Dilema Kepunahan atau Mewariskan Budaya di Indonesia
Aktif menulis tentang sosial keagamaan, mengasuh ponpes Ash-Shalihin Gowa dan Alumni UIN Jakarta
TANGGAL
17 Oktober telah resmi ditetapkan sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN) di Indonesia. Penetapan hari penting ini, yang berawal dari inisiatif para pelaku budaya dan akademisi, bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan sebuah penanda genting atas dilema besar yang dihadapi bangsa ini: antara kepunahan warisan adiluhung atau mewariskannya sebagai kekuatan identitas di tengah arus globalisasi yang tak terhindarkan.
HKN seharusnya menjadi momentum kolektif untuk merenungkan, mengevaluasi, dan merevitalisasi upaya pelestarian budaya kita. Indonesia adalah permadani raksasa dengan ribuan helai budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan ini meliputi ratusan bahasa daerah, kearifan lokal, sistem pengetahuan tradisional, seni pertunjukan, hingga teknik kerajinan tangan.
Namun, ironisnya, kekayaan ini juga berada di ambang kerapuhan. Laporan dan penelitian terus menunjukkan adanya penurunan drastis dalam jumlah penutur bahasa daerah, hilangnya pengetahuan tradisional khususnya yang diwariskan secara lisan serta memudarnya minat generasi muda terhadap praktik budaya lokal. Inilah wajah nyata ancaman kepunahan.
Senyapnya warisan kearifan lokal dan ancaman kepunahan budaya di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, melainkan hasil dari perpaduan faktor internal dan eksternal. Salah satu yang paling kritis adalah keterputusan rantai regenerasi. Pengetahuan budaya, yang selama ini mengandalkan transmisi lisan dari tetua adat atau maestro ke generasi penerus, kini terputus oleh modernisasi.
Anak-anak muda, yang sibuk dengan pendidikan formal dan terhanyut dalam dunia digital, seringkali menganggap pengetahuan tradisional sebagai sesuatu yang kuno atau tidak relevan. Ketika seorang penenun ulung atau seorang dukun tradisional meninggal, teknik menganyam atau ramuan pengobatan yang dia kuasai bisa ikut lenyap selamanya karena tidak sempat didokumentasikan.
Globalisasi dan penetrasi budaya luar yang masif, terutama melalui media digital, memperparah kondisi ini. Budaya populer asing, seperti drama Korea atau musik Barat, lebih mudah diakses dan lebih menarik bagi sebagian besar generasi muda dibandingkan pertunjukan wayang semalam suntuk atau tari tradisional yang memerlukan pemahaman filosofi mendalam.
Hal ini menciptakan krisis jati diri budaya, di mana masyarakat, secara perlahan, kehilangan keterikatan dengan nilai-nilai dan tradisi yang telah membentuk identitas mereka. Ketika nilai-nilai budaya yang berfungsi sebagai pedoman moral memudar, dampaknya bisa merembet ke tantangan sosial, seperti peningkatan sifat individualisme yang berlebihan.
Selain itu, masalah internal seperti kurangnya apresiasi dan dukungan yang memadai dari pemerintah terutama dalam bentuk alokasi anggaran yang minim untuk program kebudayaan serta konsep pelestarian yang kurang tepat turut menjadi penghambat. Budaya tidak cukup hanya diabadikan di museum atau menjadi objek penelitian, hal ini harus dihidupkan, dipraktikkan, dan diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Mewariskan budaya menjadikan warisan relevan dan berdaya. Dilema kepunahan hanya bisa dijawab dengan tekad kuat untuk mewariskan budaya secara efektif. Hari Kebudayaan Nasional harus menjadi motor penggerak untuk mentransformasi cara pandang masyarakat terhadap budaya, dari sekadar peninggalan masa lalu menjadi kekuatan yang relevan dan berdaya saing di masa depan.
Upaya pewarisan budaya tidak bisa lagi mengandalkan model transmisi lisan semata. Di era digital, pewarisan harus dilakukan melalui dua pendekatan utama yaitu pengalaman budaya atau
culture experience
dan pengetahuan budaya atau
culture knowledge
. Hal ini perlu didukung oleh teknologi dan kebijakan yang progresif.
Upaya menjaga budaya tetap relevan hingga hari ini, dapat dilakukan melalui: Pertama, revitalisasi melalui ruang media digital. Ini sering dianggap sebagai ancaman, padahal sesungguhnya adalah peluang besar untuk menjaga budaya yaitu merevitalisasi budaya.
Generasi muda harus didorong untuk mengemas ulang tradisi dalam bentuk yang lebih menarik, seperti film pendek, musik kontemporer, permainan digital, atau konten media sosial. Ini adalah strategi yang disebut “digitalisasi budaya” untuk memastikan bahwa narasi lokal mendapat tempat di tengah dominasi narasi global. Melalui platform digital, kesenian dan kearifan lokal bisa menjangkau audiens yang lebih luas, melintasi batas geografis dan generasi.
Kedua, integrasi dalam pendidikan dan apresiasi pewarisan yang terstruktur harus dimulai dari pendidikan. Mengintegrasikan pelajaran budaya lokal ke dalam kurikulum sekolah, tidak hanya sebagai teori, tetapi juga sebagai praktik langsung (
Culture Experience
). Tentu ini akan menumbuhkan rasa memiliki dan kebanggaan sejak dini.
Ketiga, pemerintah dan masyarakat harus memberikan apresiasi nyata kepada para pelaku budaya, seperti penari, pengrajin, dan penutur tradisi lisan, bukan hanya sebagai penjaga masa lalu, melainkan sebagai aset bangsa yang harus dimuliakan. Apresiasi ini juga harus mencakup dukungan ekonomi agar budaya dapat menjadi sumber mata pencaharian yang berkelanjutan.
Terakhir, pemberdayaan kearifan lokal. Inti dari pewarisan budaya adalah kearifan lokal yang terkandung di dalamnya, meliputi sistem pengetahuan tentang alam, pengobatan, hingga organisasi sosial. Upaya pelestarian harus fokus pada pemberdayaan kearifan lokal ini di kantong-kantong budaya di seluruh Nusantara. Ini berarti menghidupkan kembali praktik-praktik budaya dalam komunitasnya, memastikan bahwa bahasa daerah digunakan dalam percakapan sehari-hari, dan sistem pengetahuan tradisional dicatat dan dipelajari.
Hari Kebudayaan Nasional, yang diperingati setiap 17 Oktober, harus berfungsi sebagai titik balik dari kecemasan akan kepunahan menuju optimisme pewarisan. Ini adalah waktu bagi semua elemen bangsa dari pemerintah, akademisi, pelaku budaya, dan terutama generasi muda untuk mengambil tanggung jawab bersama.
HKN harus dimaknai sebagai penegasan bahwa budaya adalah investasi masa depan, bukan sekadar warisan yang dipajang. Budaya adalah identitas nasional yang kuat, alat diplomasi yang efektif, dan sumber ekonomi kreatif yang tak terbatas. Dengan menetapkan hari khusus ini, Indonesia menyatakan komitmennya untuk memastikan bahwa kisah, ilmu, dan keindahan Nusantara tidak akan lenyap ditelan zaman.
Mewariskan budaya berarti tidak hanya menyimpan warisan, tetapi juga menghidupkannya, memberinya nafas baru, dan membuatnya berbicara dalam bahasa yang dimengerti oleh generasi milenial dan generasi Z. Mari jadikan 17 Oktober bukan hanya sebatas perayaan, tetapi sebagai awal dari gerakan masif untuk menyelamatkan dan menguatkan jati diri bangsa. Pilihan ada di tangan kita: membiarkan budaya kita punah, atau menjadikannya obor yang menerangi masa depan Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
provinsi: SULAWESI SELATAN
-
/data/photo/2025/09/21/68cfc99c25897.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dilema Kepunahan atau Mewariskan Budaya di Indonesia Nasional 16 Oktober 2025
-
/data/photo/2025/10/15/68ef95a9d6854.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Rahmat Melepas Karir Chef di Hotel untuk Jadi Koki MBG, Bangga Mengabdi ke Negara Makassar 15 Oktober 2025
Cerita Rahmat Melepas Karir Chef di Hotel untuk Jadi Koki MBG, Bangga Mengabdi ke Negara
Tim Redaksi
MAKASSAR, KOMPAS.com – Rahmat (38) adalah seorang koki profesional yang kini menempuh perjalanan baru dalam kariernya sebagai kepala koki di Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Sebelumnya, dia mengukir namanya di berbagai restoran dan hotel ternama.
Sekarang, dengan tanggung jawab yang lebih besar, dia mengelola dan mengawasi belasan petugas dapur di SPPG Bangkala III, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Memulai karirnya di industri kuliner pada tahun 2004, Rahmat menghabiskan hampir dua dekade bekerja di sektor swasta.
“Sebelumnya saya bekerja di beberapa rumah makan, hotel, kafe, restoran. Sebagai chef di tempat-tempat itu. Saya kerja di swasta itu sejak 2004, yah 20 tahunan,” ungkapnya saat diwawancarai Kompas.com pada Rabu, 15 Oktober 2025.
Rahmat memilih untuk bergabung dengan dapur SPPG karena ingin mendapatkan pengalaman baru dalam pengolahan masakan.
“Saya di sini selain cari pengalaman, di sini juga jam kerjanya tetap. Kita juga lebih banyak tahu tentang gizi. Berbeda dengan tempat restoran tempat saya dulu, misalnya kalau di sana merujuk pada tampilan dan rasa,” paparnya.
Meskipun telah mengantongi banyak pengalaman di dunia masak-memasak, Rahmat mengaku menghadapi tantangan tersendiri dalam menyajikan masakan di SPPG.
“Kalau di sini (dapur SPPG) dipentingkan dulu rasa masakannya, dan diutamakan gizi,” tambahnya.
Keputusan Rahmat untuk berkontribusi kepada masyarakat melalui dapur SPPG juga membuatnya merasa bangga.
“Yah salah satunya itu (mengabdi ke negara) membantu kan untuk anak-anak,” ujarnya.
Terkait dengan penghasilannya, Rahmat berbagi tentang perbedaan yang ia rasakan.
“Yah di sini kita dapat gaji pokok, tapi bedanya kan misalnya di swasta kemarin di restoran tinggi insentif yah, ada tunjangan itu mungkin membedakan. Tapi itu tidak ada masalah untuk saya,” jelasnya.
Menjadi kepala koki di dapur SPPG juga berarti menghadapi tantangan besar, terutama dalam menyiapkan 3.000 porsi makanan setiap harinya.
“Di sini juga tantangannya kita harus siapkan 3000 porsi per hari, itu jadi motivasi saya. InsyaAllah bisa tercapai. Kalau di restoran kan itu kadang rumit juga karena menunya kadang berbeda,” imbuh Rahmat.
Di tengah kesibukan dan tantangan tersebut, Rahmat tetap optimis mengenai kelanjutan program MBG yang dirasa penting bagi masyarakat.
“Saya maunya jangka panjang, mudah-mudahan presiden-presiden selanjutnya tetap menerapkan program ini. Saya juga berharap banyak juga untuk dapur-dapur lain untuk mengedepankan kualitas. Karena satu dapur bermasalah pasti kita juga kena dampaknya,” tutupnya.
Dengan semangat dan dedikasi yang dimilikinya, Rahmat menunjukkan bahwa kontribusi kecil pun bisa memberikan dampak besar bagi masyarakat luas.
Sebuah harapan bagi kesinambungan program yang berfokus pada kualitas gizi dan kesehatan generasi mendatang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/15/68ef988192d16.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lehernya Tertancap Anak Panah, Korban Geng Motor di Gowa Tunggu 15 Jam di IGD karena Operasi Tak Ditanggung BPJS Regional 15 Oktober 2025
Lehernya Tertancap Anak Panah, Korban Geng Motor di Gowa Tunggu 15 Jam di IGD karena Operasi Tak Ditanggung BPJS
Tim Redaksi
GOWA, KOMPAS.com
– Seorang buruh bangunan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menjadi korban serangan geng motor dan harus menahan sakit selama 15 jam di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syech Yusuf.
Anak panah yang tertancap di lehernya belum bisa diangkat karena operasi tak ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sementara pihak keluarga tak memiliki biaya puluhan juta rupiah.
Korban bernama Saiful (19), warga Buttadidia, Kelurahan Bontoramba, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. I
Ia dilarikan ke RSUD Syech Yusuf setelah menjadi korban serangan geng motor pada Selasa (14/10/2025) malam.
“Masih di rumah sakit belum dioperasi karena biayanya Rp 20 juta dan tidak ditanggung BPJS,” kata FA (18), rekan korban, saat ditemui di halaman Mapolres Gowa, Rabu (15/10/2025) siang.
Peristiwa bermula ketika Saiful pulang ke rumah usai bekerja sebagai buruh bangunan.
Saat melintas di Jalan Tun Abdul Razak, sekitar pukul 20.30 WITA, korban yang berboncengan dengan MF (15) berpapasan dengan enam anggota geng motor yang mengendarai tiga sepeda motor.
Tanpa alasan jelas, kelompok tersebut menyerang dan mengejar korban hingga terjadi aksi kejar-kejaran di jalan raya.
“Kami dikejar oleh tiga motor berboncengan semua, dan ada dua orang yang serang kami pakai busur panah,” ujar MF kepada Kompas.com di Mapolres Gowa.
Anak panah yang dilepaskan mengenai lengan kanan dan leher belakang telinga Saiful.
Ia kemudian jatuh dari motor dan langsung dilarikan ke RSUD Syech Yusuf oleh warga sekitar.
Anak panah di leher Saiful belum bisa diangkat karena pihak keluarga tidak memiliki biaya operasi yang mencapai sekitar Rp 20 juta.
Lebih parah lagi, kasus Saiful tak bisa dicover oleh BPJS karena peraturan baru yang mengecualikan korban kriminalitas dari daftar tanggungan.
“Memang ada perubahan aturan terbaru di mana korban kriminalitas tak masuk dalam tanggungan BPJS. Jadi seperti korban pembacokan dan penikaman tidak lagi ditanggung, sehingga kami harus mengikuti aturan tersebut,” kata dr Gaffar, Pelaksana Harian Direktur RSUD Syech Yusuf, saat dikonfirmasi via telepon, Rabu (15/10/2025).
Meski belum dioperasi, dr Gaffar memastikan kondisi korban masih sadar dan stabil.
Pihak rumah sakit, kata dia, sedang berupaya mencari bantuan dana dari pemerintah agar operasi dapat segera dilakukan.
“Kami tetap berusaha mencari solusi agar pasien bisa segera dioperasi, termasuk berkoordinasi dengan pihak pemerintah daerah untuk bantuan pembiayaan,” jelasnya.
Sementara itu, pihak kepolisian tengah memburu pelaku penyerangan yang diduga merupakan bagian dari geng motor yang kerap beraksi di wilayah Gowa dan sekitarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dirut Berkah Manis Cs Diancam 4 Tahun Penjara di Kasus Impor Gula Era Tom Lembong
Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut lima petinggi perusahaan swasta dalam kasus impor gula pidana penjara masing-masing selama 4 tahun. Tempus perkara korupsi importasi gula ini terjadi di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015—2016.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung Andi Setyawan meyakini kelima terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
“Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip dari Antara, Rabu (15/10/2025).
Adapun kelima terdakwa dimaksud, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products Tony Wijaya Ng, Direktur PT Makassar Tene Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, kuasa direksi PT Duta Sugar International Hendrogiarto Tiwow, serta Dirut PT Berkah Manis Makmur Hans Falita Hutama.
Selain pidana penjara, kelima terdakwa juga dituntut agar dikenakan hukuman denda masing-masing sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti (subsider) dengan 6 bulan kurungan serta pidana tambahan berupa uang pengganti.
JPU memerinci, Tony dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp150,81 miliar; Surianto Eka Rp39,25 miliar; Eka Sapanca Rp32,01 miliar; Hendrogiarto Rp41,23 miliar; serta Hans Rp74,58 miliar.
Pembayaran uang pengganti tersebut dengan ketentuan masing-masing subsider 2 tahun penjara serta telah memperhitungkan harta benda atau uang milik para terdakwa yang telah disita sejumlah besaran uang pengganti.
“Sementara pertimbangan meringankan tuntutan, yaitu terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan, serta telah mengembalikan duit hasil korupsi kasus tersebut,” tutur JPU.
Dalam kasus itu, kelima terdakwa diduga merugikan keuangan negara Rp578,1 miliar terkait dengan kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag pada tahun 2015—2016.
Disebutkan bahwa perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Tom Lembong, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI Charles Sitorus, dan Menteri Perdagangan periode 2016—2019 Enggartiasto Lukita.
Dengan demikian, para terdakwa terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-

Dirut Berkah Manis Cs Dituntut 4 Tahun Penjara dalam Kasus Impor Gula Era Tom Lembong
Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut lima petinggi perusahaan swasta dalam kasus impor gula pidana penjara masing-masing selama 4 tahun. Tempus perkara korupsi importasi gula ini terjadi di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015—2016.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung Andi Setyawan meyakini kelima terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
“Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip dari Antara, Rabu (15/10/2025).
Adapun kelima terdakwa dimaksud, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products Tony Wijaya Ng, Direktur PT Makassar Tene Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, kuasa direksi PT Duta Sugar International Hendrogiarto Tiwow, serta Dirut PT Berkah Manis Makmur Hans Falita Hutama.
Selain pidana penjara, kelima terdakwa juga dituntut agar dikenakan hukuman denda masing-masing sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti (subsider) dengan 6 bulan kurungan serta pidana tambahan berupa uang pengganti.
JPU memerinci, Tony dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp150,81 miliar; Surianto Eka Rp39,25 miliar; Eka Sapanca Rp32,01 miliar; Hendrogiarto Rp41,23 miliar; serta Hans Rp74,58 miliar.
Pembayaran uang pengganti tersebut dengan ketentuan masing-masing subsider 2 tahun penjara serta telah memperhitungkan harta benda atau uang milik para terdakwa yang telah disita sejumlah besaran uang pengganti.
“Sementara pertimbangan meringankan tuntutan, yaitu terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan, serta telah mengembalikan duit hasil korupsi kasus tersebut,” tutur JPU.
Dalam kasus itu, kelima terdakwa diduga merugikan keuangan negara Rp578,1 miliar terkait dengan kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag pada tahun 2015—2016.
Disebutkan bahwa perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Tom Lembong, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI Charles Sitorus, dan Menteri Perdagangan periode 2016—2019 Enggartiasto Lukita.
Dengan demikian, para terdakwa terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-

Pengakuan Polisi Pemilik Rubicon Pelat Palsu, Belinya Ditambahkan Duit dari Orangtua
GELORA.CO – Perwira polisi viral yang memakai Jeep Rubicon pelat palsu di Mapolres sudah diperiksa.
Pemiliknya yakni AKP H Ramli menyebut mobil tersebut adalah unit seken setelah ia menjual mobil lamanya.
“Kami telah melakukan klarifikasi kepada AKP H Ramli, tentang kepemilikan Rubicon miliknya, mobil itu dia beli setelah mobil lamanya dijual,” ujar Kasi Propam Polrestabes Makassar Kompol Ramli melansir Kompas.com (15/10/2025).
Menurut Ramli, harga Rubicon itu tidak sepenuhnya ditanggung sendiri oleh AKP H Ramli.
Orang tuanya turut nombok atau membantu menambahkan dana dari hasil penjualan mobil lamanya agar mobil mewah tersebut bisa dibeli.
“Harga penjualannya ditambahkan dari uang orang tuanya untuk membeli Rubicon,” jelasnya.
Kompol Ramli menegaskan bahwa kejadian ini menjadi pengingat bagi anggota Polri, khususnya jajaran Polrestabes Makassar, agar tidak memamerkan gaya hidup mewah, sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
“Selain pimpinan sering memberikan arahan agar seluruh personel tidak pamer harta, kami dari Propam juga selaku pengemban fungsi pembina kode etik profesi dan disiplin anggota Polri terus mengacu ke peraturan tentang kode etik terkait larangan bergaya hidup mewah atau pamer harta yang harus dipatuhi oleh anggota Polri,” tegasnya.
Ramli juga mengonfirmasi bahwa pelat nomor kendaraan yang terpasang di Rubicon tersebut tidak sesuai dokumen resmi kendaraan.
Pelat tersebut diketahui sebagai pelat variasi yang mencantumkan kode nama pribadi AKP H Ramli.
“Pelat yang dipakai itu hanya pelat variasi yang sementara saja dan pelat aslinya ada sesuai dengan dokumen,” tutupnya.



