provinsi: rupiah

  • Mantan Petugas Pengamanan DPRD Surabaya Dituntut 22 Bulan

    Mantan Petugas Pengamanan DPRD Surabaya Dituntut 22 Bulan

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewi Kusumawati menuntut pidana penjara selama 22 bulan pada Didik Suwandono (57). Eks Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya ini, dinilai telah terbukti melakukan penipuan dan penggelapan uang puluhan juta rupiah dengan modus janjikan pekerjaan sebagai Linmas.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Didik Suwandono dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 10 bulan dikurangi masa tahanan dan masa penangkapan dengan perintah agar para terdakwa tetap ditahan. Menyatakan barang bukti berupa 1 lembar Fc leges atas kwitansi pembayaran senilai Rp. 10.000.000,- tertanggal 13 April 2022;
    1 (satu) lembar Fc leges atas Surat Pernyataan Didik Suwandono tertanggal 13 April 2022, lembar foto Sdr Didik telah menerima uang sbesar Rp. 10.000.000, 11 lembar Fc percakapan whatsapp dari Sdr Didik, 5 lembar Fc leges SMS dari Sdr Didik yang disita dari saksi Asmuri,” ujar Jaksa Dewi, di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

    Perbuatan Terdakwa sebagaimana tertuang dalam Pasal 372 dan 378 KUHPidana.

    Perlu diketahui, saksi Asmuri dalam persidangan menjelaskan bahwa terdakwa pada sebelumnya menawarkan pekerjaan outsourcing Linmas Surabaya dengan pasang tarif Rp 25 juta. Karena tertarik, Asmuri menawarkan kepada keponakannya yaitu Angga Dirgantara Putra. Saat itulah terdakwa mengatakan kepada saksi Asmuri untuk menyediakan uang sebesar Rp 25 Juta yang dipergunakan untuk membayar orang dalam Pemerintah Kota Surabaya yang membantu memasukkan saksi Angga untuk bekerja di Pemerintah Kota Surabaya.

    “Pada hari Kamis tanggal 13 April 2023 sekira pukul 19.00 WIB terdakwa dirumah mengambil uang sebesar Rp 10 juta serta dokumen surat-surat. Dia itu masih kerja sebagai pamdal, ya saya percaya. Yang saya kasih 10 juta, untuk sisanya setelah masuk. Katanya sampai 3 – 4 bulan masuk, ternyata hingga saat ini belum masuk,” kata Asmuri, memberikan keterangannya dalam persidangan.

    “Saya bertanya di tetangga-tetangganya, ternyata tidak satu dua kali dia membohongi orang,” pungkasnya.

    Menanggapi keterangan saksi, terdakwa membenarkan bahwa dia mengaku salah. “Benar saya merasa bersalah, Yang Mulia,” ujar terdakwa.

    Saat itu uang tersebut diserahkan korban kepada terdakwa, karena percaya selama ini terdakwa bekerja sebagai petugas pengamanan di DPRD Surabaya. Terdakwa menyakinkan saksi Asmuri dengan cara menggunakan dua Handphone milik terdakwa yang mana nomor Handphone yang tidak dikenal dibuat seakan–akan adanya chattingan, dengankata –kata dari seseorang yang bekerja di Pemerintahan Kota Surabay. Isinya informasi seolah–olah adanya rekrutmen penerimaan karyawan outsourcing di Pemerintahan Kota Surabaya.

    BACA JUGA:

    Minta Penglarisan, Wanita Tuban Kena Tipu Dukun Rp4,2 M

    Lalu chattingan tersebut dikirimkan kembali ke Handphone milik terdakwa melalui pesan WhatsAap yang nomor Handphone tersebut sudah diketahui oleh saksi Asmuri.

    Semenjak pengambilan uang tersebut, selang beberapa hari saksi Asmuri tidak mendapatkan kejelasan dari terdakwa serta terdakwa selalu menghindar. Akhirnya saksi Asmuri merasa ditipu oleh terdakwa dikarenakan hingga saat ini terdakwa tidak memberikan kejelasan. Lalu saksi Asmuri melaporkan perbuatan terdakwa ke Kantor Kepolisian Sektor Bubutan. [uci/but]

  • Pria Blitar Bawa Kabur Uang Nasabah, Ditangkap Polres Tulungagung

    Pria Blitar Bawa Kabur Uang Nasabah, Ditangkap Polres Tulungagung

    Blitar (beritajatim.com) – Seorang warga asal Desa Dayu Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar ditangkap oleh Satreskrim Polres Tulungagung. Pria berinisial S(41) itu ditangkap setelah melakukan penipuan berkedok koperasi.

    Kasi Humas Polres Tulungagung, Iptu Mujiatno menjelaskan bahwa modus pelaku yakni menawarkan pinjaman koperasi dengan bunga rendah. Namun untuk mendapatkan pinjaman tersebut, calon nasabah diwajibkan menabung terlebih dahulu di koperasi tersebut.

    Alih-alih akan diberikan pinjaman dengan bunga rendah, pelaku justru membawa kabur uang tabungan nasabah tersebut. “Tersangka mengaku sebagai karyawan di sebuah koperasi dan menawarkan pinjaman kredit dengan bunga rendah,” kata Kasi Humas Polres Tulungagung, Iptu Mujiatno, Jumat (15/09/23).

    Untuk meyakinkan calon korban, pelaku pun membawa sejumlah brosur yang bertuliskan nama sebuah koperasi. Brosur tersebut kemudian jadikan pelaku untuk meyakinkan para korban untuk menanam modal dan tabungan di koperasi tersebut.

    Bujuk rayu pelaku pun membuahkan hasil dan mampu merayu calon nasabah. Untuk mendapatkan pinjaman 50 juta rupiah, korban atau calon nasabah diwajibkan menabung terlebih dahulu sebesar 5 juta rupiah.

    “Setelah itu tersangka menghilang dan tidak kembali lagi, korban yang merasa tertipu lalu melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib,” jelasnya.

    BACA JUGA:

    Harga Jual Tebu Murah, Perhutani Blitar Gandeng Koperasi

    Polisi lalu menyelidiki kasus ini dan menangkap tersangka di rumahnya. Dari hasil pemeriksaan koperasi tersebut ternyata tidak terdaftar dan fiktif. Polisi terus melakukan pengembangan terkait kasus ini.

    Diduga jumlah korban lebih dari satu orang. Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan pasal 378 Jo 372 KUHPidana dengan ancaman 4 tahun penjara. [owi/but]

     

  • Kasus Penipuan di Bantul Alami Peningkatan

    Kasus Penipuan di Bantul Alami Peningkatan

    Bantul (beritajatim.com) – Kasus penipuan yang terjadi di wilayah hukum Polres Bantul mengalami peningkatan. Pada Agustus 2023, Polres Bantul mencatat ada 10 kasus tindak pidana penipuan, naik dua kasus dibandingkan Juli.

    Sementara untuk September 2023, tercatat hingga tanggal 13 sudah ada 5 kasus penipuan. Saat ini kasus tersebut sedang dalam penanganan polisi.

    Kasi Humas Polres Bantul, Iptu I Nengah Jeffry Prana Widnyana mengatakan, kasus penipuan terjadi akibat kurang hati-hati atau terlalu mudahnya korban termakan bujukan pelaku.

    Terbaru, kata Jeffry, kasus penipuan yang dilaporkan menimpa seorang warga Kabupaten Bantul dengan modus menjanjikan sebagai pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) penjaga tahanan atau sipir di salah satu Lembaga Pemasyarakatan (LP).

    “Akibat kejadian itu, korban berinisial TY (67) warga Srandakan Bantul mengalami kerugian mencapai ratusan juta rupiah,” kata Jeffry, Kamis (14/9/2023)..

    Jeffry menjelaskan, kasus itu berawal pada Rabu (29/9/2021) silam saat korban didatangi oleh dua pelaku yang sudah dia kenal sebelumnya. Masing-masing pelaku berinisial TM (46), warga Lendah, Kulonprogo dan S (62), warga Pengasih, Kulonprogo.

    BACA JUGA:
    DIY Alokasikan Danais Rp1,6 M untuk Padat Karya di Bantul

    “Keduanya menawarkan kepada korban bahwa pelaku S dapat memasukkan anaknya menjadi ASN sebagai sipir namun dengan syaratnya harus menyetorkan uang sebesar Rp450 juta,” kata dia.

    Tanpa berpikir panjang, korbanpun menyanggupi permintaan kedua orang tersebut. “Adapun total uang yang sudah diserahkan oleh korban kepada para pelaku yaitu sebesar Rp301 juta,” ujar Jeffry.

    Setelah menyetorkan uang tersebut, selanjutnya anak korban mengikuti proses seleksi ASN formasi sipir. Namun, setelah pengumuman, anak korban diketahui tidak lolos seleksi.

    Korban pun menanyakan terkait hal itu tetapi pelaku banyak berkelit dan selalu menghindar. Lantaran merasa tertipu, korban akhirnya meminta uang yang sudah disetorkan untuk dikembalikan utuh.

    BACA JUGA:
    Krisis Air Bersih di 7 Kecamatan, Bantul Darurat Kekeringan

    Para pelaku pun menyanggupi untuk mengembalikan uang tersebut namun baru Rp100 juta. Sedangkan sisanya sekitar Rp201 juta sampai sekarang ini tidak jelas.

    Korban yang geram lantas menempuh jalur hukum dengan melaporkan dugaan penipuan ke Polsek Srandakan, pada Selasa (12/9/2023).

    Sementara itu, Polsek Srandakan segera menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan. [aje/beq]

  • Bukannya Salat, Pria di Jombang ke Masjid Malah Curi Sepeda

    Bukannya Salat, Pria di Jombang ke Masjid Malah Curi Sepeda

    Jombang (beritajatim.com) – Bukan untuk salat, namun pria di Jombang pergi ke masjid justru untuk mencuri sepeda angin milik jemaah. Aksi pria tersebut terekam jelas dalam CCTV (Close Circuit Television).

    Dalam rekaman CCTV tersebut, nampak seorang pria duduk-duduk di sekitar Masjid Ar Ridlo Desa Kauman Kecamatan Mojoagung. Tepatnya di sebelah selatan. Sementara di dalam masjid sejumlah orang sedang persiapan menunaikan salat zuhur.

    Pria misterius tersebut berpostur pendek. Mengenakan pakaian hitam dan membawa tas ransel. Sedangkan kepala pria tersebut botak. Nah, saat jemaah salah zuhur dimulai, pria berkaus hitam tersebut tak kunjung masuk.

    Dia malah beranjak sembari menggondol sepeda angin milik jemaah bernama Sopi’i (65), warga Desa Mancilan Kecamatan Mojoagung. Sepeda tersebut kemudian dinaikinya ke arah barat. “Ini rekamannya sangat jelas,” Sunan Hadi (45), takmir Masjid Ar Ridlo Desa Kauman Mojoagung, Rabu (13/9/2023).

    BACA JUGA:
    Remaja di Jombang Gasak Uang Jutaan Rupiah dari Kotak Amal Musala

    Sunan menjelaskan, pencurian itu terjadi pada Selasa (12/9/2023) sekitar pukul 11.30 WIB. Usai salat zuhur, jemaah baru mengetahui ada sepeda yang hilang. Takmir kemudian melihat rekaman CCTV yang ada di masjid. Nah, dari situlah diketahui ada pencuri masuk masjid.

    “Kita sudah tawarkan ke korban untuk melaporkan ke polisi. Enam bulan lalu juga ada sepeda yang hilang. Makanya kita imbau agar jemaah yang ke masjid agar mengunci sepeda yang diparkir. Agar kejadian serupa tidak terulang,” pungkas Sunan. [suf]

  • Penabrak Wartawan dan Polisi di depan Grahadi jadi Tersangka

    Penabrak Wartawan dan Polisi di depan Grahadi jadi Tersangka

    Surabaya (beritajatim.com) – Rafli (19) penabrak wartawan dan polisi di depan Grahadi, Minggu (10/09/2023) kemarin telah ditetapkan menjadi tersangka, Selasa (12/09/2023). Kini ia harus rela tidur di balik sel jeruji.

    Kasat Lantas Polrestabes Surabaya, AKBP Arif Fazlurrahman mengatakan Rafli Aditya (19) kedapatan tidak mempunyai SIM. Sepeda motornya Suzuki Satria birunya W-2607-WR juga tidak dilengkapi dengan STNK.

    “Sudah ditetapkan tersangka dan langsung dilakukan penahanan di sel Polrestabes Surabaya,” ujar Arif, Selasa (12/09/2023) malam.

    Baca Juga: 3 Mitos Rebo Wekasan, Salah Satunya Larangan Menikah, Benarkah?

    Pelanggaran yang dilakukan Rafli cukup berat. Selain menabrak dua wartawan, ia juga mengemudi dalam kondisi mabuk. Kini ia harus berhadapan dengan ancaman hukuman pasal berlapis setelah melalui dua hari pemeriksaan.

    “Perbuatan mengemudi saat mabuk tersebut dapat dijerat juga dengan Pasal 311 UU LLAJ. Lalu laka yang menyebabkan jatuhnya korban bisa dijerat Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah),” kata Arif.

    Sebelumnya, Wartawan TV nasional dan polisi menjadi korban pengendara mabuk, Minggu (10/09/2023) dini hari. Perlu diketahui, Satlantas Polrestabes Surabaya mengadakan operasi Zebra dan menyasar 7 poin pelanggaran lalu lintas di Jalan Gubernur Suryo.

    Dua korban itu adalah Solihul Hadi wartawan RTV dan Briptu Ruly. Mereka berdua ditabrak oleh Rafli (19) warga Rusunawa Gunungsari. Pantauan beritajatim.com, Rafli yang mengendarai Satria Biru W 2607 WR memacu sepeda motornya untuk menghindari tangkapan petugas.

    Baca Juga: Rumah Retak-retak, Warga Buduran Sidoarjo Blokir Proyek Perumahan Citra Garden

    Apes, saat itu Briptu Ruly bersama Hadi yang ingin mengambil gambar malah tertabrak. Peristiwa ini membuat Hadi harus dilarikan ke RSUD dr. Soetomo karena mengalami pendarahan di kakinya. Sementara itu, Briptu Ruly mendapatkan perawatan di lokasi oleh Biddokkes Polrestabes Surabaya.

    Dari pengakuan Rafli, ia baru saja pesta miras di rumah temannya di Jalan Simo. Setelah pesta miras, ia mengendarai sepeda motor balapnya untuk berputar-putar kota Surabaya. Apesnya, saat di Jalan Gubernur Suryo Rafli menabrak Wartawan TV Nasional dan Petugas Kepolisian. Sedangkan rekannya berhasil kabur. (ang/ian)

  • Korupsi Dana Desa, Mantan Kades di Sampang Ditahan Kejaksaan

    Korupsi Dana Desa, Mantan Kades di Sampang Ditahan Kejaksaan

    Sampang (beritajatim.com) – Seorang mantan Kepala Desa (Kades), Desa Baruh, Kecamatan/Kabupaten Sampang, inisial AM (43) ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, diduga terlibat kasus korupsi Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa (DD).

    Kasi Intel Kejari Sampang, Ahmad Wahyudi saat dikonfirmasi membenarkan adanya penahanan oknum mantan Kades Desa Baruh.

    “Benar, kita lakukan penahanan seorang mantan kepala desa,” ujarnya, Selasa (12/9/2023).

    Ia menjelaskan, sebelum dilakukan penahanan, pihaknya telah memangil yang bersangkutan sebagai saksi pada 7 September 2023 kemarin. Namun, inisial AM tersebut mangkir.

    Baca Juga: Inflasi Kota Kediri Bulan Agustus Terendah Kedua se-Jatim

    Kemudian, dilakukan pemangilan yang kedua sebagai saksi dan mantan kades itu mendatangi kejaksaan. “Setelah melakukan pemeriksaan saksi dan ditemukan 2 alat bukti yang cukup, maka tersangka AM ditahan di Rutan kelas II B sebagai titipan tahanan Kejaksaan,” imbuhnya.

    Lanjut Ahmad Wahyudi, peran AM dalam kasus tersebut adalah sebagai penanggungjawab, mengingat saat penyaluran BLT-DD tahun anggaran 2021, AM masih aktif menjabat sebagai Kades.

    “Modusnya bahwa BLT DD tersebut tidak disalurkan sekitar 161 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). tapi digunakan untuk kepentingan pribadi,” terangnya.

    Baca Juga: Terlahir dari Keluarga Sederhana, Ganjar Berkisah Ketangguhannya Hadapi Kesulitan

    Menurut Achmad, kerugian negara mencapai Rp 359.500 juta rupiah. Selama proses penahanan tersebut, tim penyidik Kejari akan melengkapi berkas perkara untuk dilanjutkan ke tahap persidangan. “Secepat mungkin akan kita limpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) untuk segera dilakukan persidangan,” tandasnya. [sar/ian]

  • Kejari Gresik Terus Dalami Kasus Dugaan Penyimpangan Dana Hibah UMKM

    Kejari Gresik Terus Dalami Kasus Dugaan Penyimpangan Dana Hibah UMKM

    Gresik (beritajatim.com) – Kejari (Kejaksaan Negeri) Gresik terus mendalami kasus dugaan penyimpangan dana hibah UMKM di Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Perindustrian Perdagangan (Diskoperindag) dari alokasi APBD tahun 2022 sebesar Rp 19,6 miliar.

    Terbaru, tim penyidik Kejari Gresik setempat telah memanggil dan memintai keterangan kepada 210 pelaku usaha mikro penerima dana hibah dari total 744 se-Kabupaten Gresik.

    Kepala Kejari Gresik Nana Riana menuturkan, dalam pemeriksaan terbaru ada penambahan potensi kebocoran anggaran sebagai akibat dari penyimpangan dan penyalahgunaan belanja tersebut sekitar Rp 1,7 miliar rupiah.

    “Selain memeriksa penerima hibah, kami juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 12 penyedia barang,” tuturnya, Jumat (8/9/2023).

    Ia menambahkan, kemungkinan potensi kerugian akan terus bertambah seiring dengan kelanjutan proses pemeriksaan terhadap 534 UMKM yang menerima hibah. “Mohon bersabar. Kami targetkan sebelum tahun ini bisa selesai dan sudah ada tersangkanya,” imbuhnya.

    BACA JUGA:
    Kejari Gresik Periksa Kepala Diskoperindag Selama 3 Jam

    Lebih lanjut Nana Riana juga mengungkapkan kerugian negara akibat penyimpangan anggaran ini masih dihitung oleh tim penyidik Kejari Gresik. “Semuanya masih dihitung, termasuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kami juga meminta keterangan penerima kredit usaha mikro (KUM),” ungkapnya.

    Seperti diberitakan, anggaran dana hibah UMKM dialokasikan sebesar Rp 19,6 miliar rupiah dalam APBD tahun 2022. Namun, pengadaan melalui e-katalog dengan membeli 9 rekanan yang basic-nya kontraktor tersebut, hanya terserap Rp 17 miliar. Dari temuan itu, ada kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar. [dny/suf]

  • Tangkap 12 Orang, Satresnarkoba Polres Tuban Amankan Ribuan Pil Koplo

    Tangkap 12 Orang, Satresnarkoba Polres Tuban Amankan Ribuan Pil Koplo

    Tuban (beritajatim.com) – Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Tuban berhasil mengungkap kasus peredaran Narkotika di wilayahnya dengan menangkap 12 orang tersangka.

    Dalam ungkap kasus tersebut, terjadi selama satu bulan Agustus 2023. Dari 12 orang tersangka yang telah diamankan, dengan rincian 12 kasus yakni Sabu-sabu sebanyak 1 kasus, pil double L sebanyak 9 kasus, 1 kasus Carnophen serta Pil Y sebanyak 1 kasus.

    Wakapolres Tuban Kompol Palma Fitria Fahlevi menyampaikan, selain 12 tersangka Polisi juga mengamankan sebanyak 14565 (empat belas ribu lima ratus enam puluh lima) butir pil double L, 929 (sembilan ratus dua puluh sembilan) butir pil Y, 53 butir Carnophen serta 4,51 gram Sabu. “Semua kasus yang ditangani sudah dalam tahap penyidikan,” ujar Wakapolres Tuban. Selasa(05/09/2023).

    Sementara itu, Kasat Resnarkoba Polres Tuban AKP Teguh Triyo Handoko menambahkan, keberhasilan dalam melakukan pengungkapan terhadap puluhan ribu pil Double L yang dilakukan oleh jajarannya tersebut merupakan hasil pengembangan dari kasus sebelumnya dengan tersangka berinisial T yang saat ini masih mendekam di tahanan Polres Tuban. “Ini adalah hasil pengembangan kasus yang sudah kita tangkap sebelumnya,” tutur AKP Teguh Triyo Handoko.

    Teguh sapaannya juga menjelaskan, bahwa pihak Kepolisian akan terus melakukan pengembangan, dengan berdasarkan keterangan dari tersangka T yang mengarah pada tersangka yang berada di wilayah Mojokerto. “Dari 12 tersangka yang telah diamankan terdapat 3 orang residivis dengan kasus yang sama,” kata Teguh.

    Lanjut, menurut keterangan dari tersangka, mereka mendapatkan barang haram itu dengan cara bertemu langsung ditempat tertentu yang sudah disepakati atau biasa disebut dengan COD. “Transaksi dengan COD ini, asal barang ada yang dari Mojokerto, Jawa Tengah, Sidoarjo dan Surabaya,” kata Teguh.

    Akibatnya, tersangka pengedar narkotika dijerat dengan pasal 435 Jo Pasal 138 Ayat (1) dan Ayat (2) dan/atau Pasal 436 Ayat (1) dan Ayat (2) Jo Pasal 145 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda sebesar 1,5 milyar rupiah.

    Sedangkan, tersangka pengedar Narkotika jenis Sabu dijerat pasal 114 (1), 112 (1) UU RI
    No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman Paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dengan 10 Miliyar ditambah 1/3. [ayu/kun]

    BACA JUGA: Di Tuban, Kapolda Jatim Ingatkan Polisi Tak Hidup Hedonis

  • Pasal-pasal Krusial di UU PDP yang Baru Disahkan, Apa Saja?

    Pasal-pasal Krusial di UU PDP yang Baru Disahkan, Apa Saja?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) baru saja disahkan lewat Rapat Paripurna DPR (Pembicaraan Tingkat II), Selasa (20/9). UU tersebut memuat sanksi terhadap mereka yang mengakses dan membocorkan data pribadi secara ilegal.

    Pada naskah final RUU PDP, ada 371 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan 16 Bab serta 76 pasal. Jumlah pasal itu bertambah empat dari usulan awal pemerintah pada akhir 2019 yakni 72 pasal.

    Rapat Paripurna pengesahan RUU PDP sendiri dihadiri 295 anggota dewan, dengan rincian 73 orang hadir secara fisik, 206 orang hadir secara virtual. Sedangkan, sebanyak 16 orang tak hadir atau izin.

    CNNIndonesia.com mencoba merinci pasal-pasal krusial yang terdapat dalam UU tersebut. Pada Bab 1 Ketentuan Umum di pasal 1 termuat definisi-definisi soal Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi, Prosesor Data Pribadi dan Subyek Data Pribadi.

    1. Definisi Data Pribadi

    Definisi Data Pribadi menurut UU PDP “adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik”

    Sementara, Pengendali Data didefinisikan sebagai “setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data Pribadi”

    Untuk Subyek Data Pribadi definisinya “adalah orang perseorangan yang pada dirinya melekat Data Pribadi”

    Lebih lanjut pada Bab III soal Jenis Data Pribadi, diatur data-data mana saja yang masuk ke dalam kategori Data Pribadi. UU PDP menggolongkan Data Pribadi menjadi dua: bersifat spesiifik, dan bersifat umum (Pasal 4).

    Data Pribadi bersifat spesifik “sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. data dan informasi kesehatan; b. data biometrik; c. data genetika; d. catatan kejahatan; e. data anak; f. data keuangan pribadi; dan/atau g. data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

    Untuk Data Pribadi bersifat umum meliputi a. nama lengkap; b. jenis kelamin; c. kewarganegaraan; d. agama; e. status perkawinan; dan/atau f. Data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

    2. Hak-hak Subyek Data

    Masyarakat sebagai Subjek Data Pribadi diatur hak-haknya dalam pasal 5 hingga 15. Di dalamnya tercantum bahwa Subyek Data berhak mendapat kejelasan terkait kepentingan hukum, tujuan permintaan dan akuntabilitas lembaga yang meminta data pribadi mereka (pasal 5).

    Pada pasal 8, Subjek Data Pribadi juga berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/atau memusnahkan Data Pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Hal tersebut dikuatkan dengan penjelasan dalam Pasal 44. Dijelaskan bahwa pengendali data pribadi wajib memusnahkan data pribadi pada empat hal yakni:

    a. telah habis masa retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan jadwal retensi arsip;
    b. terdapat permintaan dari Subjek Data Pribadi;
    c. tidak berkaitan dengan penyelesaian proses hukum suatu perkara; dan/atau
    d. Data Pribadi diperoleh dan/atau diproses dengan cara melawan hukum.

    Pada pasal 12 ayat 1, Subjek Data Pribadi juga bisa “menggugat dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan Data Pribadi tentang dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

    Akan tetapi pada pasal 15, hak-hak Subyek Data Pribadi dikecualikan untuk lima hal yakni
    a. kepentingan pertahanan dan keamanan nasional;
    b. kepentingan proses penegakan hukum;
    c. kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara;
    d. kepentingan pengawasan sektor jasa keuangan, moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara; atau
    e. kepentingan statistik dan penelitian ilmiah.

    Pengendali Data Pribadi dan Sanksi Larangan
    3. Pengendali Data Pribadi

    UU PDP juga mengatur kewajiban Pengendali Data Pribadi dalam Pemrosesan Data Pribadi. Hal itu tertuang pada Bab VI antara lain soal dasar pemrosesan Data Pribadi yang harus mendapat “persetujuan yang sah secara eksplisit dari Subjek Data Pribadi untuk 1 (satu) atau beberapa tujuan tertentu yang telah disampaikan oleh Pengendali Data Pribadi kepada Subjek Data Pribadi; (pasal 20 ayat 2 poin a).

    Kemudian pada pasal 21 diatur soal kewajiban Pengendali Data Pribadi “menyampaikan Informasi mengenai: a. legalitas dari pemrosesan Data Pribadi; b. tujuan pemrosesan Data Pribadi; c. jenis dan relevansi Data Pribadi yang akan diproses; d. jangka waktu retensi dokumen yang memuat Data Pribadi; e. rincian mengenai Informasi yang dikumpulkan; f. jangka waktu pemrosesan Data Pribadi; dan g. hak Subjek Data Pribadi.”

    Di sisi lain, kewajiban melindungi Data Pribadi termuat dalam pasal 35 yang menyebut dua poin yakni a. penyusunan dan penerapan langkah teknis operasional untuk melindungi Data Pribadi dari gangguan pemrosesan Data Pribadi yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. penentuan tingkat keamanan Data Pribadi dengan memperhatikan sifat dan risiko dari Data Pribadi yang harus dilindungi dalam pemrosesan Data Pribadi.

    Pada pasal 36 pun, Pengendali Data Pribadi “wajib menjaga kerahasiaan Data Pribadi” dalam pemrosesannya.

    4. Sanksi-Sanksi dan Larangan

    Terkait sanksi-sanksi dan larangan, UU PDP memuatnya dalam Bab 13 yang terdiri dari pasal 65 dan 66. Di dalamnya tertulis antara lain “Setiap Orang dilarang membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. (pasal 66)”

    Sementara itu pada Bab 16, UU PDP mengatur sanksi dan denda yang akan dijatuhkan kepada para pelanggar. Itu termuat dalam padal 67 hingga 73.

    Pasal 67 memuat hukuman penjara hingga denda yang tergantung kepada pelanggaran yang mengacu kepada pasal 65. Pelanggar yang melanggar pasal 65 ayat 1 dijatuhi hukuman “pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    Sementara, pelanggar pasal 65 ayat 2 akan dijatuhi hukuman “pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”

    Untuk pelanggar pasal 65 ayat 3 hukumannya adalah “pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

    UU PDP pun mengatur pelanggar yang memalsukan data pribadi yakni di pasal 68 dengan ancaman “pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”

    Kemudian pada pasal 70 diatur hukuman dan denda apabila pelanggar berstatus korporasi. Pada ayat 1 misalnya, hukuman kepada korporasi akan dijatuhkan kepada “pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau Korporasi.

    Hukuman kepada korporasi pun hanya berupa denda (pasal 70 ayat 2) dengan denda paling banyak 10 kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan (pasal 70 ayat 3).

  • Menkominfo Ungkap Sanksi Berat Kebocoran Data Korporasi di UU PDP

    Menkominfo Ungkap Sanksi Berat Kebocoran Data Korporasi di UU PDP

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perusahaan yang mengakses dan membocorkan data pribadi secara ilegal serta lalai menjaga data pribadi pelanggan dapat terancam denda besar hingga perampasan keuntungan.

    Hal tersebut tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang sudah disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR (Pembicaraan Tingkat II), Selasa (20/9).

    Apa saja sanksinya? “Ah, baca sendiri,” timpal Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, usai Rapat Paripurna tersebut, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/9).

    Kelalaian menjaga data

    UU PDP mewajibkan, pertama, Pengendali Data pribadi (pemerintah maupun swasta) melindungi dan memastikan keamanan Data Pribadi dengan melakukan penyusunan dan penerapan langkah teknis operasional (Pasal 35 RUU PDP).

    Kedua, menjaga kerahasiaan Data Pribadi dalam pemrosesannya (Pasal 36). Ketiga, melakukan pengawasan terhadap setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan Data Pribadi di bawah kendali Pengendali Data Pribadi (Pasal 37).

    Keempat, melindungi Data Pribadi dari pemrosesan yang tidak sah (Pasal 38). Kelima, mencegah Data Pribadi diakses secara tidak sah (Pasal 39).

    Jika tak menaati kewajiban itu, UU PDP mencantumkan sanksi administratif (pasal 57). Bentuknya, peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan Data Pribadi, penghapusan atau pemusnahan Data Pribadi, dan/atau denda administratif.

    Pasal 57 ayat (3) menyebut bahwa “Sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling tinggi 2 (dua) persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran”.

    Pihak yang berhak menjatuhkan sanksinya adalah lembaga PDP dengan rincian ketentuan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

    “[Sanksi] bervariasi mulai dari hukuman empat tahun sampai enam tahun maupun hukuman denda dari empat miliar sampai enam miliar setiap kejadian. Dan apabila terjadi kesalahan maka dikenakan sanksi sebesar 2 persen dari total pendapatan tahunannya dan bervariasi,” tutur Menkominfo.

    Akses ilegal

    Menkominfo melanjutkan korporasi juga terancam denda besar jika menggunakan data pelanggan secara ilegal. 

    “Apabila ada korporasi, orang-orang dan korporasi yang menggunakan data pribadi secara ilegal, maka sanksi jauh lebih berat berupa perampasan seluruh kegiatannya yang terkait manfaat ekonomi atas data pribadi yang dimaksud kalau ilegal,” kata Plate.

    Berdasarkan Pasal 67 UU PDP, denda besar disiapkan bagi pihak yang mengumpulkan data pribadi untuk keuntungan sendiri.

    “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),” demikian bunyi pasal 67 ayat 1.

    Tak hanya itu, orang yang membocorkan dan memakai data pribadi orang lain secara ilegal masing-masing terancam denda Rp4 miliar dan Rp5 miliar.

    “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00,” demikian bunyi Pasal 67 ayat (2) UU PDP.

    “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00,” Pasal 67 ayat (3) UU PDP.

    Sanksi berlipat disiapkan bagi perusahaan atau korporasi yang melanggar pasal-pasal di atas.

    Menurut pasal 70 ayat 1, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan atau korporasi.

    “Pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi paling banyak sepuluh kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan,” jelas Pasal 70 ayat 3 UU PDP.

    Secara hitungan kasar, denda maksimal bagi korporasi pembocor data bisa mencapai Rp50 miliar.

    Selain itu, korporasi dapat dijatuhi berbagai pidana tambahan. Mulai dari perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan hasil dari tindak pidana, pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi, dan pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;

    Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi, melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan, dan pembayaran ganti kerugian. Lalu, pencabutan izin dan/atau pembubaran Korporasi.

    “UU PDP mengatur institusi perorangan, korporasi baik di dalam negeri maupun global,” tandas Plate.

    Sebelumnya, Indonesia kerap dikritik karena tak bisa memberi sanksi berat terhadap perusahaan, terutama asing, yang mestinya bertanggung jawab dalam kebocoran data publik.

    (lom/cfd/arh)

    [Gambas:Video CNN]