provinsi: rupiah

  • Siap Ekspansi, Bos CGAS Sebut Sejumlah Tantangan Ini

    Siap Ekspansi, Bos CGAS Sebut Sejumlah Tantangan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Utama PT Citra Nusantara Gemilang Tbk (CGAS) Andika Purwonugroho menjelaskan dibalik IPO 2024. Dia menjelaskan target utama dari penghimpunan dana IPO digunakan untuk pembangunan LNG Station berskala kecil.

    “Jadi dengan adanya LNG station ini, sebagaimana yang kita tahu sekarang, kondisi dari supply natural gas di sumber-sumber gas yang ada di Indonesia sekarang itu sebagian besar sudah decline, natural decline. Dan belum ada temuan-temuan yang untuk menggantikan natural gas itu. Jadi itulah kenapa kami concern terhadap bagaimana pengembangan yang sumber-sumber marginal tadi, yang kecil-kecil tadi. Karena memang sudah diketahui cadangannya, kemudian tinggal dibangun fasilitas prosesnya saja dan tidak memakan waktu terlalu lama,” jelas dia dalam Road to CNBC Indonesia Awards 2025 (Selasa, 11/11/2025).

    Andika juga melanjutkan, karena jumlahnya banyak, yang harus dilakukan adalah memanfaatkan. Apalagi kini teknologi makin berkembang dan juga bertambahnya pemain.

    “Tantangannya adalah tinggal bagaimana dapat mengakses daerah-daerah yang remote, contoh yang kita bangun di Gayan itu, jarak dari sumur ke pipa transmisi yang ada di Cirebon itu sekitar 25 km, sangat jauh sehingga tidak ekonomis untuk dibangun jaringan pipa. Itulah yang jadi tantangan ke depan, mudah-mudahan infrastruktur jalannya makin diperbaiki oleh pemerintah, supaya kita bisa mengakses dan mengkomersialkan sumur-sumur marginal tersebut,” pungkas Andhika.

    Sebagai informasi, pada 2025 CGAS akan membuka tiga Compressed Natural Gas (CNG) Station baru di Grobogan (Jawa Tengah), Gresik (Jawa Timur), dan Majalengka (Jawa Barat). Langkah ini bertujuan untuk memperluas jangkauan distribusi serta meningkatkan ketersediaan energi bersih di kawasan industri strategis di Pulau Jawa. Dengan pembukaan CNG Station baru tersebut, CGAS memperkirakan meraih pendapatan tambahan hingga 100 miliar rupiah pada akhir tahun 2025.

    Pada tahun ini, CGAS juga tengah mempersiapkan ekspansi ke segmen Liquid Natural Gas (LNG) yang difokuskan pada pasar di wilayah Jawa bagian timur dan Bali. Diversifikasi ini menjadi bagian dari komitmen perusahaan dalam menyediakan solusi energi bersih yang lebih luas dan terintegrasi.

    (rah/rah)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Seskab Teddy: Prabowo Minta Setiap Rupiah Uang Rakyat Tepat Sasaran

    Seskab Teddy: Prabowo Minta Setiap Rupiah Uang Rakyat Tepat Sasaran

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat khusus di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (11/11/2025). Turut hadir dalam rapat itu adalah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

    Kemudian Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) M. Yusuf Ateh, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Agus Subiyanto, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

    “Presiden menekankan bahwa setiap rupiah uang rakyat yang dialokasikan harus tepat sasaran dan harus digunakan sesuai periode waktu yang ditetapkan, termasuk dana di daerah, yang juga merupakan uang rakyat,” tulis Teddy seperti dikutip akun Instagram Sekretariat Kabinet, Selasa (11/11/2025).

    Dalam kesempatan itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi diminta Prabowo untuk mengoordinasikan dan mengecek penyerapan anggaran serta penggunaan transfer ke daerah yang dikelola setiap kepala daerah menjelang akhir tahun.

    [Gambas:Instagram]

    (miq/miq)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Prabowo Beri Tugas Mensesneg Sebelum Berangkat ke Australia, Apa Saja?

    Prabowo Beri Tugas Mensesneg Sebelum Berangkat ke Australia, Apa Saja?

    Prabowo Beri Tugas Mensesneg Sebelum Berangkat ke Australia, Apa Saja?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI Prabowo Subianto memberikan tugas kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi tepat sebelum berangkat ke Sydney, Australia.
    Tugas ini diberikan
    Prabowo
    secara langsung ke Prasetyo dalam rapat khusus yang digelar di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
    “Presiden menugaskan Mensesneg untuk segera mengoordinasikan dan mengecek
    penyerapan anggaran
    ,” ungkap Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dalam keterangannya lewat Instagram @sekretariat.kabinet.
    Selain itu, menurut Teddy, Prabowo juga menugaskan Prasetyo untuk mengecek penggunaan transfer daerah.
    “Serta penggunaan transfer daerah yang dikelola oleh setiap kepala daerah menjelang akhir tahun ini,” lanjut Teddy.
    Dalam rapat itu, Teddy mengungkap Prabowo juga menegaskan bahwa setiap uang rakyat harus dialokasikan tepat sasaran.
    “Presiden menekankan bahwa setiap rupiah uang rakyat yang dialokasikan harus tepat sasaran dan harus digunakan sesuai periode waktu yang ditetapkan, termasuk dana di daerah, yang juga merupakan uang rakyat” beber Teddy lagi.
    Adapun rapat khusus ini diselenggarakan sebelum Presiden RI bertolak ke Sydney, Australia dalam rangka kunjungan kenegaraan.
    Selain Mensesneg dan Seskab, dalam rapat khusus tersebut juga dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Luar Negeri Sugiono.
    Lalu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, hingga Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soal Rp 1.000 Jadi Rp 1, Misbakhun Ingatkan Transisi Bertahap untuk Hindari Risiko

    Soal Rp 1.000 Jadi Rp 1, Misbakhun Ingatkan Transisi Bertahap untuk Hindari Risiko

    Jakarta

    Komisi XI DPR RI mengingatkan rencana redenominasi yang menyederhanakan mata uang rupiah memerlukan perencanaan yang komprehensif agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Pemerintah dinilai perlu menyusun peta jalan yang jelas, termasuk tahap transisi dari uang lama ke uang baru.

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan pihaknya siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah yang menyederhanakan nominal uang misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal ini dianggap sebagai bagian dari modernisasi sistem keuangan nasional.

    “Pada prinsipnya, kami menyambut baik rencana redenominasi ini. Kami siap membahasnya sepanjang seluruh aspek teknis, transisi dan kesiapan publik telah dipertimbangkan dan dipersiapkan secara matang,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Selasa (11/11/2025).

    Misbakhun menilai redenominasi berpotensi mempermudah transaksi dan pencatatan keuangan, namun tetap memerlukan perencanaan yang matang. Oleh karena itu perlunya edukasi publik terutama bagi pelaku UMKM yang akan merasakan dampak langsung dari perubahan nominal harga.

    “Kami ingin kebijakan ini berjalan hati-hati dan tidak menimbulkan gangguan di lapangan. Fokus utamanya adalah kejelasan tahapan dan kesiapan masyarakat,” katanya.

    Untuk memastikan kelancaran implementasi, ia juga mengusulkan agar pemerintah melalui Bank Indonesia nantinya terlebih dahulu melakukan uji coba terbatas (pilot project) sebelum redenominasi diberlakukan secara penuh.

    “Yang paling penting, Bank Indonesia harus memastikan stabilitas inflasi dan sistem pembayaran tetap terjaga selama proses perubahan,” tambahnya.

    Menutup pernyataannya, Misbakhun menegaskan komitmen Komisi XI DPR untuk mengawal pembahasan RUU ini agar redenominasi dapat diterapkan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi perekonomian nasional.

    “DPR siap bekerja bersama pemerintah agar kebijakan ini tidak menimbulkan beban baru bagi rakyat,” imbuhnya.

    Redenominasi Rupiah Belum Berlaku di Waktu Dekat

    Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah kembali muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya menyiapkan kerangka regulasi terkait redenominasi dengan menyusun RUU tentang Perubahan Harga Rupiah yang ditargetkan selesai 2027.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tulis isi PMK tersebut.

    Lebih lanjut dijelaskan, urgensi pembentukan RUU Redenominasi ialah untuk efisiensi perekonomian, menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    Saat dikonfirmasi, Purbaya mengatakan kebijakan redenominasi dilakukan sepenuhnya oleh Bank Indonesia. Eks bos Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak akan direalisasikan dalam waktu dekat, apalagi pada 2026.

    “Redenom itu kebijakan bank sentral dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya, tapi (penerapan) nggak sekarang, nggak tahun depan,” kata Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dikutip dari detikJatim, Senin (10/11).

    Tonton juga video “Misbakhun Tanggapi Defisit APBN”

    (acd/acd)

  • Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rupiah Bukan Tahun Depan dan Kewenangan Penuh Bank Sentral

    Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rupiah Bukan Tahun Depan dan Kewenangan Penuh Bank Sentral

    Surabaya (beritajatim.com) – Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan kebijakan redenominasi rupiah atau penghilangan tiga angka nol mata uang menjadi kewenangan mutlak Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia (BI). Dia juga memastikan langkah penyederhanaan nilai tukar, misalnya mengubah Rp1.000 menjadi Rp1, dipastikan tidak akan terjadi tahun ini maupun tahun depan, 2026.

    “Itu kebijakan bank sentral. Dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya,” kata Purbaya di Universitas Airlangga Surabaya, ditulis Selasa (11/11/2025).

    Purbaya menyebut timeline implementasi redenominasi tidak berada di bawah kendalinya. “Nggak tahun depan, saya nggak tahu, itu bukan Menteri Keuangan, tapi urusan bank sentral,” tegasnya.

    Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah yang diinisiasi oleh Menkeu Purbaya sempat disorot publik. Rencana ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Redenominasi sendiri merupakan langkah memotong nilai nominal uang (misal Rp1.000 jadi Rp1) tanpa mengubah nilai intrinsik atau daya beli masyarakat. [ipl/beq]

  • Surabaya Kretekroncong Festival 2025: Menjaga Warisan Kretek dan Harmoni Ekonomi Budaya Bangsa

    Surabaya Kretekroncong Festival 2025: Menjaga Warisan Kretek dan Harmoni Ekonomi Budaya Bangsa

    Surabaya (beritajatim.com) – Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) bersama Lembaga Kajian Ekonomi, Budaya, dan Transformasi Sosial Lentera Nusantara sukses menyelenggarakan Surabaya Kretekroncong Festival 2025, Jumat (7/11/2025).

    Festival ini mengangkat dua elemen khas budaya Indonesia, yakni kretek dan musik keroncong, sebagai simbol kreativitas rakyat dan identitas nasional yang kini menghadapi tantangan besar di tengah arus modernisasi dan tekanan global.

    Direktur Lentera Nusantara, Irfan Wahyudi, menegaskan, kretek dan keroncong sama-sama lahir dari rahim rakyat kecil. Keduanya merupakan wujud konkret kreativitas dan daya juang masyarakat yang tumbuh di tengah keterbatasan.

    “Kita semua hidup di masa ketika seluruh aspek kehidupan rakyat beririsan dengan kebijakan dan tekanan global. Kretek dan keroncong adalah representasi jati diri bangsa, lahir dari lorong-lorong kehidupan dan tangan para pekerja,” ujarnya.

    Menurut Irfan, warisan budaya seperti kretek dan keroncong kini menghadapi ancaman serius akibat regulasi yang kian ketat serta perubahan nilai sosial di masyarakat. “Kebijakan ekonomi dan kesehatan publik sering kali tidak memperhitungkan dimensi sosial-budaya yang melekat pada tradisi lokal,” katanya. Padahal, di balik sebatang kretek maupun denting alat musik keroncong, tersimpan kisah tentang solidaritas, kerja keras, dan daya cipta rakyat Indonesia.

    Ia menegaskan pentingnya menemukan titik keseimbangan antara pengendalian dan pelestarian, antara regulasi dan keberlanjutan ekonomi rakyat. “Kita perlu kebijakan yang tidak sekadar menekan, tetapi juga merawat. Seperti harmoni dalam keroncong, setiap nada memiliki tempatnya, setiap instrumen memiliki perannya,” ujar Irfan.

    Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar, menyoroti bahwa Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sektor dengan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

    “Pada tahun 2024, kontribusi IHT mencapai Rp218 triliun, dan sekitar 65 persen di antaranya berasal dari Jawa Timur”, ungkapnya. Angka ini membuktikan bahwa industri kretek bukan sekadar warisan budaya, melainkan juga penopang utama ekonomi daerah.

    Sulami menjelaskan, kontribusi IHT tidak hanya menyokong penerimaan negara hingga 11 persen dari total APBN, tetapi juga menyerap lebih dari enam juta tenaga kerja di seluruh Indonesia. “Mulai dari petani, buruh linting, hingga pelaku distribusi, semua bergantung pada sektor ini. Rantai pasoknya murni berbasis lokal,;dari bahan baku, produksi, hingga konsumsi,” jelasnya.

    Namun, di balik sumbangsih besar itu, industri ini menghadapi tekanan regulasi yang tidak ringan. Menurut Sulami, ada lebih dari 500 regulasi yang mengikat industri hasil tembakau, ditambah kenaikan tarif cukai yang kerap memberatkan. “Alhamdulillah, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai di tahun 2026 memberi napas bagi industri,” ujarnya.

    Ia juga mengkritisi kebijakan nonfiskal seperti pembatasan kadar nikotin dan larangan iklan yang terlalu ketat.

    “Kalau nikotin lokal dibatasi hanya 2 miligram, sementara tembakau Nusantara rata-rata 1-8 miligram, maka cita rasa kretek akan hilang. Tembakau petani juga tidak akan bisa terserap. Ini bukan hanya persoalan industri, tapi juga hilangnya identitas budaya bangsa,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Sulami menyerukan agar pemerintah serius menindak peredaran rokok ilegal yang merugikan negara hingga puluhan triliun rupiah per tahun. “Rokok ilegal adalah musuh utama kami. Jika dibiarkan, yang rugi bukan hanya negara, tapi juga jutaan pekerja sah yang hidup dari industri resmi,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Prof. Nugrahini Susantinah Wisnujati, menyampaikan pandangannya tentang arah kebijakan strategis bagi sektor pertembakauan. Ia menilai, penting untuk mendorong hilirisasi produk tembakau agar Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi mengolahnya menjadi produk bernilai tambah tinggi di dalam negeri.

    Prof. Nugrahini juga menekankan pentingnya pembentukan ekosistem pertembakauan yang kuat, melalui forum lintas sektor seperti komunitas petani, lembaga riset, dan industri kecil menengah. “Kita perlu wadah yang mendukung inovasi, kualitas, dan diversifikasi produk berbasis tembakau nasional,” tuturnya.

    Tak hanya itu, ia mengusulkan agar tembakau Indonesia didaftarkan dengan indikasi geografis (IG) seperti halnya kopi Bali atau cokelat Sulawesi, agar produk tembakau lokal memiliki identitas dan daya saing global. “IG akan meningkatkan kepercayaan pasar internasional sekaligus melindungi karakteristik tembakau kita yang unik,” ujarnya.

    Di tengah derasnya arus globalisasi dan regulasi internasional anti-tembakau, Prof. Nugrahini mengingatkan pentingnya riset lintas disiplin agar kebijakan yang dibuat bersifat objektif dan ilmiah. “Kita tidak boleh hanya memberi justifikasi bahwa rokok berbahaya. Akademisi harus berbicara berdasarkan hasil penelitian yang komprehensif,” tegasnya.

    Festival Kretekroncong 2025 pun menjadi simbol kebangkitan kesadaran nasional akan pentingnya merawat kearifan lokal di tengah perubahan zaman. Melalui harmoni keroncong dan aroma kretek, bangsa ini diingatkan bahwa budaya bukanlah beban masa lalu, melainkan fondasi masa depan.

    “Seperti nada-nada keroncong yang berpadu mencipta keindahan, ekonomi, kebijakan, dan nilai kemanusiaan harus terus dijaga keseimbangannya demi Indonesia yang berdaulat secara budaya dan ekonomi,” pungkas Irfan Wahyudi. (ted)

  • Penutupan Pemerintah AS berpotensi berakhir, rupiah diprediksi menguat

    Penutupan Pemerintah AS berpotensi berakhir, rupiah diprediksi menguat

    Jakarta (ANTARA) – Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memprediksi nilai tukar rupiah menguat seiring sentimen risk on dari harapan berakhirnya penutupan pemerintah (government shutdown) Amerika Serikat (AS).

    “Rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS didukung sentimen risk on dari harapan berakhirnya shutdown pemerintah AS,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

    Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Selasa di Jakarta menguat sebesar 46 poin atau 0,28 persen menjadi Rp16.700 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.654 per dolar AS.

    Mengutip dari Sputnik-OANA, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa penutupan kegiatan pemerintahan akan segera berakhir.

    Sebelumnya, portal Axios melaporkan bahwa Partai Demokrat di Senat AS telah menunjukkan kesediaan untuk menerima paket Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendanaan yang bisa mengakhiri shutdown.

    Menurut siaran di situs web majelis tinggi Kongres AS, persetujuan dicapai lewat pemungutan suara prosedural, yang mana 60 senator mendukung paket RUU itu, sedangkan 40 senator menolak.

    Tepat 60 suara dibutuhkan untuk menyetujui RUU tersebut.

    Paket yang disetujui itu mencakup pendanaan bagi kegiatan Kongres dan layanan pendukungnya, Departemen Pertanian, termasuk pembayaran dalam program bantuan pangan SNAP (Supplemental Nutrition Assistance Program), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA/Food and Drug Administration), program dan tunjangan bagi veteran, serta proyek konstruksi Pentagon untuk tahun fiskal 2026.

    Badan-badan pemerintahan lainnya akan didanai melalui resolusi lanjutan yang berlaku hingga 30 Januari 2026.

    Paket RUU itu juga membatalkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pegawai federal sejak 1 Oktober.

    Setelah pemungutan suara tersebut, Senat harus menggelar pemungutan suara final, sebelum paket RUU itu disahkan oleh DPR dan dikirim kepada Presiden Donald Trump untuk ditandatangani.

    Menurut Lukman, potensi berakhirnya penutupan pemerintah AS akan mendukung aset berisiko.

    “Dolar AS sendiri juga seharusnya terdukung, namun sentimen risk on bisa lebih positif pada mata uang dan aset berisiko,” kata Lukman.

    Di samping itu, investor juga sedang menantikan data penjualan ritel Indonesia yang tak jadi dirilis pada Senin (10/11/2025).

    Dia memperkirakan penjualan ritel bertumbuh 3,2 persen.

    Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah diprediksi berkisar Rp16.600-Rp16.700 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Triliun di Telinga Rakyat

    Triliun di Telinga Rakyat

    Judul naskah ini tidak salah. Ya, memang di telinga rakyat. Hanya di telinga. Bukan di tangan rakyat.
    Belakangan para elit sedang berbicara tentang uang triliunan. Diucapkan dengan nada enteng. Dalam berita, di sidang kabinet, pidato menteri, atau di media sosial. Rakyat berdompet tipis pun ikut-ikutan bicara triliunan. Cuma bicara.

    Kabar baiknya, kadang angka triliunan rupiah itu dalam konteks berita baik: proyek pembangunan jembatan, makan gratis bergizi (meski kadang beracun), dana suntikan untuk bank pemerintah, atau bantuan sosial. Dan, yang tak pernah ketinggalan, dana ratusan triliun yang diembat koruptor cerdik.

    Berjuta rakyat kecil dipaksa mendengarkan angka triliunan itu. Dari warung kopi atau di sela kerja harian. Mereka hanya bisa mengelus dada. Bagi mereka, angka jutaan saja sudah terasa jauh, apalagi triliunan.
    Perbedaan yang sangat mencolok. Dirasakan sebagian besar rakyat yang tengah bergulat mendapatkan seribu atau seratus ribu. Maka perbincangan mengenai dana triliunan rupiah menggigit rasa ketidakadilan, frustrasi, dan bahkan kepedihan.

    Mengapa terasa menyakitkan? Rakyat mengalami kesulitan finansial yang nyata dan mendesak. Bagi rakyat setiap rupiah sangat berarti. Wajar jika nominal triliunan rupiah terasa sangat abstrak dan jauh dari realitas mereka. Serasa menciptakan jurang lebar antara elit pengambil kebijakan dan rakyat biasa.

    Pernyataan tentang dana triliunan yang “menghambur” atau dialokasikan untuk hal-hal yang tidak terasa mendesak atau langsung membantu rakyat, telah menimbulkan persepsi bahwa para pembuat keputusan tidak sensitif atau tidak memahami kesulitan hidup rakyat.

    Ketika rakyat bergulat dengan harga kebutuhan pokok, munculnya berita tentang dana triliunan untuk proyek, membuat publik bertanya-tanya: “Apakah prioritas pemerintah sudah tepat?” Apakah dana digunakan mengatasi masalah dasar yang dialami rakyat?

    Rasa Sakit
    Tentu saja rakyat paham bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memang beredar dalam skala ratusan hingga ribuan triliun rupiah. Ketika berbicara tentang pembangunan infrastruktur, dana bantuan sosial nasional, atau pembayaran utang negara, nominalnya selalu triliunan.

    Pertanyaan rakyat sederhana saja: Apakah dana triliunan yang dialokasikan untuk pos-pos besar berdampak jangka panjang pada perekonomian dan kesejahteraan rakyat? Sebut saja pembangunan jalan, bandara, atau pelabuhan, subsidi energi dan pangan, anggaran kesehatan dan pendidikan.

    Jadi, masalah utamanya bukan semata pada angka triliunan, melainkan pada akuntabilitas dan dampak nyata dana. Publik berharap transparansi dan kejelasan tentang ke mana dana triliunan itu mengalir dan untuk kepentingan siapa.

    Nominal triliunan harus diterjemahkan menjadi dampak positif yang dapat dirasakan langsung. Seperti penciptaan lapangan kerja, stabilitas harga pangan, perbaikan layanan publik, atau peningkatan daya beli masyarakat.

    Jika dana triliunan terkesan “menghambur” tanpa hasil yang jelas atau bahkan ada indikasi korupsi, ini akan semakin memperparah rasa sakit dan menyulut ketidakpercayaan publik.

    Harapan rakyat itu sekaligus mengirimkan pesan tentang rasa sakit akibat kontras antara kesulitan rakyat dan ucapan dana triliunan. Sangat valid dan merupakan cerminan dari tuntutan publik akan keadilan sosial, sensitivitas kepemimpinan, serta pengelolaan keuangan negara yang transparan dan berorientasi pada kepentingan rakyat kecil.

    Dana Mengendap
    Ada dua topik utama mengenai dana triliunan rupiah yang sedang menjadi sorotan publik.
    Ada dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengendap “diternakkan” di bank sebesar Rp234 triliun. Menteri Keuangan Purbaya bilang, dana Pemda yang bersumber dari APBN itu seharusnya digunakan untuk pembangunan. Bukan diendapkan di rekening perbankan.

    Melihat ini saja kita bisa memahami rasa sakit rakyat. Uang publik itu seharusnya berputar untuk menggerakkan ekonomi lokal, menciptakan pekerjaan, dan membiayai layanan dasar bagi rakyat.

    Di sini terbaca kontrasnya. Rakyat kesulitan mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, sementara uang negara mengendap dalam jumlah sangat besar karena lambatnya serapan anggaran atau eksekusi program di daerah.

    Masih soal angka triliunan. Pemerintah menyalurkan dana Rp200 triliun ke bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Tujuannya jelas: dana disalurkan sebagai kredit untuk menggerakkan sektor riil dan meningkatkan perekonomian.

    Pemerintah maunya memicu pertumbuhan ekonomi. Namun publik khawatir dana tidak benar-benar mengalir ke Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Atau sektor yang bersentuhan langsung dengan rakyat, Jangan justru menguntungkan konglomerat atau proyek besar saja. Seolah menyuarakan kecemasan rakyat, Menkeu Purbaya mewanti-wanti bank agar dana tersebut tidak diberikan sebagai kredit kepada konglomerat.

    Kedua kasus itu menunjukkan bahwa perbincangan tentang “dana triliunan” menjadi menyakitkan bukan hanya karena kontrasnya dengan isi dompet rakyat. Tapi karena dana Rp234 T yang mengendap di saat rakyat membutuhkan pergerakan ekonomi.

    Pada bagian ini diperlukan sensitivitas dan akuntabilitas para pemangku kebijakan untuk memastikan kekayaan negara benar-benar digunakan untuk memecahkan masalah dasar rakyat. Rakyat kecil sudah cukup diiming-iming angka trilunan.

    Zainal Arifin Emka,
    Wartawan Tua, Pengajar Jurnalistik

  • Rupiah pada Selasa pagi melemah jadi Rp16.700 per dolar AS

    Rupiah pada Selasa pagi melemah jadi Rp16.700 per dolar AS

    Jakarta (ANTARA) – Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Selasa di Jakarta menguat sebesar 46 poin atau 0,28 persen menjadi Rp16.700 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.654 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Risiko Shortfall Pajak di Depan Mata, Andalkan Ekonomi Saja Tak Cukup?

    Risiko Shortfall Pajak di Depan Mata, Andalkan Ekonomi Saja Tak Cukup?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalahkan kondisi ekonomi sebagai biang keladi penurunan performa penerimaan pajak. Padahal, kalau mengacu kepada realisasi sampai September 2025, kinerja penerimaan pajak belum mencerminkan kondisi ekonomi yang tumbuh 5,01% year to date. 

    Purbaya sendiri berdalih penurunan penerimaan pajak hingga periode kuartal III/2025 terjadi karena roda perekonomian yang bergerak stagnan, khususnya di private sector pada triwulan III/2025.

    “Tax ratio kan menurun karena ekonominya melambat sebetulnya di triwulan ketiga, private sector-nya ya,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) kemarin.

    Purbaya juga percaya diri bahwa angka tersebut akan berangsur-angsur meningkat. Sejumlah kebijakan yang dijalankan, seperti penggelontoran dana likuiditas ke bank-bank Himbara dengan total keseluruhan sebesar Rp200 triliun, disebutnya dapat mendorong roda perekonomian pada sektor riil.

    “Triwulan keempat ‘kan kita kasih stimulus cukup besar. Uang kita gelontorkan ke sistem. Sepertinya real sector juga mulai bergerak lebih cepat. Harusnya sih akan sedikit membaik, yang jelas [tax ratio] enggak akan turun,” tegasnya.

    Dia pun berharap dengan sejumlah kebijakan dan stimulus yang telah dijalankannya, target tax ratio 2025 dapat tercapai hingga kuartal IV nanti. Ia juga berharap pemungutan pajak pada tahun depan juga dapat lebih baik sehingga tax ratio dapat memenuhi target.

    “Tapi yang penting nanti dengan perbaikan ini, tahun depan, tahun depan, 2026, pengumpulan tax akan jauh lebih bagus dibanding sekarang, tax ratio akan meningkat,” jelasnya.

    Elastisitas Penerimaan Pajak

    Salah satu indikator yang bisa mengukur seberapa parah pelemahan penerimaan pajak itu adalah tax buoyancy. Skema tax buoyancy secara sederhana bisa diartikan sebagai elastisitas penerimaan pajak terhadap pertumbuhan alamiah produk domestik bruto alias PDB.

    Pertumbuhan alamiah PDB diukur dari pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi. Artinya jika realisasi pertumbuhan ekonomi kumulatif dari Januari – September 2025 sebesar 5,01% dan inflasi sebesar 1,82%, maka pertumbuhan alamiah penerimaan pajak seharusnya berada di angka 6,83%.

    Persoalannya sampai dengan kuartal III/2025 lalu, penerimaan pajak justru masih minus 4,4%, sehingga elastisitas penerimaan pajak hanya di angka minus 0,64. Angka ini mengonfirmasi bahwa penerimaan pajak tidak elastis, karena setiap 1% pertumbuhan ekonomi tidak menghasilkan 1% penerimaan pajak. Kinerja buoyancy tersebut juga bisa diartikan bahwa penerimaan pajak tidak sebanding dengan peforma ekonomi Indonesia, yang secara kumulatif hingga September mampu tumbuh di angka 5,01%. 

    Grafis pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025./BPS

    Adapun, kalau melihat secara teoritik, tinggi rendahnya tax buoyancy itu bisa diukur melalui empat indikator. Pertama, jika nilai tax bouyancy di atas 1 maka penerimaan pajak tumbuh lebih cepat dari ekonomi. Kedua, jika nilai tax bouyancy sama dengan 1 maka penerimaan pajak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (netral, secara proporsional tak naik atau turun).

    Ketiga, jika nilai tax bouyancy di bawah 1 maka penerimaan pajak tumbuh lebih lambat dari ekonomi. Keempat, jika nilai tax bouyancy negatif maka penerimaan pajak justru turun ketika ekonomi tumbuh. Nilai tax buoyancy sendiri diperoleh dari perhitungan persentase perubahan penerimaan pajak dibagi dengan persentase perubahan PDB.

    Dengan demikian, penerimaan pajak bukan hanya tidak responsif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, melainkan kontraktif (penerimaan pajak bergerak berlawanan dengan pertumbuhan ekonomi).

    Pada periode yang sama tahun lalu atau kuartal III/2024, nilai tax bouyancy Indonesia juga negatif yaitu -0,27. Hanya saja, otoritas pajak bisa memperbaiki kinerja pemungutan pajak sehingga pada akhir tahun nilai tax bouyancy tak lagi negatif yaitu 0,71—meskipun belum ideal atau di bawah 1 yang menunjukkan penerimaan pajak tumbuh lebih lambat dari ekonomi.

    Sedikit Waktu Tersisa 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa hanya memiliki waktu kurang dari 3 bulan untuk mengejar target penerimaan pajak yang masih di angka 62,4% dari outlook sebesar Rp2.076,9 triliun pada tahun ini. 

    Kalau meleset Purbaya bakal memikul beban berat karena target pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2026 yang semula berada di kisaran 13% bisa menembus angka 27-30% lebih. Hal itu berarti, target penerimaan pajak tahun depan semakin sulit dicapai, apalagi jika jurus pembenahan ekonomi Purbaya, tidak sesuai ekspektasi.

    Dalam catatan Bisnis, realisasi penerimaan pajak selalu berada di bawah pertumbuhan alamiahnya. Namun demikian, rumus ini bisa dikecualikan ketika terjadi aliran penerimaan yang sifatnya extraordinary seperti lonjakan harga komoditas, yang memicu limpahan pendapatan ke kas negara.

    Pertumbuhan pajak alamiah diukur berdasarkan realisasi pertumbuhan ekonomi dengan inflasi tahunan. Artinya, kalau target tahun ini misalnya, pertumbuhan ekonomi di angka 5,2% dan inflasi di angka 2,8%, seharusnya pertumbuhan penerimaan pajak alamiahnya bisa mencapai 8%. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya, penerimaan pajak hingga September 2025 malahan terkontraksi di angka minus 4,4% atau realisasinya jauh di bawah pertumbuhan alamiahnya.

    Tren serupa juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya pada tahun 2024, misalnya, realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar  Rp1.932,4 triliun capaianya lebih dari 100%. Tetapi pertumbuhannya hanya di angka 3,5%. Padahal dengan realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% dan inflasi 1,57%, pertumbuhan alamiah penerimaan pajak tahun 2024 seharusnya di angka 6,6%. 

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan./Ist

    Namun demikian, simulasi ini tidak berlaku pada tahun 2022-2023, pada dua tahun tersebut terjadi lonjakan penerimaan pajak. Ada dua aspek yang mempengaruhi penerimaan pajak tahun 2022. Pertama karena baseline penerapan target yang cukup rendah sebagai konsekuensi dari proses pemulihan ekonomi.

    Kedua, karena membaiknya harga komoditas baik itu migas maupun komoditas lainnya seperti batu bara. Pada tahun 2022, pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 34,27% melampaui pertumbuhan alamiahnya di angka 10,82%. Tahun 2023, tren itu mulai mengalami moderasi sehingga pertumbuhan penerimaan pajak di angka 8,8%. 

    Adapun salah satu indikasi dari kenaikan harga komoditas, terutama migas itu direpresentasikan oleh penerimaan pajak dari PPh migas yang realisasinya lebih dari 120% atau tumbuh 47,32% dari tahun 2021. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, pemerintah rasanya sulit untuk mengelak bahwa shortfall atau selisih antara target dan realisasi pajak tahun ini akan melebar dari outlook APBN 2025 di angka Rp2.076,9 triliun.

    Sekadar catatan penerimaan pajak per September 2025 masih di angka 62,4% atau kurang sebesar Rp781,6 triliun dari outlook APBN. Periode yang sama tahun lalu penerimaan pajak telah mencapai 70% dari target. Artinya kalau mengacu kepada data tahun lalu, dengan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.932,4 triliun, pemerintah berhasil memenuhi sekitar 29,8% penerimaan dalam waktu 3 bulan.

    Persoalannya data 2025 menunjukkan dengan penerimaan 62,4% pemerintah harus mengejar penerimaan pajak sebesar 37,6% dari target agar shortfall tidak melebar atau minimal pas dengan outlook APBN. Angka ini bahkan melampaui realisasi pertumbuhan tahun 2022 yang banyak ditopang komoditas dan rendahnya benchmark penerimaan pada tahun sebelumnya.

    Potensi Shortfall Melebar Terbuka 

    Sebelumnya, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengingatkan agar pemerintah tidak abai terhadap risiko fiskal yang kini mulai meningkat seiring melemahnya kinerja penerimaan pajak.

    Fajry menilai kebijakan perpajakan yang dijalankan pemerintahan baru belum menunjukkan arah yang jelas. Menurutnya, Prabowo mewarisi kondisi ‘mati gaya’ dari akhir pemerintahan Jokowi, ketika sejumlah kebijakan fiskal dibatalkan, termasuk rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan program Tapera.

    “Tidak ada yang salah dengan keputusan membatalkan kebijakan. Itu bentuk pemerintah mendengar aspirasi publik. Namun, ketika potensi penerimaan turun, belanja negara semestinya ikut disesuaikan,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).

    Fajry mengingatkan, ketidakseimbangan antara penerimaan dan belanja berpotensi memperlebar defisit. Kondisi itu bisa mempertinggi persepsi risiko fiskal, yang terbukti ketika investor asing menarik kepemilikan surat utang pemerintah pada September lalu dan menekan nilai tukar rupiah.

    Dia mengingatkan agar pemerintah tidak mengulang kesalahan kebijakan fiskal sembrono seperti yang dilakukan mantan Perdana Menteri Inggris Elizabeth Truss, yang gagal menjaga keseimbangan antara pemotongan pajak dan pengeluaran negara.

    “Saat itu Truss melakukan pemotongan tarif pajak [pendapatan] namun gagal menjaga sisi pengeluaran [belanja]. Akhirnya, nilai tukar poundsterling anjlok dan inflasi meningkat,” katanya.

    Fajry pun menilai APBN 2025 menghadapi risiko shortfall pajak yang besar. Jika kinerja penerimaan pajak sampai akhir tahun hanya setara dengan capaian beberapa bulan terakhir maka dia memproyeksikan realisasi penerimaan pajak hanya mencapai 82,22% dari outlook sepanjang tahun atau shortfall sekitar Rp389,26 triliun.

    “Sekalipun ada extra effort seperti tahun lalu, penerimaan pajak hanya akan mencapai 85%–88%. Sangat sulit untuk mencapai outlook APBN yang ditetapkan 94%,” jelas Fajry.