provinsi: SUMATERA SELATAN

  • Pupuk Indonesia Mau Revitalisasi Pabrik Besar-besaran

    Pupuk Indonesia Mau Revitalisasi Pabrik Besar-besaran

    Jakarta

    PT Pupuk Indonesia (Persero) berencana melakukan revitalisasi sejumlah pabrik untuk meningkatkan efisiensi produksi. Adapun saat ini, Pupuk Indonesia memiliki 15 pabrik urea, delapan di antaranya telah beroperasi lebih dari 30 tahun.

    Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menyebut kondisi ini membuat rata-rata konsumsi gas produksi 1 ton urea lebih tinggi dari standar global, yakni mencapai 28 MMBTU. Bahkan, terang Rahmad, untuk delapan pabrik berusia di atas 30 tahun, konsumsi gas rata-rata mencapai 32,2 MMBTU per ton Urea.

    “Untuk urea saat ini rasio konsumsi energi kami tinggi sekali, rata-rata rasio konsumsi gas itu adalah 28 MMBTU per ton urea,” kata Rahmad dalam keterangannya, dikutip Sabtu (27/9/2025).

    Karenanya, revitalisasi pabrik pupuk menjadi strategi yang dijalankan dengan memodernisasi pabrik tua hingga membangun pabrik baru. Efisiensi tersebut disebut dapat menekan biaya produksi sehingga harga pupuk subsidi dan nonsubsidi bagi petani tetap terjangkau.

    “Ke depan kami akan melakukan revitalisasi, karena pabrik-pabrik kami sudah tua. Kami sudah lama tidak melakukan pembangunan pabrik sejak tahun 2003,” ujarnya.

    Melalui revitalisasi, konsumsi gas di Pupuk Indonesia Grup diproyeksikan dapat ditekan menjadi 25 MMBTU per ton urea pada 2035. Efisiensi ini akan mampu menurunkan biaya produksi, sekaligus dapat menekan harga jual untuk petani.

    Pupuk Indonesia juga telah memulai pembangunan Pabrik Pusri IIIB melalui PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri) yang ditargetkan rampung tahun 2027. Pusri IIIB diproyeksikan untuk menggantikan pabrik lama dengan infrastruktur modern.

    Pabrik ini mampu meningkatkan efisiensi konsumsi gas dari 32 MMBTU per ton menjadi 21,7 MMBTU per ton urea. Efisiensi tersebut setara dengan penghematan biaya produksi sekitar Rp 1,5 triliun per tahun.

    “Kami sedang membangun satu pabrik bernama Pusri IIIB yang akan menggantikan pabrik yang sudah tua. Keberadaan pabrik ini akan menjadikan Pusri sebagai perusahaan pupuk tertua, tetapi dengan rata-rata umur pabrik yang paling muda dan paling efisien,” tutupnya.

    (eds/eds)

  • Keracunan Massal MBG dan Pelanggaran HAM Negara
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 September 2025

    Keracunan Massal MBG dan Pelanggaran HAM Negara Nasional 27 September 2025

    Keracunan Massal MBG dan Pelanggaran HAM Negara
    Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
    PADA
    Mei 2025 lalu, penulis telah menyoroti persoalan keracunan massal Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui opini berjudul “
    Bukan Sekadar Statistik: Keracunan Massal MBG dan Alarm bagi Komitmen HAM
    ” (Kompas.com, 14/05/2025).
    Kala itu, kasus di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, menyebabkan ratusan anak dilarikan ke rumah sakit setelah menyantap MBG. Peristiwa ini telah diperingatkan sebagai alarm dini atas bahaya sistemik dalam pelaksanaan program.
    Kini, peringatan itu bukan hanya terbukti, melainkan menjelma menjadi tragedi besar. Di Bandung Barat saja, lebih dari 1.300 siswa dilaporkan keracunan MBG pada September 2025, menjadikannya episentrum krisis gizi yang ironis.
    Secara nasional, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat lebih dari 4.600 kasus keracunan sejak Januari hingga September 2025, sedangkan CISDI menemukan sedikitnya 6.600 kasus melalui pemantauan media massa.  Perbedaan angka ini menunjukkan adanya persoalan transparansi, sekaligus menandakan kemungkinan besar bahwa jumlah korban sesungguhnya jauh lebih besar dari data resmi.
    Fakta bahwa program yang dirancang untuk memenuhi gizi anak justru telah mencatat lebih dari lima ribu kasus keracunan dalam sembilan bulan pertama adalah bukti kegagalan negara. Krisis ini tidak dapat lagi dipandang sebagai masalah teknis distribusi pangan semata, melainkan telah beralih menjadi isu pelanggaran hak asasi manusia — khususnya hak anak atas kesehatan, keselamatan, dan hidup yang layak sebagaimana dijamin oleh konstitusi dan instrumen HAM internasional.
    Dalam perspektif hukum hak asasi manusia, kasus keracunan massal MBG tidak dapat dipandang sekadar sebagai kelalaian administratif, melainkan merupakan pelanggaran kewajiban negara dalam menjamin hak-hak dasar warganya, khususnya anak-anak.
    Konstitusi Indonesia telah secara tegas memberikan jaminan. Pasal 28B ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
    Sementara itu, Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945 menjamin hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
    Namun, fakta ribuan anak justru mengalami keracunan akibat program negara memperlihatkan bahwa jaminan konstitusional tersebut telah nyata tercederai. Tidak hanya dalam tataran konstitusi, hukum nasional juga mengatur kewajiban negara untuk memastikan pelindungan hak anak dan keamanan pangan.
    UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan hak setiap anak atas pelindungan, kesejahteraan, dan perawatan yang layak. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014, memandatkan negara untuk menjamin kesehatan anak serta menyediakan sarana layanan kesehatan yang aman. Pun, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan memberikan pengakuan eksplisit atas hak setiap warga negara untuk memperoleh pangan yang aman, bermutu, dan bergizi.
    Maka, keracunan massal MBG menandakan tidak dijalankannya kewajiban hukum positif yang sudah lama berlaku di Indonesia. Kewajiban negara semakin jelas ketika dilihat dari perspektif hukum internasional.
    Konvensi Hak Anak (CRC) 1989, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990, mewajibkan negara menjamin hak hidup dan standar kesehatan tertinggi bagi anak sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 dan 24. Demikian pula, Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), yang telah diaksesi dengan UU No. 11 Tahun 2005, mengikat Indonesia untuk menjamin hak atas standar hidup layak, termasuk pangan yang aman dan bergizi (Pasal 11), serta hak atas kesehatan (Pasal 12).
    Prinsip
    non-retrogression
    dalam ICESCR secara tegas melarang negara mengambil kebijakan yang menyebabkan kemunduran dalam pemenuhan hak-hak tersebut. Keracunan massal akibat MBG dengan sendirinya merupakan bentuk regresi yang serius, sebab program yang ditujukan untuk meningkatkan gizi anak justru menurunkan kualitas kesehatan mereka secara signifikan.
    Maka, tragedi MBG bukan hanya kesalahan teknis dalam tata kelola distribusi makanan, melainkan kegagalan struktural negara dalam memenuhi kewajiban
    to respect, to protect, and to fulfill
    hak asasi manusia, khususnya hak-hak anak. Negara tidak hanya lalai dalam menyediakan makanan yang aman, tetapi juga gagal melindungi anak-anak dari bahaya yang dihasilkan oleh programnya sendiri.
    Situasi ini mencerminkan pelanggaran serius terhadap konstitusi, undang-undang nasional, maupun instrumen HAM internasional yang telah menjadi bagian dari hukum positif Indonesia.
    Alih-alih menjadi solusi atas masalah gizi anak, program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini justru dijuluki sinis sebagai “Makan Beracun Gratis” oleh sebagian masyarakat. Julukan ini bukanlah sekadar ekspresi emosional, melainkan cerminan dari krisis kepercayaan publik akibat berulangnya insiden keracunan massal.
    Program yang di atas kertas diproyeksikan untuk meningkatkan status gizi dan kualitas hidup anak-anak, dalam praktiknya berubah menjadi sumber ketakutan baru: apakah makanan yang dikonsumsi anak di sekolah benar-benar aman?
    Dalam kerangka teori legitimasi kebijakan publik, suatu program hanya dapat dipertahankan ketika tujuan normatifnya selaras dengan hasil empiris yang dirasakan masyarakat (Suchman, 1995). MBG dirancang sebagai instrumen keadilan sosial, namun kegagalan memastikan aspek keamanan pangan membuatnya kehilangan legitimasi.
    Ketika masyarakat menyebutnya “beracun”, hal itu menandakan hilangnya kepercayaan sosial (
    social trust
    ) terhadap negara sebagai penyelenggara layanan dasar. Kritik ini pun dapat dibaca melalui konsep “banalitas keburukan” (
    banality of evil
    ) ala Arendt. Bahaya bukan hanya muncul dari niat jahat, tetapi juga dari kelalaian sistemik yang dinormalisasi.
    Ketika keracunan ribuan anak direduksi menjadi “hanya sebagian kecil” atau dianggap
    acceptable risk
    dari sebuah program nasional, negara sedang melakukan banalitas terhadap penderitaan manusia—membiarkan pelanggaran hak anak berlangsung di bawah retorika keberhasilan statistik.
    Istilah “Makan Beracun Gratis” merupakan simbol perlawanan moral, yang menyuarakan bahwa setiap nyawa anak tidak boleh ditukar dengan klaim administratif tentang distribusi gizi. Negara tidak bisa menjustifikasi keracunan ribuan anak dengan narasi pencapaian angka, sebab dalam hukum hak asasi manusia, satu nyawa yang terabaikan saja sudah terlalu banyak.
    Tragedi berulang yang menimpa ribuan anak menunjukkan bahwa program MBG tidak dapat lagi dipertahankan dengan logika tambal sulam. Evaluasi parsial terhadap dapur atau sekadar pemberhentian sementara penyedia layanan tidak akan cukup. Yang dibutuhkan adalah evaluasi total terhadap desain, tata kelola, dan mekanisme implementasi program MBG.
    Hal ini sejalan dengan prinsip kehati-hatian (
    precautionary principle
    ) dalam layanan publik: ketika suatu kebijakan berisiko besar menimbulkan bahaya, negara wajib menghentikan atau mengubah kebijakan tersebut hingga dapat dipastikan aman bagi penerima manfaat.
    Salah satu opsi reformasi yang patut dipertimbangkan adalah desentralisasi mekanisme penyediaan makanan, misalnya dengan mengalihkan sebagian besar anggaran MBG ke sekolah dan orang tua melalui skema yang lebih transparan dan partisipatif.
    Model distribusi terpusat yang bergantung pada ribuan dapur SPPG terbukti rawan salah kelola, tidak efisien dalam logistik, serta berulang kali menimbulkan insiden keracunan massal. Alternatifnya, dana bisa disalurkan untuk memperkuat kantin sekolah berbasis lokal atau langsung diberikan kepada keluarga dalam bentuk bantuan gizi, sehingga ada kontrol kualitas yang lebih dekat dan sesuai kebutuhan anak.
    Pun, evaluasi total juga harus mencakup aspek akuntabilitas dan transparansi. Negara perlu membuka kanal pelaporan publik, melibatkan lembaga independen seperti Komnas HAM dan Ombudsman, serta memastikan adanya mekanisme pengaduan yang cepat dan efektif bagi korban.
    Tanpa langkah ini, MBG akan terus menjadi sumber ancaman, bukan pelindungan. Intinya, program yang semula digadang sebagai simbol kepedulian negara terhadap gizi anak telah kehilangan legitimasi moral dan hukum akibat kegagalannya menjamin keamanan.
    Jika pemerintah sungguh ingin menjaga masa depan generasi, maka moratorium MBG untuk evaluasi total adalah keharusan, bukan pilihan. Reformasi mekanisme, partisipasi masyarakat, dan pengawasan independen harus menjadi fondasi baru agar tragedi keracunan massal tidak lagi berulang pada masa depan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 September 2025

    Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas Nasional 27 September 2025

    Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas
    Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com – Instagram: @ikhsan_tualeka
    KABAR
    bahwa Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, resmi bergabung sebagai anggota “Global Advisory Board Bloomberg New Economy” sontak memancing atensi publik.
    Kedengarannya memang megah. 
    Kompas.com
    , 22 September 2025, bahkan menurunkan berita dengan judul “Jokowi Ditunjuk Jadi Dewan Penasehat Global Bloomberg New Economy”.
    Ulasannya menarik, dengan menempatkan Jokowi sejajar dengan tokoh-tokoh yang ikut menentukan arah percakapan dunia.
    Namun, apakah betul demikian?
    Jika mau ditelisik lebih jauh, penunjukan ini lebih banyak bicara atau didasarkan soal citra ketimbang substansi.
    Mari kita letakkan kursi ini pada konteks yang tepat. “Bloomberg New Economy” bukanlah satu forum strategis pengambilan keputusan global.
    Jangan sampai membayangkannya seperti PBB, bukan pula setingkat G20, bahkan tidak setara dengan World Economic Forum di Davos.
    Bloomberg New Economy
    lebih menyerupai satu klub eksklusif, diinisiasi oleh media keuangan raksasa, dengan agenda diskusi besar, tapi tanpa kewajiban nyata untuk melahirkan kesepakatan.
    Kehadirannya boleh di kata lebih banyak untuk pencitraan. Sebuah panggung yang mempertemukan elite bisnis, politik, dan akademisi dalam kemasan prestisius.
    Dengan kata lain, posisi ini tidak lebih dari kursi kehormatan, bukan ruang pengaruh strategis.
    Penunjukan Jokowi jelas membawa simbolisme, tapi tidak otomatis menambah bobot diplomasi Indonesia di pentas internasional.
    Lalu, apa yang sebenarnya membuat Jokowi menarik bagi forum seperti ini? Jawabannya terletak pada satu hal: stabilitas dalam paradoks.
    Sepuluh tahun ia memimpin, Indonesia mengalami ledakan pembangunan infrastruktur, sekaligus lonjakan utang negara yang luar biasa, hingga lebih dari tiga kali lipat.
    Uniknya, di tengah beban fiskal yang meningkat tajam, Indonesia tetap menjaga peringkat
    investment grade
    dan kepercayaan pasar.
    Dari perspektif pasar global, ini prestasi. Bisa menambah utang tanpa menimbulkan gejolak.
    Namun, jika kita menengok dari dalam negeri, narasi ini penuh kontradiksi atau paradoks. Utang yang melonjak itu tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
    Faktanya, banyak proyek infrastruktur justru menyisakan beban fiskal dan masalah sosial, mulai dari pembengkakan biaya, dampak lingkungan, hingga ketidakmerataan manfaat.
    Kereta cepat Whoosh adalah contoh nyata yang tak terbantahkan. Proyek ini menghadapi utang besar mencapai sekitar Rp 116 triliun (7,2 miliar dollar AS), yang sebagian besar berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB).
    Beban bunga tahunan dari utang ini diperkirakan mencapai Rp 2 triliun. Hal ini menyebabkan kerugian yang terus berlanjut bagi konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang pada semester I 2025 mencapai sekitar Rp 1,6 triliun.
    Itu baru satu proyek. Belum lagi kalau kita mau bahas soal Ibukota Nusantara (IKN), Bandara Kertajati, LRT Sumatera Selatan dan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya yang terkesan tanpa perencanaan yang jelas dan lebih mengakomodasi kepentingan elite atau oligarki.
    Lebih jauh dan dampak jangka pendeknya, Jokowi memang meninggalkan warisan stabilitas ekonomi, tetapi dengan harga mahal. Salah satunya adalah penyusutan kualitas demokrasi.
    Laporan berbagai lembaga internasional menunjukkan penurunan indeks demokrasi, pelemahan peran oposisi, dominasi oligarki, hingga berkurangnya ruang kebebasan sipil.
    Pemilu 2024 menjadi puncak dari paradoks itu. Stabilitas politik yang dipuji pasar global justru lahir dari praktik yang bagi banyak pihak dinilai sebagai manipulasi aturan dan rekayasa kekuasaan.
    Ironi kemudian muncul ketika figur dengan catatan telah berkontribusi bagi demokrasi yang kian suram di negaranya sendiri justru diangkat sebagai penasihat global.
    Pertanyaan mendasar pun patut diajukan: apakah dunia benar-benar membutuhkan model kepemimpinan yang menukar demokrasi dengan stabilitas fiskal?
    Jika ya, maka kita sedang berjalan ke arah yang keliru—menormalisasi otoritarianisme pragmatis sebagai jalan keluar bagi negara berkembang, yang kemudian meninggalkan cacat bawaan.
    Perbandingan dengan pemimpin lain bisa mempertegas ironi ini. Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, misalnya, aktif dalam berbagai forum internasional pasca-jabatannya, tetapi kontribusinya jelas, berbagi pengalaman dalam kebijakan luar negeri dan reformasi institusional.
    Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pendahulu Jokowi, juga kerap diundang ke forum global, terutama terkait isu demokrasi, perdamaian, dan perubahan iklim—tema yang memang ia dorong selama satu dekade pemerintahannya.
    Bahkan sosok seperti Mahathir Mohamad di Malaysia yang sudah sangat sepuh, masih terus mengisi forum global. Ia memang diakui di berbagai forum internasional karena gagasan politik luar negerinya yang kritis terhadap Barat.
    Dibandingkan itu semua, posisi Jokowi tampak berbeda. Ia tidak dikenal karena gagasan besar, visi global, atau terobosan diplomatik, melainkan karena kemampuannya menjaga keseimbangan politik domestik sambil mengelola fiskal yang berat.
    Artinya, dalam konteks ini yang dijual bukanlah visi dunia, melainkan trik teknokratis. Yaitu bagaimana menambah utang luar negeri tanpa kehilangan legitimasi politik di dalam negeri.
    Forum seperti
    Bloomberg New Economy
    tentu saja menyukai narasi semacam ini. Namun sekali lagi, itu tidak otomatis menjadikan Jokowi tokoh berpengaruh secara strategis. Karena yang dirayakan adalah citra, bukan substansi.
    Indonesia memang bisa berbangga bahwa nama presidennya diundang ke panggung global. Namun kebanggaan itu sebaiknya tidak menutup mata bahwa pencapaian yang dipuji dunia sering kali adalah sisi yang problematis di dalam negeri.
    Kursi di
    Bloomberg New Economy
    lebih tepat dibaca sebagai refleksi paradoks Jokowi sendiri. Ia barangkali stabil di mata pasar, tapi meninggalkan demokrasi yang rapuh di Tanah Air.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Miris di Balik Program Makan Bergizi Gratis: Puding Basi Sampai Serpihan Kaca

    Cerita Miris di Balik Program Makan Bergizi Gratis: Puding Basi Sampai Serpihan Kaca

    Sementara itu, bocah-bocah mungil tak berdosa menahan sakit sejak fajar. Perut mereka melilit. Mata pucat, muntah tak henti. Aroma tanah basah selepas hujan tak mampu menenangkan getir di SDN 1 Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat. Lima murid, jadi korban setelah menyantap Makanan Bergizi Gratis (MBG).

    Kepada Liputan6.com pada Kamis, 25 September 2025, Kepala Dinas Pendidikan Kayong Utara, Jumadi, angkat suara.

    “Terjadi dugaan keracunan makanan MBG terhadap lima murid. Indikasinya mual, muntah, pusing, dan sakit perut,” ucapnya.

    Menu hari itu terdengar wajar. Ada ayam kecap, oseng kol, tempe goreng. Namun pemeriksaan Puskesmas Melano menuding puding penutup, sebagai biang kerok.

    “Diduga puding basi dan tak layak konsumsi,” Jumadi.

    Tak jauh berbeda ceritanya dengan yang terjadi di Palembang, Sumsel. Belasan pelajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 178 Palembang, Sumatera Selatan, mengalami mual dan muntah usai menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Guru SDN 178 Palembang, Dewi Hilda, membenarkan peristiwa tersebut. Menurutnya, sekitar 13 siswa mengalami mual, pusing, hingga muntah setelah menyantap MBG.

    Adapun, lanjut dia, peristiwa ini diketahui saat seorang siswa melaporkan kejadian itu kepada guru dan langsung diberikan pertolongan medis.

    “Awalnya dibawa ke UKS, tetapi karena jumlah siswa yang mengeluhkan semakin banyak, pihak sekolah lalu membawa siswanya Puskesmas Kalidoni,” kata Dewi, Kamis (25/9/2025).

    Total ada sembilan orang siswa yang kemudian dirujuk ke RS Pusri untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Sisanya sudah bisa pulang karena kondisi sudah mulai membaik.

    Adapun, Dewi menceritakan, menu makanan MBG yang disantap para pelajar, diantaranya, ayam katsu, tahu, salad, serta buah pisang.

  • Polri Ikut Tangani Kasus Siswa Keracunan MBG

    Polri Ikut Tangani Kasus Siswa Keracunan MBG

    Bisnis.com, JAKARTA — Bareskrim Polri tengah memantau kasus keracunan makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG)  yang terjadi di Indonesia dan bersama-sama dengan Polda untuk menangani kasus ini.

    Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Helfi Assegaf menjelaskan kasus keracunan makanan MBG yang sempat viral di media sosial itu kini tengah ditangani oleh Polres dan Polda di setiap wilayah.

    Kendati demikian, Helfi menegaskan bahwa Bareskrim Polri tetap akan memberi atensi kepada Polres maupun Polda yang tengah menangani perkara tersebut.

    “Jadi untuk MBG yang keracunan itu akan ditangani oleh masing-masing Polres dan Polda. Kita akan melakukan atensi dari sisi penanganannya,” tutur Helfi di Bareskrim Polri, Kamis (25/9/2025).

    Helfi juga minta Polres dan Polda untuk melakukan pendalaman terhadap kasus keracunan makanan MBG tersebut mulai dari hulu hingga hilir, sehingga Kepolisian bisa mengetahui pasti penyebab banyak siswa yang keracunan makanan beberapa hari terakhir.

    “Jadi bagaimana proses keamanan dan pengamanan ketika makanan itu disajikan lalu bagaimana prosesnya dari hulu dan hilir,” katanya.

    Menurut Helfi, jika penyebab utama banyak siswa yang keracunan MBG itu diketahui secara pasti, maka Bareskrim Polri bakal melaporkan hal tersebut ke pemerintah pusat sekaligus memberikan rekomendasi.

    “Tentunya nanti kita akan memberikan rekomendasi juga ke pemerintah, utamanya kepada penyelenggara MBG itu sendiri,” ujarnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, ada beberapa wilayah pembagian MBG yang membuat para siswa mengalami keracunan:

    Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada 21 April 2025, sebanyak 78 siswa dari MAN 1 Cianjur dan SMP PGRI 1 Cianjur mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, diare, pusing.
    Kota Bogor, Jawa Barat, ratusan siswa dari TK sampai SMA, total 223 siswa dari sembilan sekolah dilaporkan telah keracunan setelah mengonsumsi paket MBG. Pemerintah daerah menetapkan kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 
    Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, sekitar 64 siswa dari lima sekolah di wilayah Kecamatan Talang Ubi diduga keracunan setelah menyantap menu MBG.
    Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, terbaru, lebih dari 250 siswa dari tingkat SD hingga SMA dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah mengikuti program MBG. 
    Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, di SDN Parakansalak 2, sebanyak 24 siswa mengalami pusing, mual, dan muntah setelah menyantap MBG sekolah.  

    Ditambah beberapa daerah lainnya seperti di Sukoharjo (Jawa Tengah), Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Nunukan (Kalimantan Utara), terakhir di Jakarta Utara juga melaporkan insiden-insiden serupa yaitu puluhan siswa merasakan efek samping seperti mual, muntah, sakit perut setelah menyantap makanan MBG.  

  • Daftar 21 Jalan Tol RI yang Sepi Pengendara, Bikin Operator Boncos!

    Daftar 21 Jalan Tol RI yang Sepi Pengendara, Bikin Operator Boncos!

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melaporkan sebanyak 21 jalan tol di Indonesia sepi pengendara hingga menyebabkan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) mengalami kerugian.

    Menteri PU Dody Hanggodo mengatakan sejumlah BUJT menanggung kerugian akibat realisasi traffic kendaraan yang melintas pada ruas tol yang dikelolanya masih jauh dari asumsi kajian awal.

    Dody menjelaskan, realisasi traffic atau volume kendaraan melintas di jalan tol milik 21 BUJT tersebut masih berada di bawah 50% dari asumsi volume lalu lintas yang tertuang dalam perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT).

    “Izinkan kami menyampaikan bahwa masih ada beberapa badan usaha jalan tol yang realisasi volume lalu lintas atau trafiknya jauh lebih rendah daripada yang kami asumsikan dalam perjanjian pengusahaan jalan tol,” jelasnya dalam Rapat Panja bersama Komisi V DPR RI, Rabu (24/9/2025).

    Alhasil, pendapatan yang diterima oleh 21 BUJT tersebut tidak sebanding dengan biaya operational and maintenance (OM) hingga masa konsesinya berakhir.

    Kondisi tersebut membuat BUJT pada akhirnya tidak mampu melakukan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol yang diterapkan oleh pemerintah.

    Berikut daftar 21 jalan tol yang masih sepi di Indonesia:

    PT Jasamarga Manado Bitung (Tol Manado – Bitung)
    PT Waskita Bumi Wira (Tol Krian – Legundi – Bunder Manyar)
    PT Jasamarga Bali Tol (Tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa)
    PT Cibitung Tanjung Priok Port (Tol Cibitung – Cilincing)
    PT Hutama Karya (Persero) (Tol Sigli – Banda Aceh)
    PT Hutama Karya (Persero) (Tol Lubuk Linggau – Curup – Bengkulu)
    PT Hutama Karya (Persero) (Tol Simpang Indralaya – Muara Enim)
    PT Hutama Karya (Persero) (Tol Palembang – Indralaya)
    PT Hutama Marga Waskita (Tol Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Pematang Siantar – Parapat)
    PT Jakarta Toll Road Development (6 Tol Dalam Kota)
    PT Wijaya Karya Serang Panimbang (Tol Serang – Panimbang)
    PT PP Semarang Demak (Tol Semarang – Demak)
    PT Jasamarga Jogja Solo (Tol Yogyakarta – Solo – NYIA Kulonprogo)
    PT Semesta Marga Raya (Tol Kanci – Pejagan)
    PT Pejagan Pemalang Toll Road (Tol Pejagan – Pemalang)
    PT Pemalang Batang Toll Road (Tol Pemalang – Batang)
    PT Marga Harjaya Infrastruktur (Tol Mojokerto – Kertosono)
    PT Jasamarga Gempol Pasuruan (Tol Gempol – Pasuruan)
    PT Citra Margatama Surabaya (SS Waru – Bandara Juanda)
    PT Cinere Serpong Jaya (Tol Serpong – Cinere)
    PT Waskita Sriwijaya Tol (Tol Kayu Agung – Palembang)

  • Kemenkop Kembali Buka Lowongan Kerja Asisten Bisnis KDKMP Khusus,Cek Ketentuannya di Sini – Page 3

    Kemenkop Kembali Buka Lowongan Kerja Asisten Bisnis KDKMP Khusus,Cek Ketentuannya di Sini – Page 3

    Rekrutmen ini berlaku untuk 88 kabupaten/kota di berbagai provinsi, antara lain:

    1. Bali: Kab. Bangli. 

    2. Maluku: Kab. Timor Tengah Utara; Kab. Seram Bagian Timur.

    3. Bengkulu: Kab. Kaur; Kab. Kepahiang Kab. Lebong; Kab. Muko Muko.

    4. Sumatera Selatan: Kab. Empat Lawang; Kab. Lahat.

    5. Sulawesi Tenggara: Kab. Kolaka Timur; Kab. Konawe Utara.

    6. Nusa Tenggara Timur: Kab. Rote Ndao; Kab. Sumba Barat Daya.

    7. Nusa Tenggara Barat: Kab. Sumbawa Barat.

    8. Maluku Utara: Kab. Halmahera Barat; Kab. Pulau Morotai.

    9. Sumatera Utara: Kab. Samosir; Kab. Toba. 

    10. Sulawesi Tengah: Kab. Banggai Kepulauan.

    11. Kalimantan Selatan: Kab. Balangan; Kab. Barito Kuala; Kab. Hulu Sungai Selatan; Kab. Hulu Sungai Tengah; Kab. Hulu Sungai Utara; Kab. Kotabaru; Kab. Tabalong; Kab. Tanah Bumbu; Kab. Tanah Laut; Kab. Tapin.

    12. Kalimantan Tengah: Kab. Barito Selatan; Kab. Barito Timur; Kab. Barito Utara; Kab. Gunung Mas; Kab. Kotawaringin Timur; Kab. Lamandau; Kab. Murung Raya; Kab. Seruyan; Kab. Sukamara.

    13. Kalimantan Barat: Kab. Kapuas Hulu; Kab. Ketapang; Kab. Sintang.

     

  • BMKG Prediksi Mayoritas Cuaca Indonesia Diguyur Hujan Kamis 25 September 2025 – Page 3

    BMKG Prediksi Mayoritas Cuaca Indonesia Diguyur Hujan Kamis 25 September 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan cuaca di sebagian besar wilayah di Indonesia berpotensi hujan dengan intensitas ringan pada Kamis (25/9/2025).

    “Secara umum cuaca di Banda Aceh, Pekanbaru, dan Tanjung Pinang diprediksi berawan,” ujar Prakirawan Nurul Izzah dalam saluran YouTube BMKG, melansir Antara, Kamis (25/9/2025).

    Cuaca Indonesia di Kota Medan dan Padang berpotensi hujan dengan intensitas ringan. Untuk Kota Jambi dan Bandar Lampung diprediksi berawan tebal hari ini.

    “Kemudian di Palembang diprakirakan udara kabur. Hujan dengan intensitas ringan berpotensi terjadi di Kota Bengkulu dan Pangkal Pinang,” ucap Nurul.

    Selanjutnya untuk Pulau Jawa, cuaca di Kota Serang, Jakarta, dan Bandung berpotensi turun hujan dengan intensitas ringan. Sementara itu, cuaca di Kota Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya diprediksi berawan tebal.

    “Kita bergeser ke Bali dan Nusa Tenggara. Cuaca di Kota Denpasar, Mataram, dan Kupang, secara umum diprediksi berawan,” kata Nurul.

    Beralih ke kota-kota besar Pulau Kalimantan, untuk cuaca di Kota Pontianak secara umum berawan tebal. Sementara di Samarinda dan Palangka Raya berpotensi terjadi hujan ringan.

    Masyarakat diminta mewaspadai hujan petir yang berpotensi terjadi di Kota Tanjung Selor dan Banjarmasin.

    “Kita beralih ke Pulau Sulawesi. Untuk Sulawesi bagian utara seperti Kota Manado dan Gorontalo, cuaca umumnya berawan tebal,” papar Nurul.

     

    Musim kemarau tapi nyatanya hujan deras masih mengguyur. Menyikapi fenomena ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan adanya potensi cuaca ekstrem yang masih akan berlangsung hingga Oktober mendatang.

  • 9
                    
                        Penanganan Kerusuhan Agustus: 959 Orang Tersangka, Termasuk Hampir 300 Anak
                        Nasional

    9 Penanganan Kerusuhan Agustus: 959 Orang Tersangka, Termasuk Hampir 300 Anak Nasional

    Penanganan Kerusuhan Agustus: 959 Orang Tersangka, Termasuk Hampir 300 Anak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hampir 1.000 orang kini berstatus tersangka dalam kasus kerusuhan di sejumlah wilayah Indonesia pada 25-31 Agustus lalu.
    Data itu diungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Syahar Diantono dalam konferensi pers di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
    Dalam pemaparannya, Syahar menegaskan bahwa langkah hukum Polri hanya menyasar pelaku kerusuhan, bukan masyarakat yang berdemonstrasi secara damai.
    “Sekali lagi, penegakan hukum yang dilakukan oleh jajaran itu adalah semuanya pelaku yang melakukan kerusuhan, bukan masyarakat yang melakukan demo. Karena kalau demo memang sudah ada aturannya,” kata Syahar.
    Ada 959 orang yang menjadi tersangka kerusuhan Agustus 2025. Sekitar seperempatnya adalah anak-anak.
    Hingga kini, Polri telah menerima dan menangani 246 laporan polisi. Penanganan dilakukan baik di tingkat Mabes Polri, khususnya Direktorat Tindak Pidana Siber, maupun oleh 15 Polda jajaran di seluruh Indonesia.
    Rinciannya, Polda Jambi menangani 6 laporan dengan 3 tersangka dewasa; Polda Lampung 1 laporan dengan 8 tersangka terdiri dari 1 dewasa, 7 anak; Polda Sumsel 12 laporan dengan 26 tersangka yang terdiri dari 23 dewasa dan 3 anak; Polda Banten 1 laporan dengan 2 tersangka dewasa.
    Di wilayah dengan skala kerusuhan lebih besar, Polda Metro Jaya mencatat 36 laporan dengan 232 tersangka. Dari jumlah itu, 30 diantaranya adalah anak-anak.
    Polda Jawa Barat menindaklanjuti 30 laporan dengan 31 dari 111 tersangka adalah anak-anak, sedangkan Polda Jawa Tengah mencatat 40 laporan dengan 56 dari 136 tersangka adalah anak.
    Kasus terbanyak ditangani Polda Jawa Timur dengan 85 laporan polisi. Total tersangka di wilayah ini mencapai 325 orang, terdiri dari 185 dewasa dan 140 anak.
    Sementara itu, Polda lain seperti DIY, Bali, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulbar, dan Sulsel juga melaporkan sejumlah kasus, dengan total keseluruhan mencapai 959 tersangka yang terdiri dari 664 dewasa dan 295 anak.
    “Ini kita bedakan nanti antara tersangka yang dewasa dan anak-anak karena yang anak-anak ini pasti sesuai ketentuan undang-undang, perlakuannya khusus,” kata Syahar.
     
    Dari total 295 anak yang terlibat, Polri menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ada 68 anak yang diproses melalui mekanisme diversi, 56 anak yang sudah tahap II (berkas dilimpahkan ke kejaksaan), 6 anak dengan berkas lengkap (P21), serta 160 anak yang masih dalam tahap pemberkasan.
    “Ini bentuk komitmen Polri dalam menegakkan hukum yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak,” ujar Syahar.
    Para tersangka dijerat dengan pasal sesuai perbuatannya. Pasal-pasal itu antara lain:
    * Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan,
    * Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan/pengrusakan,
    * Pasal 187 KUHP tentang pembakaran,
    * Pasal 212, 213, 214 KUHP tentang perlawanan terhadap petugas,
    * Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan,
    * Pasal 362, 363, 366 KUHP tentang pencurian, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian dengan kekerasan,
    * Pasal 406 KUHP tentang pengrusakan barang.
    Selain itu, beberapa tersangka dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata tajam, bom molotov, dan petasan. Ada pula pasal-pasal di UU ITE, yakni Pasal 29 ayat (2) tentang ujaran kebencian berbasis SARA, serta Pasal 32 ayat (1) tentang manipulasi data elektronik.
    Berdasarkan hasil penyidikan, Syahar menyebut terdapat sejumlah modus operandi yang berulang.
    Di antaranya, menghasut lewat poster, siaran langsung di media sosial, hingga grup WhatsApp.
    Ada pula ajakan melakukan pembakaran, penjarahan, perusakan kantor DPRD, kejaksaan, hingga markas kepolisian.
    Sebagian pelaku kedapatan membuat dan menggunakan bom molotov untuk menyerang fasilitas publik.
    Barang bukti yang berhasil diamankan meliputi bom molotov, senjata tajam, poster berisi ujaran kebencian, batu, rekaman CCTV, serta akun-akun media sosial yang digunakan untuk provokasi.
    Sejumlah kasus menonjol juga diungkap. Misalnya, Bareskrim menetapkan lima tersangka, termasuk seorang yang mengajak pembakaran Mabes Polri lewat Instagram.
    Di Polda Metro Jaya, terdapat 59 kasus besar, mulai dari perusakan halte di depan Kemendikbud hingga penjarahan rumah sejumlah pejabat publik.
    Rumah anggota DPR RI Ahmad Sahroni dijarah oleh 12 pelaku. Rumah artis Eko Patrio disasar 7 orang, rumah Uya Kuya oleh 11 orang, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani oleh 14 orang, dan rumah artis Nafa Urbach oleh 8 orang.
    Di Jawa Timur, kerusuhan menyasar Gedung Grahadi dan Polsek Tegalsari Surabaya, dengan total 49 tersangka. Ada pula pembakaran kantor DPRD Kabupaten Blitar, penyerangan Mapolres Blitar Kota, hingga pelemparan bom molotov di Pasuruan.
    Sementara di Sulawesi Selatan, kerusuhan meluas ke kantor DPRD Kota Makassar, DPRD Provinsi Sulsel, pos lantas, hingga Kejati Sulsel. Tercatat 57 orang ditetapkan sebagai tersangka di wilayah ini.
    Menutup pemaparan, Syahar menegaskan komitmen Polri untuk melanjutkan proses hukum. Langkah ini, menurutnya, menjadi bagian dari upaya menciptakan situasi kamtibmas yang aman dan kondusif di seluruh Indonesia.
    “Kami sampaikan kepada rekan-rekan media bahwa Polri akan terus berkomitmen dalam melaksanakan pengawalan hukum. Proses penyidikan terus berlanjut, dan siapa pun yang terlibat, jika cukup bukti, akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” imbuhnya.
    Tokoh bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) meminta Presiden Prabowo Subianto membebaskan para mahasiswa hingga pelajar yang sampai kini masih ditahan kepolisian sejak demo pada Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025.
    Permintaan ini disampaikan saat bertemu Prabowo selama tiga jam, dari pukul 16.30 WIB hingga 19.55 WIB, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).
    Tokoh-tokoh tersebut terdiri dari istri Presiden ke-4 RI Sinta Nuriyah, eks Menteri Agama Lukman Hakim, Quraish Shihab, Frans Magnis Suseno, Omi Komaria Nurcholish Madjid, Komaruddin Hidayat, hingga Laode Syarif.
    “Kami menyampaikan tuntutan bahwa adik-adik kita, anak-anak kita, para aktivis, para mahasiswa, bahkan para pelajar kita yang saat ini masih ditahan di sejumlah kota, di sejumlah provinsi, kabupaten, kota, di Tanah Air, kami berharap sesegera mungkin bisa dibebaskan,” kata Lukman, usai pertemuan, Kamis.
    Lukman mengungkapkan, GNB menilai anak-anak itu masih memiliki kepentingan belajar, sehingga tidak seharusnya berada dalam posisi tersebut. Para tokoh bangsa yang terdiri dari pemuka agama ini khawatir mahasiswa hingga pelajar itu putus pendidikan.
    “Dengan ditahan lalu kemudian mereka menjadi terganggu, bahkan bisa terputus proses pendidikannya, yang itu adalah harapan kita semua akan masa depan mereka,” ucap dia. Tak hanya itu, para tokoh bangsa ini turut menyampaikan sejumlah tuntutan di bidang politik, ekonomi, hingga hukum, HAM, serta pertahanan dan keamanan.
    “Yang hakikatnya itu adalah tuntutan dari sejumlah kalangan, kami sampaikan dan mudah-mudahan dalam waktu dekat Bapak Presiden bersama pemerintahannya bisa menindaklanjuti itu sebagaimana harapan,” ujar Lukman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasil Otopsi Ungkap Pasutri di Ponorogo Diduga Dibunuh Anak Kandungnya
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        24 September 2025

    Hasil Otopsi Ungkap Pasutri di Ponorogo Diduga Dibunuh Anak Kandungnya Surabaya 24 September 2025

    Hasil Otopsi Ungkap Pasutri di Ponorogo Diduga Dibunuh Anak Kandungnya
    Tim Redaksi
    PONOROGO, KOMPAS.com –
    Hasil otopsi tim forensik Rumah Sakit Bhayangkara Kediri Polda Jatim memastikan bahwa pasangan suami istri (pasutri) Kaseno (65) dan Sarilah (60), warga Dusun Sedandang, Desa Pomahan, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tewas diduga akibat dibunuh anak kandungnya, Sukar.
    Kasatreskrim Polres Ponorogo, AKP Imam Mujali mengatakan bahwa hasil pemeriksaan menemukan sejumlah luka pada tubuh korban.
    “Salah satunya terkait luka karena benda tumpul dan luka sobek,” ujarnya saat ditemui di Polres Ponorogo, Rabu (24/9/2025).
    Ia mengatakan, pemukulan dilakukan lebih dari sekali.
    Peristiwa tragis ini terjadi pada Senin (22/9/2025) pagi.
    Saat itu, Harti, anak pertama korban, sempat dicegah Sukar ketika hendak masuk ke rumah orangtuanya.
    Karena curiga, Harti melapor kepada tetangganya, Jarno.
    Warga kemudian mendatangi rumah korban dan menemukan Kaseno serta Sarilah sudah tidak bernyawa, tertutup selimut jarik di atas kasur.
    Petugas Polsek Pulung dan Satreskrim Polres Ponorogo segera mengamankan Sukar di lokasi tanpa perlawanan.
    Polisi menduga Sukar melakukan perbuatan tersebut saat mengalami gangguan jiwa. “Pelaku tidak melarikan diri, dia diam di rumah saat kami datang,” kata Imam.
    Kasus pembunuhan ini masih dalam penyelidikan lebih lanjut Satreskrim Polres Ponorogo.
    Sementara itu, jenazah pasangan suami istri Kaseno (65) dan Sarilah (60) dimakamkan dalam satu liang lahat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sekedek desa setempat pada Selasa (23/9).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.