ID Food Salurkan Sembako Beras-Minyak ke Sumut

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama PT Rajawali Nusindo (RNI)/ID Food Kantor Wilayah Medan menyalurkan bantuan pangan ke sejumlah titik yang masih terendam di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

    Bantuan tersebut difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dapur umum dan kebutuhan mendesak warga yang selama lebih dari sepekan terisolasi akibat banjir.

    Tim Bapanas dan ID Food menyiapkan paket bantuan yang berisi 2,5 ton beras Sania kemasan 5 kilogram, 500 liter minyak goreng, 500 kilogram gula konsumsi, 30 dus mi instan cup, serta 100 dus air mineral.

    Adapun, bantuan tersebut dikirim ke desa-desa di Kecamatan Tanjungpura yang menjadi titik banjir terparah. Di kecamatan ini, tercatat 631 kepala keluarga terdampak langsung, 230 hektare lahan pertanian terendam, dan layanan listrik, internet, serta air bersih belum pulih hingga hari kesembilan.

    Di sisi lain, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) bantuan bencana di Sumatra Utara terus menunjukkan progres.

    Tercatat, Humbang Hasundutan telah menuntaskan penyaluran 100%, disusul Mandailing Natal yang mencapai 96,67%. Kemudian, Kota Binjai menyalurkan 64,70%, Tapanuli Utara 50,75%, dan Kota Medan 34,74%. Daerah-daerah lain di wilayah Sumatra Utara juga terus menggenjot penyaluran beras.

    Ketut menuturkan dukungan ID Food Group melalui RNI, Nusindo, dan PPI diarahkan untuk memperkuat pasokan bagi tiga wilayah utama, yakni Deliserdang, Langkat, dan Medan Labuhan.

    “Ini bagian dari kegiatan RNI, Nusindo, PPI, dan ID Food untuk memperkuat distribusi. Semoga bantuan ini bermanfaat bagi saudara-saudara kita yang sedang mengalami banjir,” kata Ketut dalam keterangan tertulis, Minggu (7/12/2025).

    Ketut menambahkan, arah kebijakan ini sejalan dengan instruksi Menteri Pertanian/Kepala Bapanas Andi Amran Sulaiman agar setiap permintaan bantuan dari kabupaten/kota diproses cepat tanpa birokrasi rumit, selama data dan status daruratnya valid.

    Selain itu, sambung dia, pemerintah pusat memastikan ketersediaan stok pangan serta menjamin penyalurannya sampai ke desa-desa yang paling terdampak.

  • Dirjenpas Pastikan Penanganan Darurat Banjir di Lapas dan Rutan Sumatra Sesuai Prosedur

    Dirjenpas Pastikan Penanganan Darurat Banjir di Lapas dan Rutan Sumatra Sesuai Prosedur

    Liputan6.com, Jakarta – Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Mashudi meninjau langsung Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan di Aceh pada Sabtu, 6 Desember 2025. Dia memastikan penanganan darurat lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan (rutan), balai pemasyarakatan (bapas), hingga lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) yang terdampak banjir di wilayah Sumatera berjalan sesuai dengan prosedur.

    ”Peninjauan ini dimaksudkan untuk melakukan koordinasi  pemulihan layanan dan mitigasi lanjutan agar operasional UPT Pemasyarakatan Lapas, Rutan, Bapas dan LPKA tetap berjalan optimal serta mencegah risiko lanjutan, di samping memastikan keselamatan petugas dan warga binaan, kelancaran operasional serta penanganan darurat yang berjalan sesuai prosedur” kata Mashudi dalam keterangannya, Minggu (7/12/2025).

    Menurutnya, terdapat tujuh lapas dan Rutan di wilayah Aceh yang mengalami banjir, yaitu Lapas Perempuan Sigli, Lapas Lhokseumawe, Lapas Lhoksukon,Lapas Langsa, Laps Narkotika Langsa, Lapas Kuala Simpang dan Lapas Singkil. 

    Selain itu, ada pula lapas yang tidak dapat diakses lantaran jembatan dan jalan yang terputus, antara lain Lapas Idi, Lapas Bener Meriah, Lapas Takengon, Lapas Blangkejeren dan Lapas Kutacane bisa diakses melalui Medan.

    “Dampak kerusakan, ringan sampai dengan berat. Lapas Kuala Simpang terlihat paling parah, banjir air dan lumpur masih menggenangi sehingga kegiatan perkantoran masih lumpuh,” ujarnya.

    Kebutuhan sarana dan prasarana juga menjadi kebutuhan mendesak, seperti ketersediaan genset, lampu emergency, perlengkapan makan minum, pompa air dan senter, hingga steamer. Selain urusan fasilitas hunian warga binaan, terdapat pula petugas Lapas yang terdampak banjir hingga huniannya rusak berat.

     

    Kepala Lapas Enemawira, CS, dinonaktifkan setelah muncul dugaan bahwa ia memaksa narapidana yaitu warga binaan Lapas Enemawira memakan daging anj**g oleh Kalapas.

    Pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan langsung melakukan pemeriksaan. Kepala Lapas Enemawira berinisial CS diperiksa pada 27 Nov…

  • Saatnya Rakyat jadi Algojo

    Saatnya Rakyat jadi Algojo

    0leh: Agus Wahid

       

    JAUH lebih dahsyat dari tsunami 26 Desember 2004 di semenanjung pantai Aceh. Itulah banjir bandang secara bersamaan yang melanda sebagian daratan Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh. Korbannya bukan hanya umat manusia dalam jumlah besar, tapi pemukiman, infrastruktur jalan, sarana-prasarana publik dan aneka ragam hayati lainnya, terutama hewan. Entah apa yang akan terjadi kelak akibat rusaknya ekosistem itu. Luar biasa dahsyatnya banjir kali ini yang menerjang daratan ketiga wilayah Sumatera itu.

    Yang perlu kita catat, banjir di tengah ketiga wilayah Sumatera itu tak ubahnya merupakan “pembantaian” terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Diksi kata “pembantaian” tak bisa dilepaskan dari tragedi banjir itu. Karena, fakta bicara nyata. Ratusan umat manusia, tanpa pandang usia, gender, etnis. Semuanya disapu tanpa mengenal rasa kemanusiaan. Satwa hewan dan aneka ragam hayati lainnya pun digulung musnah secara bersamaan. Benar-benar hilang rasa ekologisnya, padahal umat manusia sangat butuh air, oksigen sebagai penguat kehidupannya.

    Dalam perspektif militer, pembantaian oleh “pasukan air” itu bukan hanya ethnic cleansing, tapi lebih dari itu. Maka, pembantaian yang menyapu bersih secara sengaja dan biadab terhadap alam semesta harus dicatat sebagai kejahatan kemanusiaan, kejahatan terhadap binatang, dan kejahatan kosmologis. Dua jenis kejahatan terakhir ini, boleh jadi  belum terumuskan dalam sistem perundang-undangan kita bahkan dunia. 

    Tapi, mengabaikan dua jenis kejahatan itu pasti akan dibalas oleh alam, dalam bentuk suhu panas tinggi, krisis air yang berkepanjangan dan sejumlah krisis lingkungan lainnya. Let’s see the next.

    Dalam hal ini, setidaknya ada dua sanksi hukum berat. Yaitu, hukum positif yang berlaku di Tanah Air. Jika negara enggan menindaknya, maka sungguh sah jika di antara rakyat membawa kasusnya ke Mahkamah Hukum Internasional. Alamat penerapan hukum berat itu tentu bukan kepada alam yang mengamuk itu, tapi siapa perancang (pemilik konsesi dan pemberi izin) terjadinya krisis ekologi. 

    Muncul pertanyaan mendasar, siapa perancang krisis ekologis itu? Jika kita amati gerakan pembalakan hutan, maka setidaknya ada dua aktor utama: pemilik lisensi pembalakan dan yang mengeluarkan lisensi, terkait alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit dan pertambangan. 

    Muncul pertanyaan mendasar, mungkinkah rakyat kecil mampu melakukan pembalakan yang demikian masif dan ekstensif, apalagi terstruktur? No. Penyanggahan ini mendorong analisis lain: pemainnya pasti dan pasti perusahaan besar. Ketika diselidiki lebih rinci terkait peruntukannya, maka jawabannya kian jelas: perusahaan besar yang berkomplot dengan pemilik kebijakan. 

    Siapa para aktor perusahaan besar dan pemilik kebijakan itu? Menurut data Kementerian Kehutanan, di antaranya, Sinar Mas (Wijaya Family) memiliki 4,4 juta ha di Sumatera, APP (pulp/HTI) seluas 2,6 juta ha. Royal Golden Eagle – Sukanto Tanoyo seluas 2,6 juta ha. April (pulp/HTI) 1,5 juta ha. RGE Group lain sebesar 1,1 juta. Salim Group melalui anak perusahaannya seperti London Sumatera (Lonsum) dan Salim Ivomas Pratama (SIMP) memiliki 111.367 ha.

    Yang menarik untuk dicatat, jumlah konsesi itu dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan MS Kaban (periode 2004-2009) sebanyak 589.273 ha. Zaman Zulkifli Hasan seluas 1.623.062 ha. Dan zaman Siti Nurbaya (2014-2024) lebih fokus pada penegakan hukum dan pencabutan izin konsesi bagi yang tidak aktif atau bermasalah. Dari gerakan penertiban ini, konsesi hutan di zaman Siti Nurbaya yang masih bertahan antara 600-800 ha. 

    Dengan menelusuri data administratif dan data di lapangan, maka sangatlah mudah untuk menuding, sekaligus menentukan tersangkanya, siapa yang paling obral dalam mengeluarkan izin konsesi. Pertanyaan mendasarnya, beranikah negara mengambil tindakan tegas secara hukum (pidana dan perdata), bahkan secara politik terhadap para pihak yang terlibat?

    Banyak elemen masyarakat meragukannya. Karena, pemilik konsesi hutan adalah para cukong, yang sedikit banyak, punya relasi khusus dalam proses politik (menuju kekuasaan). Setidaknya, andai Presiden menyerahkan sepenuhnya pada kebebasan lembaga penegak hukum, hal ini pun tetap disangsikan. Landasannya tak jauh dari potensi al-fulus. “Kemasukan angin” di tengah aparatur (oknum) penegak hukum hingga kini sudah menjadi warna lazim. Meski sangat memprihatinkan dan sangat disesalkan, tapi itulah realitasnya. Sulit dibantah.

    Maka, salah satu opsi yang maksimal dilakukan oleh Prabowo saat ini adalah tragedi banjir nasional yang melanda Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat menjadi jalan mulus untuk mereshuffle sejumlah menteri terkait, apalagi manusia-manusia “termul”. Yang langsung bertanggung jawab adalah Menteri Kehutanan dan Menteri ESDM. Kedua Meteri ini bertanggung jawab langsung terhadap realitas kerusakan serius wilayah kehutanan hingga saat ini. Setidaknya, kedua menteri ini lalai terhadap panorama lingkungan yang kritis itu. Dan baru ketahuan setelah banjir menerjang, tanah berlongsoran, angin puting beliung mengamuk.

    Pertanyaannya, apakah hanya dua Menteri yang saat ini menjabat? No. Para mantan menteri (kehutanan dan ESDM) layak diperiksa. Karena, pembalakan liar terhadap alam kehutanan bukan hanya terjadi sejak awal Oktober 2024. Dengan menghitung mundur, maka kita dapatkan data berapa luas pembalakan hutan zaman MS Kaban, Zulkifli Hasan dan Siti Nurbaya. Begitu, juga berapa luas konsesi izin tambang yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM saat ini dan sejumlah mantan Menteri ESDM sebelumnya. 

    Bagaimana dengan kepala daerah yang memberikan “karpet merah” terhadap para pihak yang melakukan pembalakan hutan itu, mulai dari Gubernur atau Bupati/walikota? Siapapun yang bersekongkol tak boleh luput dari sanksi politik. Jika Presiden memiliki hak prerogatif untuk mencopot menteri. Maka, DPRD punya hak juga untuk meng-impeach kepala daerah yang berkomplot itu.  

    Sebuah pesan politik penting yang bisa dicatat adalah siapapun sebagai penguasa tak boleh sembrono dan aji mumpung dalam mengeksploitasi kewenangannya. Penegakan hukum tersebut untuk mengantarkan sikap good governance. Agar, siapapun yang mendapat amanah tidak serta-merta menyalahgunakan kewenangannya.

    Kembali pada pertanyaan besar, apakah negara mau mengejar para komplotan swasta besar itu? Kita tak bisa berharap banyak pada otoritas negara. Lalu? Di sinilah peran rakyat. Mereka yang menjadi korban keganasan alam dan itu karena ulah para pembalak masif dan sistematis itu, maka sungguh layak bagi rakyat menunjukkan keberaniannya sebagai “algojo”. Ratusan nyawa yang melayang dan jutaan warga masyarakat yang menjadi korban harus melakukan perhitungan yang sebanding dengan kejahatan yang mengakibatkan alam mengamuk itu.

    Nyawa-nyawa yang melayang, miliaran kerugian material bahkan triliunan kerugian imaterial sungguh sepadan untuk menghabisi para aktor swasta penjahat hutan. Di tengah penderitaan para korban, para pemilik konsesi hidup ongkang-ongkang kaki sembari berkipas-kipas nikmat di Singapura atau lainnya. Maka, tak ada opsi yang pantas untuk ditunjukkan dengan tegas: para penjahat alam memang harus dibantai dengan keji.

    Dalam hal ini ada dua opsi yang bisa diterapkan. Pertama, apakah hukum badan (nyawa dibalas dengan nyawa). Dan siapapun yang keluarganya telah wafat harus menuntut nyawa pemilik lisensi pembalakan hutan. Kedua, tuntutan perdata. Para korban menuntut ganti rugi material dan imaterial yang dikonversikan secara material. Risiko bisnis ini harus ditanggung oleh pengusaha, bukan menanti uluran belas-kasihan Pemerintah. Inilah rasio bisnis yang fair. Jika Pemerintah tetap menanggungnya, berarti rakyat juga yang menanggung, padahal di antara rakyat merupakan korban. Inilah rasio dan risiko bisnis yang tak pernah ditinjau secara jernih selama ini. 

    Sebuah makna krusial dari dua model sanksi “nyawa dibalas dengan nyawa” atau ganti rugi material yang harus ditanggung oleh para pemilik konsesi, maka secara konsepsional akan terjadi pengereman diri dalam memandang sumber daya alam (SDA), yang ada di permukaan bumi atau yang dikandungnya. Jadi, janganlah dilihat dari sisi eigenrichting (main hakim sendiri), tapi pandanglah kemanfaatan ke depannya.

    Sejauh ini, pemikiran ganti rugi badan ataupun material terhadap para perusak alam belum dikenal dalam sistem hukum positif kita. Karena itu, sudah saatnya dilakukan revisi UU Kehutanan dan UU Minerba. Dalam revisi undang-undang tersebut, atas nama konstitusi, rakyat haruslah diberi payung hukum untuk menentukan sikap hukumnya, di luar institusi formal. Atas nama hukum adat atau hukum kelayakan manusia.

    Akhir kata, banjir bandang yang belum lama ini menerjang Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh haruslah menjadi perenungan konstruktif, sekaligus terobosan yang holistik. Untuk sama-sama menghormati sesama umat manusia (hablun minannaas) dan hubungan manusia dengan lingkungan (hablun minal`aalam), di samping hubungannya dengan Allah selaku sang pencipta semuanya (hablun minallaah), karena 15 abad lalu, Allah sudah memperingatkan umat manusia sebagai “khalifah di muka bumi” untuk saling menjaga lingkungan, sekaligus melarang tegas untuk merusak alam. 

    Semua itu agar terbangun harmonisasi antar sesama makhluk Allah. Dan inilah konsep hidup aman-damai antar makhluk-Nya yang bisa menjadi potensi membangun negara dan masyarakat yang sejahtera dan berkemajuan. 

    (Analis politik dan pembangunan)

  • Geger! Raffi Ahmad Beri Donasi Rp15 Miliar untuk Korban Banjir Sumatera

    Geger! Raffi Ahmad Beri Donasi Rp15 Miliar untuk Korban Banjir Sumatera

    GELORA.CO – Artis Raffi Ahmad dan Nagita Slavina mengirimkan bantuan total Rp15 miliar untuk korban banjir Sumatera. Kabar ini membuat geger media sosial.

    Bantuan disalurkan melalui tim dari RANS serta Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni. Donasi dengan nominal fantastis tersebut diperuntukkan bagi korban banjir dan longsor di Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.

    “Semoga bisa membantu meringankan beban saudara-saudara kami yang ada di Sumatera,” kata Raffi Ahmad saat melakukan video call dengan Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasco Ruseimy, belum lama ini, dikutip dari @newsrans, Minggu (7/12/2025).

    Nominal Rp15 miliar dibagi rata, dengan masing-masing Rp5 miliar untuk Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.

    Bantuan diserahkan kepada Vasco Ruseimy sebagai perwakilan Sumatera Barat, lalu Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan mewakili Aceh yaitu Bupati Aceh Tamiang, Armia Fahmi.

    “Sebagaimana amanah dari Raffi, bantuan ini diharapkan dapat menjadi dana taktis yang langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan paling mendesak bagi masyarakat di wilayah terdampak,” ungkap Aldi, perwakilan tim Raffi Ahmad.

    “Bantuan ini pun menjadi wujud kedekatan batin Raffi dan Nagita dengan masyarakat Sumatera, terutama saat banyak keluarga sedang menghadapi masa sulit,” tambah Prio yang juga tim dari Raffi Ahmad.

    Di sisi lain, Vasco Ruseimy mengapresiasi kepedulian Raffi Ahmad dan tim. Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, juga menyampaikan komitmennya.

    “Bantuan ini sangat berarti. Kami akan memfokuskan penggunaannya pada percepatan pemenuhan kebutuhan papan bagi warga yang rumahnya terdampak,” ujar Vasco.

    “Seluruh bantuan yang diterima akan disalurkan langsung kepada masyarakat yang paling membutuhkan, terutama di titik lokasi yang mengalami kerusakan terparah,” kata Bobby Nasution