provinsi: SULAWESI TENGAH

  • Usulan MBG Jadi Uang Tunai, Ini Respons Istana

    Usulan MBG Jadi Uang Tunai, Ini Respons Istana

    Bisnis.com, JAKARTA — Istana Negara merespons soal usulan terkait program makanan bergizi gratis (MBG) diganti dengan uang tunai sebagai buntut insiden keracunan makanan di sejumlah daerah.

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan usulan tersebut bukan barang baru. Pasalnya, penggunaan uang tunai untuk program MBG sempat dibahas saat perancangan awal.

    “Kalau ide kan dari dulu banyak ya. Dan bukan berarti ide ini tidak baik, atau ini ide yang satu lebih baik, tidak,” ujarnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Dia menekankan bahwa skema pemberian MBG saat ini merupakan mekanisme yang terbaik dari ide-ide yang sudah dibahas sebelumnya.

    Namun demikian, kata Hadi, pemerintah tentunya akan terus melakukan evaluasi atau perbaikan agar program prioritas Presiden Prabowo ini bisa maksimal.

    “Tapi kemudian konsep yang sekarang dijalankan BGN itulah yang dianggap oleh pemerintah oleh BGN itulah yang terbaik untuk saat ini dikerjakan. Bahwa masih ada catatan-catatan, ya betul kita akui,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, belakangan telah terjadi keracunan ‘massal’ terkait dengan pelaksanaan MBG. Salah satu wilayah yang mengalami keracunan itu berada di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. 

    Merujuk data pada 18 September pukul 16.45 WITA, sebanyak 277 siswa dari SDN Tompudau, SMP Tinangkung, SMA Tinangkung, SMK Tinangkung, dan SD Pembina Salakan terdampak dugaan alergi usai menyantap dari menu MBG.

    Adapun, 32 siswa masih menjalani perawatan di RSUD Trikora, sedangkan 245 siswa lainnya telah diperbolehkan pulang namun tetap dalam pengawasan tenaga kesehatan. 

    Selain itu, keracunan MBG juga terjadi di Garut, Jawa Barat. Tercatat, sebanyak 194 pelajar di Kecamatan Kadungora mengalami keracunan usai memakan hidangan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Rabu (17/9/2025).

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 177 siswa mengalami gejala ringan, sementara 19 lainnya harus dirawat intensif di UPT Puskesmas Kadungora.

    Keracunan itu diduga akibat kelalaian dari satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) alias dapur MBG. Oleh sebab itu, pemerintah bakal memberikan sanksi terhadap SPPG yang lalai dalam menjalankan SOP yang ada.

  • Siapkah NATO Hadapi Perang Drone Lawan Rusia?

    Siapkah NATO Hadapi Perang Drone Lawan Rusia?

    Jakarta

    Sudah lebih dari sepekan ini kemunculan drone Rusia jadi buah bibir di Eropa. Pada malam 9–10 September, gelombang drone tempur Rusia untuk pertama kali menembus wilayah udara Polandia. Sebanyak 19 wahana nirawak terdeteksi, beberapa di antaranya berhasil ditembak jatuh.

    Hanya beberapa hari berselang, drone Rusia kembali melintasi wilayah Rumania — anggota NATO lain. Pada Senin (15/9), otoritas Polandia menembak jatuh sebuah drone yang terbang di atas gedung pemerintah di ibu kota Warsawa, dan dilaporkan menahan dua tersangka: seorang warga Belarus dan seorang warga Ukraina.

    Tidak ada korban luka dalam insiden-insiden tersebut. Moskow sendiri menyangkal bahwa pelanggaran itu disengaja. Namun, NATO merespons dengan meluncurkan misi baru untuk mengamankan ruang udara di sisi timurnya.

    Operasi di perbatasan timur

    Operasi yang dinamakan Eastern Sentry ini digambarkan sebagai “aktivitas multidomain” yang mencakup penguatan pangkalan darat dan pertahanan udara, serta akan “berlangsung untuk waktu yang tidak ditentukan,” menurut pernyataan resmi NATO pada 12 September.

    Melalui operasi ini, NATO ingin menyampaikan pesan jelas kepada negara anggotanya di timur Eropa, sekaligus gertakan kepada Rusia. Inggris dan Denmark sudah menyatakan dukungan, Jerman menggandakan jumlah jet tempur untuk pertahanan udara di Polandia dari dua menjadi empat, sementara Prancis mengerahkan jet Rafale.

    Jet vs Drone: ‘Palu Godam untuk Paku Payung’

    Meski jet tempur dan rudal udara-ke-udara terbukti ampuh menjatuhkan drone, cara ini dinilai jauh dari efisien.

    “Drone yang kita lihat di Ukraina harganya hanya 10 ribu sampai 30 ribu Euro per unit. Tapi kalau kita menembakkan rudal seharga jutaan dolar sebagai respons, stok senjata kita akan cepat habis,” ujar Chris Kremidas-Courtney, pakar pertahanan dari lembaga European Policy Centre (EPC) di Brussel, Belgia, kepada DW. “Kita memakai palu godam untuk menghantam paku payung.”

    Menurutnya, negara-negara Eropa anggota NATO seharusnya berinvestasi pada teknologi pertahanan modern yang lebih hemat biaya, seperti sistem rudal anti-drone Nimbrix buatan Swedia. Jika tidak, Eropa akan terus terjebak dalam perang “asimetris biaya” yang merugikan.

    Membangun ‘Tembok Drone’ di Eropa?

    Bersama Polandia dan Finlandia , negara-negara Baltik — yang kerap menghadapi pelanggaran wilayah udara oleh Rusia — sudah lama mendesak peningkatan koordinasi pertahanan drone. Konsep ini sering disebut sebagai “tembok drone”, istilah yang kemudian dipakai Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pidato kenegaraan tahunan beberapa waktu lalu.

    Komisi Eropa bahkan mengumumkan proyek produksi drone bersama senilai 6 miliar Euro, dengan keahlian Ukraina akan menjadi kunci. “Kita perlu belajar dari Ukraina,” kata Ian Bond, wakil direktur Centre for European Reform (CER) di Brussel. “Mereka cukup berhasil menjatuhkan drone Rusia. Kalau mereka punya teknologinya, kita harus memilikinya juga.”

    NATO: ‘Kami akan respons’

    Salah satu tantangan NATO adalah memperluas penerapan teknologi pertahanan drone baru. Admiral Rob Bauer, mantan ketua Komite Militer NATO, mengatakan bahwa selain perangkat keras, Eropa perlu mengubah cara pandang terhadap Rusia.

    “Kita perlu memberi tahu publik, dan masyarakat harus menerima bahwa ada ancaman,” ujarnya kepada DW.

    Sementara itu, Kremlin terus mengulang narasi bahwa NATO sedang berperang dengan Rusia. NATO membantah, namun Bauer menyebut aliansi itu kini berada di “zona abu-abu antara damai dan perang” dan siaga penuh: “Ini pesan penting untuk Tuan Putin: NATO akan merespons, apa pun yang terjadi.”

    Dia menambahkan bahwa keberhasilan menembak jatuh drone di Polandia membuktikan keampuhan sistem pertahanan aliansi: “Saya kira kita telah lulus tes, tapi kita harus lebih baik menghadapi ancaman baru ini.”

    NATO siap perang drone?

    Namun, Ian Bond dari CER skeptis terhadap kemampuan pertahanan drone NATO saat ini. “Kesan yang muncul, NATO belum siap menghadapi drone. Mereka harus meningkatkan kemampuan secara signifikan,” katanya.

    Bond menilai NATO perlu lebih tegas dan menembak jatuh drone Rusia, bahkan jika terbang di atas Ukraina barat. Hingga kini, beberapa negara anggota masih menahan diri.

    Pada Juli lalu, Lituania melaporkan dua drone Rusia melintasi wilayahnya, namun tidak ditembak jatuh. Militer menyebut hanya akan bertindak dalam kondisi ekstrem. Setelah itu, Lituania meminta peningkatan pertahanan udara dari NATO. Terbaru, Rumania juga tidak menembak jatuh drone Rusia di wilayahnya, yang kemudian berbalik arah ke Ukraina. Menurut Kementerian Pertahanan Rumania, pilot AU yang melihat drone itu “menilai risiko tambahan” dan memutuskan tidak menembak.

    Bond memperingatkan, sikap pasif semacam ini bisa dianggap Rusia sebagai sinyal positif, sementara drone tersebut bisa saja melanjutkan serangan ke target di Ukraina.

    Perlindungan sipil jadi pertimbangan

    Selain menembak jatuh drone, para pakar juga menekankan pentingnya langkah perlindungan sipil, seperti aplikasi peringatan serangan udara dan peningkatan kapasitas tempat perlindungan.

    “Itu akan jadi langkah menakutkan, tapi tidak berlebihan,” kata Bond. Dia yakin Rusia akan terus menguji sekutu Ukraina kecuali mereka meningkatkan pertahanan dan dukungan secara signifikan.

    Kremidas-Courtney sependapat: “Kita harus berasumsi Rusia akan mencoba ini setiap beberapa minggu, sampai kita membuat mereka membayar harga yang membuat mereka berhenti.”

    NATO berharap Operasi Eastern Sentry bisa mewujudkan hal itu.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video: PM Polandia Geram Banyak Drone Rusia Mondar-mandir di Negaranya

    (ita/ita)

  • Buntut Keracunan MBG, Istana Pastikan SPPG Kena Sanksi Jika Terbukti Lalai

    Buntut Keracunan MBG, Istana Pastikan SPPG Kena Sanksi Jika Terbukti Lalai

    Bisnis.com, JAKARTA — Istana negara memastikan akan memberikan sanksi terhadap satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) terkait dengan polemik keracunan pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan sanksi itu bakal diberikan terhadap SPPG atau dapur MBG yang dinilai lalai dalam melaksanakan SOP yang ada.

    “Harus dan sanksi kalau memang itu adalah faktor-faktor kesengajaan atau lalai dalam melaksanakan SOP, tentunya akan ada sanksi kepada SPPG yang dimaksud,” kata Hadi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Dia menambahkan, pemberian sanksi juga bakal dilakukan secara teliti, sehingga tidak mengganggu operasional atau keberlanjutan dari program MBG.

    “Tetapi juga sanksi yang akan diterapkan jangan sampai kemudian itu mengganggu dari sisi operasional sehingga mengganggu penerima manfaat untuk tidak mendapatkan MBG ini,” ujarnya.

    Dalam catatan Bisnis, belakangan telah terjadi keracunan ‘massal’ usai pelajar menyantap menu MBG. Salah satu wilayah yang mengalami keracunan itu berada di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. 

    Merujuk data pada 18 September pukul 16.45 WITA, sebanyak 277 siswa dari SDN Tompudau, SMP Tinangkung, SMA Tinangkung, SMK Tinangkung, dan SD Pembina Salakan terdampak dugaan alergi usai menyantap dari menu MBG.

    Adapun, 32 siswa masih menjalani perawatan di RSUD Trikora, sedangkan 245 siswa lainnya telah diperbolehkan pulang namun tetap dalam pengawasan tenaga kesehatan. 

    Selain itu, keracunan MBG di Garut, Jawa Barat. Tercatat, sebanyak 194 pelajar di Kecamatan Kadungora mengalami keracunan usai memakan hidangan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Rabu (17/9/2025).

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 177 siswa mengalami gejala ringan, sedangkan 19 lainnya harus dirawat intensif di UPT Puskesmas Kadungora.

    Dalam hal inilah, Prasetyo menyatakan bahwa dirinya mewakili pemerintahan dan BGN meminta maaf atas kejadian keracunan massal tersebut.

    “Kami atas namanya pemerintah dan mewakili badan gizi nasional, mewakili badan gizi nasional memohon maaf karena telah terjadi kembali [kasus keracunan],” pungkasnya.

  • Kemenlu Bantu Pemulangan Jenazah Yurike Sanger dari AS ke Indonesia

    Kemenlu Bantu Pemulangan Jenazah Yurike Sanger dari AS ke Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA – Yurike Sanger, mantan istri Presiden pertama RI Soekarno, meninggal dunia dalam usia 81 tahun di Amerika Serikat (AS). Yurike akhirnya tutup usia setelah menjalani perawatan medis di California, AS dan jenazahnya akan dipulangkan ke Indonesia.

    Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha mengatakan KJRI Los Angeles telah berkomunikasi dengan pihak keluarga Yurike Sanger usai sang mantan istri proklamator RI itu wafat pada Rabu (17/9/2025) waktu setempat.

    “KJRI Los Angeles akan membantu proses pemulangan jenazah ke Indonesia, berkoordinasi dengan pihak pemulasaran jenazah dan otoritas di AS,” kata Judha dilansir dari Antara, Jumat (19/9/2025). 

    Judha mengatakan bahwa keluarga mendiang sebelumnya telah menunjuk pihak pemulasaran jenazah secara mandiri untuk proses tersebut.

    Otoritas California saat ini sedang memproses penerbitan sertifikat kematian sebagai salah satu persyaratan dokumen untuk pemulangan jenazah ke Indonesia, ucap Direktur di Kemlu RI itu.

    Kabar wafatnya Yurike Sanger disampaikan sang anak, Yudhi Sanger, via kiriman di Instagram pribadinya. Ia menyebut sang ibunda wafat dalam usia 81 tahun setelah berjuang melawan penyakit yang dideritanya.

    Yurike wafat saat menjalani perawatan di San Gorgonio Memorial Hospital di California pada 17 September 2025 pukul 19:15 waktu setempat.

    “Rencana akan dibawa ke rumah duka di RS Fatmawati,” kata Yudhi terkait rencana setelah pemulangan jenazah Yurike ke Indonesia seperti ditulis di Instagram.

    Namun demikian, ia belum merinci waktu ketibaan jenazah ke Indonesia. Berdasarkan pantauan Bisnis di rumah duka RS Fatmawati pada Jumat (19/9/2025), nampak kondisi rumah berkabung ini masih sunyi dan sepi sekitar 14.27 WIB. Dari sejumlah, ruangan dari rumah duka yang ada, tak ada satupun yang telah terisi maupun ditandai telah dipesan keluarga mendiang Yurike.

    Selain itu, karangan bunga belasungkawa juga belum terlihat di lokasi. Di samping itu, kerabat maupun orang dekat dari Yurike juga tidak nampak hadir di lokasi. Meskipun demikian, berdasarkan keterangan petugas dari RS Fatmawati mengemukakan bahwa sempat ada komunikasi antara pihaknya dengan keluarga Yurike.

    Yurike Sanger, lahir pada tahun 1945 di Poso, Sulawesi Tengah, adalah salah satu istri dari Presiden pertama RI, Soekarno. Mereka pertama kali bertemu dalam acara kenegaraan pada tahun 1963, dan menikah pada 1964. Namun, keduanya bercerai pada 1968 di tengah gejolak politik yang dihadapi Soekarno saat itu. 

  • Profil Yurike Sanger, Istri Ketujuh Presiden Soekarno yang Wafat di Amerika

    Profil Yurike Sanger, Istri Ketujuh Presiden Soekarno yang Wafat di Amerika

    GELORA.CO – Kabar duka datang dari keluarga besar Bung Karno.

    Yurike Sanger, istri ketujuh Presiden pertama RI, Soekarno, meninggal dunia di Amerika Serikat, Rabu (17/9/2025) waktu USA.

    Ia tutup usia setelah berjuang melawan kanker payudara di San Gorgonio Memorial Hospital, California.

    Kabar berpulangnya Yurike disampaikan putranya, Yudhi Sanger, melalui unggahan di media sosial.

    Perempuan kelahiran Poso, Sulawesi Tengah, 22 Mei 1945 itu menutup usia di umur 80 tahun.

    Jenazahnya direncanakan akan dipulangkan ke Tanah Air dan disemayamkan di Rumah Duka RS Fatmawati, Jakarta Selatan.

    Namun jadwal kepulangannya masih menunggu konfirmasi lebih lanjut.

    Pernikahan dengan Bung Karno

    Yurike pertama kali bertemu Presiden Soekarno pada 1963 ketika dirinya terpilih sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).

    Dari pengalaman itulah ia berkesempatan dekat dengan sang kepala negara.

    Setahun kemudian, tepatnya pada 6 Agustus 1964, Soekarno resmi mempersunting Yurike yang kala itu masih berstatus siswi di Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPD).

    Dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang putra bernama Yudhi Sanger. 

    Momen Yurike menjadi pengibar bendera ternyata menjadi titik balik besar dalam perjalanan hidupnya.

    Ketika menikah dengan Soekarno, Yurike memilih untuk berpindah keyakinan dan memeluk Islam sebagai wujud penghormatan kepada agama yang dianut suaminya.

    Namun, setelah rumah tangga mereka berakhir, ia kembali pada ajaran Kristen.

    Pernikahan Yurike dan Soekarno berlangsung selama sekitar empat tahun, hingga 1968.

    Setelah berpisah dari Soekarno, Yurike menikah kembali dengan seorang pria bernama Subekti, dan memiliki anak dari pernikahan keduanya, di antaranya Didi, Lita, Wahyu, dan Eka.

    Hidup di Negeri Paman Sam

    Usai berpisah, Yurike memilih jalannya sendiri.

    Ia hijrah dan menetap di Amerika Serikat, hidup jauh dari sorotan publik.

    Meski demikian, namanya tetap tercatat dalam sejarah perjalanan hidup Bung Karno.

    Kini, kepergian Yurike menutup salah satu lembar kisah keluarga besar Bung Karno.

    Sosoknya menjadi pengingat bahwa di balik riwayat panjang seorang proklamator, ada kisah pribadi yang tak kalah penting untuk dikenang.

  • 200-an Siswa Jatuh Sakit di Banggai, Makanan Bergizi Gratis Disetop Sementara

    200-an Siswa Jatuh Sakit di Banggai, Makanan Bergizi Gratis Disetop Sementara

    Jakarta

    Dua ratusan siswa dilaporkan keracunan makanan bergizi gratis di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Badan Gizi Nasional (BGN) melakukan investigasi secara menyeluruh terkait dugaan pemicunya, termasuk menguji sampel makanan khususnya menu ikan tuna goreng dengan saus.

    Sebelum investigasi selesai, seluruh kegiatan pemberian makanan bergizi gratis sementara disetop di Banggai.

    “Pada hari ini (Kamis), terjadi pemberhentian distribusi MBG sementara akibat permasalahan yang diduga keracunan makanan MBG kemudian permasalahan tersebut telah masuk laporan kepada Polres Banggai Kepulauan,” ungkap Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Salakan Banggai Kepulauan, Erick Alfa Handika Sangule dalam keterangan tertulis, Kamis (18/9/2025).

    Pemberhentian distribusi dilakukan BGN sebagai antisipasi kemungkinan siswa jatuh sakit terus bertambah. Pemerintah daerah bersama PMI, BPBD, serta puskesmas salakan disebut tengah menyediakan fasilitas darurat seperti tenda perawatan untuk pelayanan kesehatan para siswa.

    “Kejadian yang terjadi di SPPG Salakan Banggai Kepulauan menjadi pelajaran penting bagi kami. Kami akan selalu menjalin komunikasi yang baik dari berbagai pihak, melakukan sosialisasi pencegahan penolongan pertama bagi sasaran MBG yang mengalami gejala keracunan,” kata Erick.

    Insiden keamanan pangan disebutnya bermula saat tujuh siswa SDN Tompudau mengeluhkan gejala awal.

    Gejala yang Dirasakan

    Gejala yang dialami siswa termasuk pusing, seluruh badan memerah, dan sesak napas, hingga Rabu (17/9). Tidak lama setelahnya, gejala yang sama juga dialami sejumlah siswa lain dari SMP, SMA, hingga SMK. Seluruh siswa tersebut langsung dirujuk ke RSUD Trikora Salakan untuk mendapatkan penanganan medis.

    BGN menekankan keamanan pangan menjadi prioritas utama dalam program MBG. Pihaknya terus melakukan investigasi menyeluruh demi menghindari risiko kejadian serupa terulang di kemudian hari.

    (naf/kna)

  • Jenazah Yurike Sanger Istri Soekarno Segera Dipulangkan ke Indonesia – Page 3

    Jenazah Yurike Sanger Istri Soekarno Segera Dipulangkan ke Indonesia – Page 3

    Yurike Sanger lahir di Poso, Sulawesi Tengah, pada tahun 1945. Dia memiliki latar belakang keturunan campuran Jerman dan Manado. Pertemuan pertamanya dengan Presiden Soekarno terjadi pada tahun 1963, saat Yurike masih seorang pelajar SMA.

    Pada waktu itu, Yurike Sanger adalah anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika, sebuah kelompok yang bertugas menyambut tamu negara pada acara kenegaraan. Dia terpilih sebagai wakil yang biasa menyambut tamu internasional, termasuk tamu agung dari Soviet. Yurike Sanger sendiri pernah menyatakan, “Saya terpilih sebagai salah satu dari barisan bhinneka tunggal ika.”

    Soekarno, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Indonesia, terpikat oleh Yurike Sanger ketika melihatnya mengenakan kebaya. Pertemuan ini menjadi titik awal terjalinnya hubungan pribadi antara Yurike Sanger dan sang proklamator.

    Hubungan antara Yurike Sanger dan Soekarno berlanjut hingga keduanya memutuskan untuk menikah pada tahun 1964. Saat itu, Yurike Sanger masih berusia sangat muda, yakni 19 tahun, sementara Soekarno berusia 64 tahun. Pernikahan ini menjadikan Yurike Sanger sebagai istri ketujuh Soekarno.

    Pernikahan mereka berlangsung selama empat tahun, dari tahun 1964 hingga berakhir pada tahun 1968. Selama masa pernikahan, Yurike Sanger sempat memutuskan untuk menjadi mualaf dan memeluk agama Islam setelah menikah dengan Soekarno. Dia mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi Muslim.

    Meskipun menjalani kehidupan dalam sorotan publik sebagai istri presiden, Yurike Sanger lebih memilih untuk berada di balik layar. Dia tidak seperti beberapa istri Soekarno lainnya yang kerap tampil di ruang publik, melainkan lebih dikenal melalui kiprahnya dalam kegiatan sosial.

    Setelah empat tahun menikah, Yurike Sanger dan Soekarno memutuskan untuk bercerai secara baik-baik pada tahun 1968. Perceraian ini terjadi di tengah situasi politik Indonesia yang memanas pasca-peristiwa G30S PKI.

    Meskipun demikian, nama Yurike tetap tercatat dalam sejarah keluarga besar Presiden Pertama RI sebagai bagian dari perjalanan panjang kehidupan pribadinya.

    Setelah bercerai dari Soekarno, Yurike Sanger menemukan tambatan hati baru dan menikah untuk kedua kalinya. Dia kemudian memutuskan untuk tinggal di Amerika Serikat bersama keluarganya.

    Dalam perjalanan hidupnya, Yurike Sanger juga kembali memeluk agama Kristen, yang merupakan agama yang dianutnya sebelum menikah dengan Soekarno. Sebelum meninggal, Yurike Sanger didiagnosis mengidap kanker payudara.

  • Rentetan Keracunan MBG Dinilai karena Program Tergesa-gesa untuk Capai Jumlah Penerima
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        18 September 2025

    Rentetan Keracunan MBG Dinilai karena Program Tergesa-gesa untuk Capai Jumlah Penerima Yogyakarta 18 September 2025

    Rentetan Keracunan MBG Dinilai karena Program Tergesa-gesa untuk Capai Jumlah Penerima
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Peristiwa dugaan keracunan makanan bergizi gratis (MBG) kembali terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
    Terbaru, insiden ini dilaporkan terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, dan di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
    Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Raharjo, memberikan pandangannya terkait dugaan keracunan tersebut.
    “Jadi kalau memang kejadian ini sering terjadi di banyak tempat, itu menunjukkan bahwa kesiapan dalam menangani pangan, pengolahannya, sampai penyajian, masih banyak kelemahan di sana-sini,” ujar Prof. Sri Raharjo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/09/2025).
    Sri Raharjo menjelaskan bahwa evaluasi perlu dilakukan dari berbagai aspek, seperti fasilitas, ruangan, dan peralatan yang digunakan.
    Evaluasi ini berkaitan dengan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan untuk mengolah makanan.
    “Sepanjang dari sisi kebersihannya, dari sisi peralatannya, ruangan tempat dapur sudah terpisah dari toilet atau pembuangan limbah, saya rasa itu akan lebih menjamin keamanan,” ucapnya.
    Ia juga menekankan pentingnya menjaga higienitas para pekerja yang mengolah makanan.
    “Orangnya juga tidak sedang atau habis sembuh dari sakit menular,” tuturnya.
    Selain itu, Sri Raharjo menyoroti pentingnya memperhatikan jumlah makanan yang harus disediakan oleh satu SPPG, serta alat dan sumber daya manusia yang dimiliki.
    Hal ini berkaitan dengan jeda waktu antara makanan selesai dimasak hingga dikonsumsi.
    “Misalnya, dengan alat yang ada dan SDM yang tersedia, jika harus melayani 3.000 porsi, mereka harus mulai bekerja jam 5 pagi dan baru selesai jam 8 atau 9. Nah, ini kan jeda waktunya panjang,” ungkapnya.
    Sri Raharjo juga menyinggung cara memasak dalam jumlah besar yang berpotensi menyebabkan kematangan tidak merata.
    “Ketika ada bakteri, tidak dapat dilemahkan karena panas yang diterima bahan yang dimasak tidak sama rata,” jelasnya.
    Ia menambahkan bahwa keracunan akibat pangan juga bisa dipengaruhi oleh kondisi kesehatan siswa.
    “Kondisi siswa yang lebih fit tidak akan mengalami gejala keracunan, tetapi bagi teman-temannya yang kurang fit, sedikit saja terpapar bisa sakit,” bebernya.

    Sri mengungkapkan bahwa penyebab dugaan keracunan MBG ini berkaitan dengan penekanan pada jumlah penerima manfaat yang banyak dalam waktu singkat.
    “Kalau disarikan, inti penyebab keracunan ini adalah kita terlalu menargetkan jumlah yang sangat banyak untuk dilayani dalam waktu singkat,” tuturnya.
    Tahun ini, target penerima manfaat MBG mencapai sekitar 80 juta, dengan penambahan 32.000 SPPG.
    “Proses membangunnya juga buru-buru, pengadaan orang-orangnya, melatihnya juga mungkin buru-buru, karena yang lebih diutamakan adalah pokoknya 80 juta harus bisa menerima MBG,” ucapnya.
    Menurut Sri Raharjo, dengan jumlah yang semakin banyak, risiko keracunan pun semakin tinggi.
    “Ketika jumlah pesanannya banyak, catering yang sudah berpengalaman pun jika kapasitasnya hanya 1.000 pack sehari dan dituntut 10 ribu pack, risikonya makin tinggi meskipun sudah berpengalaman,” ujarnya.
    Sri mengingatkan bahwa semua pihak tidak mengharapkan kejadian keracunan MBG terulang.
    Namun, ia menegaskan bahwa jika target tetap berfokus pada penambahan 32 ribu SPPG untuk mencapai 80 juta penerima manfaat, kemungkinan kejadian serupa dapat terjadi kembali.
    “Kita tidak berharap, tetapi pasti akan bisa diminimalkan kalau target itu tidak harus sebanyak itu,” ucapnya.
    “Risiko keamanan pangan atau keracunan semakin tinggi ketika melayani dalam jumlah banyak di luar kapasitas yang wajar,” ucapnya.
    Melayani dalam jumlah besar secara berulang juga meningkatkan risiko, karena potensi human error meningkat seiring berjalannya waktu.
    “Pelayanan tidak hanya sekali, tetapi setiap hari, sekian bulan. 10 hari pertama aman, 50 hari pertama aman, menuju ke 100 hari, orang yang tidak teliti akan membuat kemungkinan error semakin besar,” jelasnya.
    Sri juga menekankan pentingnya setiap SPPG menyimpan satu porsi makanan sebagai sampel.
    “Setiap kali SPPG masak, makanan yang dikirim ke sekolah harus menyimpan satu porsi,” ucapnya.
    Porsi yang disimpan ini berfungsi sebagai bukti jika terjadi keracunan, sehingga dapat digunakan sebagai sampel pembanding.
    Sri mencontohkan praktik ini yang sudah diterapkan di negara-negara seperti Jepang.
    “Di Jepang, menyimpan satu porsi masakan adalah hal yang diwajibkan, dan ada fasilitas untuk menyimpannya,” pungkasnya.
    Kasus keracunan setelah menyantap MBG terjadi hampir setiap hari di berbagai daerah dalam beberapa pekan terakhir.
    Peristiwa paling baru, saat 194 siswa di Garut, Jawa Barat, keracunan setelah memakan MBG. Di hari yang sama, sebanyak 251 siswa di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, pun mengalami gejala keracunan. 
    Keracunan usai santap MBG juga terjadi di Lamongan, Jawa Timur dan Tual, Maluku. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BGN dan Kementerian PU Bakal Bangun Dapur MBG di 806 Titik

    BGN dan Kementerian PU Bakal Bangun Dapur MBG di 806 Titik

    Jakarta

    Pemerintah akan membangun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) baru tahun ini dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Telah disepakati pembangunan akan dilakukan di 806 titik.

    Pembangun tersebut disepakati melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh Kepala BGN Dadan Hindayana, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

    Dadan mengatakan, pada tahun ini pihaknya mendapatkan anggaran Rp 71 triliun dan ditargetkan membangun 5.000 SPPG untuk melayani 17,5 juta penerima manfaat. Seiring berjalannya waktu, Presiden Prabowo Subianto meningkatkan target menjadi 82,9 juta penerima manfaat.

    BGN telah menyiapkan dana Rp 6 triliun dari APBN untuk membangun 1.542 SPPG. Namun demikian, sampai saat ini proses pembangunan belum bisa dilaksanakan.

    “Alhamdulillah saya mendapatkan komitmen dari Kementerian PU bahwa di PU juga ada dana yang bisa digunakan yang bisa mempercepat itu sehingga nanti untuk daerah-daerah terpencil saya kira dana APBN akan ada,” kata Dadan dalam acara Penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).

    Dadan tidak merinci berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membangun SPPG tersebut. Namun ia memperkirakan, dibutuhkan anggaran Rp 2-3 miliar per SPPG.

    Pembangunan SPPG di Daerah 3T

    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, pembangunan dapur MBG kali ini akan berfokus pada daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Pihaknya menyediakan lokasi untuk pembangunan SPPG.

    “Dari hasil verifikasi 13 Agustus sampai dengan September, saya sudah sampaikan ke Menteri PU, ada 806 titik yang memenuhi syarat di daerah-daerah ini. Dari 806 ini, nanti 264 Akan dibangun oleh Menteri PU Dan 542 diserahkan kembali kepada BGN,” kata Tito dalam kesempatan yang sama.

    Tito menjelaskan, 264 titik tersebut juga telah diverifikasi oleh Kementerian PU. Sebanyak 11 di antara lokasi tersebut berada di Pos Lintas Batas Negara (PLBN).

    Sedangkan 542 titik sisanya akan diserahkan sepenuhnya kepada BGN teknis pengembangannya, baik itu pembangunan dengan dukungan pendanaan mitra, pemda, maupun dengan menggunakan anggaran BGN.

    Sementara itu, Menteri PU Dody Hanggodo mengatakan, lokasi mempertimbangkan kebutuhan gizi, aksesibilitas, wilayah perbatasan, dan prioritas pembangunan nasional.

    “Kepala BGN berkenan 253 lokasi di tangan Kementerian PU, ditambah 11 lokasi berada di PLBN), sehingga total yang ditangani oleh Kementerian PU sebanyak 264 lokasi. Fokus percepatan diarahkan khusus ke daerah-daerah yang terpencil dan PLBN. Karena bagi kami itulah juga kebutuhan layanan paling mendesak,” ujar Dody.

    Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto punya target besar untuk pelaksanaan program MBG 2025. Selaras dengan itu, Dody menyoroti tentang persoalan sulitnya mencari lahan untuk membangun dapur MBG, khususnya di daerah terpencil.

    “Kita semua sadar bahwa akses tantangan besar yaitu masalah kesiapan dan ketersediaan lahan. Banyak lahan yang belum bersertifikat, sebagian hanya berstatus keterangan lokasi bangunan. Karenanya saya mohon dukungan penuh dari Kemendagri dan rekan daerah agar masalah lahan segera diselesaikan, hingga target pembangunan dari Kepala BGN dapat berjalan sesuai rencana,” kata dia.

    Tonton juga video “251 Siswa di Banggai Kepulauan Keracunan Setelah Menyantap MBG” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (shc/ara)

  • 251 Siswa di Banggai Kepulauan Keracunan Setelah Menyantap MBG

    251 Siswa di Banggai Kepulauan Keracunan Setelah Menyantap MBG

    Sebanyak 251 siswa di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, keracunan setelah menyantap makan bergizi gratis (MBG) pada 17-18 September 2025. Para siswa tersebut dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Trikora Salakan.

    Disebutkan para siswa tersebut berasal dari SMA 1 Tinangkung, SMK 1 Tinangkung, SDN Tompudau, SDN Pembina, SDN saiyong, dan MTS Alkhairat salakan. Mereka mengalami berbagai gejala keracunan seperti mual, muntah, tenggorokan gatal, wajah membengkak, pusing, hingga sesak napas.