provinsi: PAPUA

  • 8
                    
                        Komnas HAM Kecam Penembakan dan Intimidasi oleh KSB di Papua Tengah
                        Nasional

    8 Komnas HAM Kecam Penembakan dan Intimidasi oleh KSB di Papua Tengah Nasional

    Komnas HAM Kecam Penembakan dan Intimidasi oleh KSB di Papua Tengah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam konflik bersenjata oleh kelompok sipil bersenjata (KSB) yang menyerang pembela HAM di Papua Barat.
    Ada tiga kejadian, penembakan pertama mengakibatkan 14 korban jiwa dari KSB dan warga sipil di Kampung Soanggama, Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah pada Rabu (15/10/2025).
    Peristiwa kedua terjadi di Jalan Kali Semen, Wadio Atas, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Papua Tengah pada Jumat (17/10/2025), dengan korban jiwa satu orang dari warga sipil.
    Sedangkan empat orang dan tiga orang personel aparat penegak hukum yang juga mengalami luka-luka.
    Tak hanya itu, penganiayaan dan intimidasi terhadap relawan LP3BH, yaitu Kornelis Aisnak, dan Ruben Frasa terjadi di Distrik Moskona Utara Teluk Bintuni Papua Barat pada Jumat (17/10/2025).
    Dua relawan tersebut sedang memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi di Distrik Moskona Utara Teluk Bintuni.
    “Atas ketiga peristiwa tersebut, Komnas HAM mengecam penembakan dan pendekatan kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa dan korban luka-luka, intimidasi dan kekerasan terhadap relawan LP3BH,” kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, dalam keterangan resmi Sabtu (18/10/2025).
    Dia mengatakan, pemerintah Indonesia diharapkan segera melakukan penghentian segala bentuk kekerasan dan mengulas atas strategi pendekatan keamanan di Papua.
    Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat meredam intensitas kekerasan dan konflik bersenjata untuk menghindari keberulangan jatuhnya korban.
    Komnas HAM juga menegaskan bahwa penggunaan kekerasan tidak dapat dibenarkan. Untuk itu, Komnas HAM meminta semua pihak agar menahan diri untuk mencegah eskalasi konflik di Papua.
    “Komnas HAM menyampaikan duka cita mendalam bagi keluarga korban dan mendorong agar pemerintah segera melakukan langkah-langkah pemulihan,” ujar Anis.
    “Selain itu, Komnas HAM mendorong aparat penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum secara imparsial, transparan dan akuntabel untuk memberikan keadilan bagi korban,” lanjut dia.
    Anis mengatakan, Komnas HAM mengajak semua pihak untuk mengedepankan dialog, tidak terprovokasi untuk mendorong kondusifitas pelaksanaan hak asasi manusia di Papua.
    Dia menegaskan bahwa Komnas HAM telah melakukan komunikasi dan langkah koordinasi awal dengan Kapolri, Gubernur Papua Tengah, Kapolda Papua Tengah serta Bupati Intan Jaya.
    “Koordinasi tersebut diharapkan dapat membangun sinergi, pemahaman dan pendekatan hak asasi manusia dalam merespon situasi eskalasi kekerasan dan konflik bersenjata,” ujar Anis.
    “Komnas HAM akan melakukan pemantauan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap atas peristiwa tersebut sebagaimana kewenangan Komnas HAM,” sambungnya menegaskan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fakta di Balik Gempa Magnitudo 6,4 Guncang Sarmi Papua, Ternyata Ini Pemicunya – Page 3

    Fakta di Balik Gempa Magnitudo 6,4 Guncang Sarmi Papua, Ternyata Ini Pemicunya – Page 3

    Dikutip dari laman resmi BMKG, berikut ini deretan langkah yang bisa dilakukan sebagai antisipasi sebelum, saat, dan setelah terjadi gempa bumi:

    Sebelum Terjadi Gempa:

    – Pastikan bahwa struktur dan letak rumah Anda dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan oleh gempa, seperti longsor atau likuefaksi. Evaluasi dan renovasi ulang struktur bangunan Anda agar terhindar dari bahaya gempa bumi.

    – Kenali lingkungan tempat Anda bekerja: perhatikan letak pintu, lift, serta tangga darurat. Ketahui juga di mana tempat paling aman untuk berlindung.

    – Belajar melakukan P3K dan alat pemadam kebakaran.

    – Catat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa bumi.

    – Atur perabotan agar menempel kuat pada dinding untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser pada saat terjadi gempa bumi.

    – Atur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah. Cek kestabilan benda yang tergantung yang dapat jatuh pada saat gempa bumi terjadi.

    – Simpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah agar terhindar dari kebakaran.

    – Selalu mematikan air, gas dan listrik apabila tidak sedang digunakan.

    – Siapkan alat yang harus ada di setiap tempat: Kotak P3K, senter/lampu baterai, radio, makanan suplemen dan air.

    Saat Terjadi Gempa:

    – Jika Anda berada dalam bangunan: lindungi badan dan kepala Anda dari reruntuhan bangunan dengan bersembunyi di bawah meja, cari tempat yang paling aman dari reruntuhan dan guncangan, lari ke luar apabila masih dapat dilakukan.

    – Jika berada di luar bangunan atau area terbuka: Menghindar dari bangunan yang ada di sekitar Anda seperti gedung, tiang listrik, pohon. Perhatikan tempat Anda berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah.

    – Jika Anda sedang mengendarai mobil: keluar, turun dan menjauh dari mobil hindari jika terjadi pergeseran atau kebakaran.

    – Jika Anda tinggal atau berada di pantai: jauhi pantai untuk menghindari bahaya tsunami.

    – Jika Anda tinggal di daerah pegunungan: apabila terjadi gempa bumi hindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.

    Setelah Terjadi Gempa:

    – Jika Anda berada di dalam bangunan, keluar dari bangunan tersebut dengan tertib. Jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa. Periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K, telepon atau mintalah pertolongan apabila terjadi luka parah pada Anda atau sekitar Anda.

    – Periksa lingkungan sekitar Anda. Apabila terjadi kebakaran, apabila terjadi kebocoran gas, apabila terjadi hubungan arus pendek listrik. Periksa aliran dan pipa air, periksa apabila ada hal-hal yang membahayakan.

    – Jangan memasuki bangunan yang sudah terkena gempa karena kemungkinan masih terdapat reruntuhan.

    – Jangan berjalan di daerah sekitar gempa, kemungkinan terjadi bahaya susulan masih ada.

    – Dengarkan informasi mengenai gempa bumi dari radio (apabila terjadi gempa susulan). Jangan mudah terpancing oleh isu atau berita yang tidak jelas sumbernya.

    – Mengisi angket yang diberikan oleh instansi terkait untuk mengetahui seberapa besar kerusakan yang terjadi.

    – Jangan panik dan jangan lupa selalu berdoa kepada Tuhan demi keamanan dan keselamatan kita semuanya.

  • Kunjungi Menhan Sjafrie, Panglima Australia Tanya Tujuan RI Tambah Alutsista

    Kunjungi Menhan Sjafrie, Panglima Australia Tanya Tujuan RI Tambah Alutsista

    GELORA.CO – Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menerima kunjungan Chief of Defence Force Australia, Admiral David Johnston, di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta Pusat, Jumat (17/10).

    Pertemuan yang berlangsung tertutup itu membahas berbagai isu strategis, mulai dari kerja sama pertahanan hingga peran Indonesia dalam menjaga stabilitas kawasan.

    Kepala Biro Informasi dan Hubungan Masyarakat (Karo Infohan) Setjen Kemhan, Brigjen Frega Wenas Inkiriwang, mengatakan salah satu fokus pembahasan adalah soal pembangunan alutsista Indonesia.

    “Pak Menhan hanya menyampaikan bahwa saat ini memang pembangunan yang ada adalah selain untuk meyakinkan postur kekuatan juga untuk dalam konteks humanitarian, dalam konteks pembangunan, dan tentunya yang lebih pahamkan adalah kepentingan nasionalnya adalah Indonesia sendiri,” jelas Frega usai pertemuan.

    Menurut Frega, Sjafrie menegaskan penguatan pertahanan Indonesia bukan hanya demi keamanan nasional, tapi juga untuk mendukung stabilitas dan perdamaian kawasan, termasuk di Gaza, Palestina.

    “Indonesia akan terus selalu berupaya yang terbaik berkontribusi terhadap stabilitas maupun perdamaian di kawasan, dan juga termasuk dalam beberapa misi kemanusiaan, di mana Indonesia berkontribusi dalam misi perdamaian dunia, termasuk dengan rencana proyeksi ke depan di Gaza, Palestina,” ucapnya.

    Frega menambahkan, langkah dan komitmen Menhan Sjafrie tersebut mendapat apresiasi langsung dari Admiral Johnston.

    “Dan itu diapresiasi sebagai bentuk kontribusi Indonesia untuk terus berkiprah dalam menjaga perdamaian dunia,” tutupnya.

    Selain membahas alutsista dan misi kemanusiaan, kedua pihak juga berdiskusi mengenai rencana latihan militer gabungan, termasuk kerja sama di bidang keamanan siber serta dukungan kemanusiaan Indonesia di Papua Nugini dan Gaza.

  • Prakiraan Cuaca di Sejumlah Kota Besar Hari Ini, Jakarta Berpotensi Diguyur Hujan – Page 3

    Prakiraan Cuaca di Sejumlah Kota Besar Hari Ini, Jakarta Berpotensi Diguyur Hujan – Page 3

    Beberapa kota yang berpotensi hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang, yakni Medan, Kupang, Pontianak, dan Sorong.

    Sementara kota besar akan mengalami hujan ringan hingga sedang, yaitu Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Bengkulu, Palembang, Pangkalpinang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Denpasar, Mataram, Palangka Raya, Banjarmasin, Tanjung Selor, Palu, Makassar, Kendari, Ternate, Ambon, Manokwari, Nabire, Jayapura dan Jayawijaya.

    Adapun beberapa kota besar lain diprakirakan hanya akan mengalami kondisi berawan pada hari ini, di antaranya Jambi, Surabaya, Samarinda, Manado, Gorontalo, dan Merauke.

  • KKB Tembaki Mobil Warga Sipil di Nabire, 1 Orang Tewas-4 Terluka

    KKB Tembaki Mobil Warga Sipil di Nabire, 1 Orang Tewas-4 Terluka

    Nabire

    Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Aibon Kogoya menembaki 1 unit mobil yang sedang melintas di kawasan Kali Semen, Wadio Atas, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Papua Tengah. Akibatnya, 1 orang dilaporkan tewas.

    “Akibatnya, seorang penumpang yang berada di mobil jenis Hilux , yaitu Masturiyadi (50 tahun), tewas akibat luka tembak di bagian belakang kepala kanan,” kata Kaops Satgas Damai Cartenz Brigjen Faizal Rahmadani dilansir Antara, Sabtu (18/10/2025).

    Selain korban tewas, ada 4 orang lainnya yang terluka. Mereka adalah Yance Makai (38), Aser Kegou (45), Martinus Makai (42) dan Ari.

    Kendaraan jenis Hilux yang digunakan para korban dalam kondisi rusak berat. Banyak lubang bekas tembakan di bagian badan kendaraan.

    Kelima korban sudah dievakuasi ke RSUD Nabire dan langsung mendapat penanganan yang dilakukan tenaga medis di rumah sakit tersebut. Setelah mendapat laporan, personel Satgas Operasi Damai Cartenz bersama Polres Nabire langsung melakukan penyelidikan terkait penembakan terhadap warga sipil di Kali Semen, Wadio Atas, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire.

    (isa/isa)

  • Video Pemerintah Kucurkan BLT Sementara, Nilainya Rp 30 Triliun

    Video Pemerintah Kucurkan BLT Sementara, Nilainya Rp 30 Triliun

    Video Pemerintah Kucurkan BLT Sementara, Nilainya Rp 30 Triliun

    VIDEO: KKB Diduga Tembak Warga di Nabire

    1,103 Views | Jumat, 17 Okt 2025 20:36 WIB

    Pemerintah mengumumkan lagi paket stimulus ekonomi berupa bantuan langsung tunai (BLT). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, BLT sementara pada tiga bulan terakhir ini diberikan bagi 35.046.783 keluarga penerima manfaat.

    Adapun total anggaran untuk BLT ini Rp 30 triliun yang diambil dari hasil efisiensi.

    Wasti Samaria Simangunsong – 20DETIK

  • Hadirkan Tim Serv-Q & Direksi Ikut Pantau

    Hadirkan Tim Serv-Q & Direksi Ikut Pantau

    Jakarta

    Pertamina Patra Niaga meluncurkan Tim Serv-Q (Service & Quality) di seluruh wilayah operasional untuk memastikan layanan di SPBU berjalan dengan baik.

    Serv-Q ini akan aktif melakukan inspeksi dan memastikan kualitas, kuantitas dan standard layanan dari mulai toilet, musala dan kebersihan SPBU berjalan dengan baik.

    Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra mengatakan Serv-Q ini akan memperkuat program Pertamina Way SPBU yang sudah ada yang merupakan standar operasional SPBU.

    Tim ServQ sendiri dilengkapi dengan berbagai peralatan pengujian dengan peralatan lengkap dan proses pengujian terstandar, pengawasan dapat dilakukan dengan cepat dan menyeluruh.

    “Kami mengucapkan terima kasih atas masukan, saran dan kritik yang diberikan sebagai bahan perbaikan layanan Pertamina kepada masyarakat dan itu merupakan bentuk kepedulian publik kepada kami selaku BUMN untuk terus introspeksi dan berbenah lebih baik,” ujar Mars Ega dalam keterangan tertulis, Jumat (17/10/2025).

    Mars Ega menambahkan sejalan dengan program Pertamina Way SPBU, seluruh SPBU Pertamina di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, selalu melalukan pengawasan dan pengujian kualitas melalui pengecekan Quality & Quantity setiap hari, yang meliputi uji takaran nozzle, visual check terkait kesesuaian warna produk BBM, density, temperatur, dan water content.

    “Setiap sampel produk diuji langsung di SPBU dan setiap hari display produk harian diganti oleh SPBU untuk dapat ditunjukkan kepada konsumen sebagai bentuk transparansi kualitas bahan bakar yang mereka terima setiap hari,” ujar Mars Ega.

    Dalam memastikan standar pelayanan pelanggan di SPBU terus terjaga, ia pun, turun langsung ke lapangan dalam kegiatan Pantau Bareng SPBU pada Jumat (17/10) di SPBU 31.12802 MT Haryono, Jakarta.

    Selain meninjau operasional, Mars Ega juga melayani pelanggan secara langsung serta berbincang dengan operator untuk memastikan pelayanan kepada konsumen berjalan dengan baik. Kegiatan ini merupakan bagian dari program rutin Direksi dan seluruh pekerja Pertamina Patra Niaga untuk menjaga mutu produk, kualitas pelayanan, serta kenyamanan fasilitas di seluruh SPBU Pertamina.

    “Pada kesempatan hari ini, saya berkesempatan secara langsung menjadi operator dan melayani pelanggan. Kami ingin memastikan bahwa setiap pelanggan yang datang ke SPBU Pertamina merasakan pelayanan yang ramah dan nyaman. Kualitas BBM harus terjamin, fasilitas harus bersih dan nyaman, serta petugas operator di lapangan harus siap memberikan layanan terbaik,” jelas Mars Ega.

    Kegiatan Pantau SPBU ini dilakukan secara rutin oleh seluruh jajaran Pertamina Patra Niaga di seluruh wilayah operasional, sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam menjaga kualitas pelayanan pelayanan prima, dan kepuasan pelanggan di setiap SPBU Pertamina.

    (hns/hns)

  • KKB Diduga Tembaki Kendaraan Warga di Nabire Barat: 1 Orang Tewas & 4 Luka-luka

    KKB Diduga Tembaki Kendaraan Warga di Nabire Barat: 1 Orang Tewas & 4 Luka-luka

    Liputan6.com, Jakarta – Penembakan terjadi di Kali Semen, Wadio Atas, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Jumat (17/10/2025), sekitar pukul 10.00 WIT. Akibatnya 1 orang meninggal dunia dan 4 orang luka-luka.

    Informasi awal, aksi penembakan diduga dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Aibon Kogoya dengan target kendaraan warga yang melintas di jalur tersebut.

    “4 orang mengalami luka tembak serta luka lecet. Sedangkan satu orang meninggal dunia. Kendaraan jenis Hilux yang digunakan para korban ditemukan dalam kondisi rusak berat dengan banyak lubang bekas tembakan di bagian bodi kendaraan,” jelas Kepala Operasi Damai Cartenz, Brigjen Pol. Faizal Ramadhani.

    Berikut data korban dalam penembakan tersebut:

    1. Masturiyadi (50 tahun) – mengalami luka tembak di bagian belakang kepala kanan dan meninggal dunia.

    2. Yance Makai (38 tahun) – warga Kalibobo Putaran 2, mengalami enam luka robek di lengan kiri, bawah ketiak, dan perut kiri.

    3. Aser Kegou (45 tahun) – warga SP2 Nabire Barat, mengalami luka tembak pada lengan kiri.

    4. Martinus Makai (42 tahun) – PNS, mengalami luka lecet pada wajah akibat serpihan kaca.

    5. Ari – warga Kelurahan Wonorejo, Kabupaten Nabire, mengalami luka tembak pada lengan kiri dan kanan.

     

  • Membandingkan Biaya Frekuensi 1,4 GHz vs 2,1 GHz: WIFI Bayar Kemahalan?

    Membandingkan Biaya Frekuensi 1,4 GHz vs 2,1 GHz: WIFI Bayar Kemahalan?

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), melalui anak usahanya Telemedia Komunikasi Pratama, memenangkan penawaran lelang spektrum frekuensi 1,4 GHz untuk regional I.

    WIFI mengajukan penawaran tertinggi dengan Rp403 miliar untuk dapat mengoptimalkan spektrum selebar 80 MHz guna melayani pelanggan di Pulau Jawa, Pulau Maluku, dan Pulau Papua saja. Tantangannya ekosistem yang belum matang.

    Sementara itu, jika dibandingkan dengan lelang frekuensi terakhir pada 2022, Telkomsel mengeluarkan Rp600 miliar-an untuk memberikan layanan seluruh nasional dengan ekosistem yang telah matang, nilai Rp400 miliar yang dikeluarkan menjadi perdebatan.

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward mengatakan dengan diperbolehkan berjualan di Jawa, WIFI diuntungkan karena Jawa paling layak secara bisnis untuk produk internet. 

    Dengan kondisi tersebut, biaya Rp400 miliar adalah nilai yang murah, yang dikeluarkan WIFI untuk menyewa pita 1,4 GHz di Pulau Jawa selama 10 tahun menurut Ian. 

    Dia juga mengatakan penggelaran jaringan di Papua tidak akan menjadi masalah bagi WIFI mengingat jaringan tulang punggung di Papua sudah tersedia.

    “Tidak masalah karena backbone optik sudah sampai ke Papua. Layanan minimal 100 Mbps tentu dengan backbone optik. Jadi sudah jelas bukan yang dilayani oleh satelit. Kewajiban tersebut tentu harus melihat kondisi lapangan,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (16/10/2025).

    Sekolah di daerah 3T menggunakan satelit untuk mendapat layanan internet

    Ian juga mengatakan bahwa dibandingkan 2×5 MHz di pita 2,1 GHz yang dimenangkan oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) pada 2022 lalu, biaya yang dikeluarkan oleh WIFI relatif lebih murah dengan pita yang lebih besar.

    WIFI mendapat 80 MHz di pita 1,4 GHz dengan biaya Rp400 miliar-an, sementara itu Telkomsel harus mengeluarkan Rp600 miliar demi 2×5 MHz. Namun perlu diingat, saat Telkomsel mendapat 2,1 GHz, smartphone masyarakat di seluruh Indonesia sudah siap untuk menangkap sinyal 2,1 GHz. Sementara itu perangkat yang kompatibel dengan pita 1,4 GHz masih sangat terbatas.

    Sementara itu, Dosen ITB yang juga Mantan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo menyoroti mengenai beban yang akan dikeluarkan para pemenang pita 1,4 GHz. Selain membayar ratusan miliar per tahun, WIFI dan MyRepublik juga harus mengeluarkan ongkos layaknya menggelar layanan seluler seperti menara, elemen radio, listrik, dan lain sebagainya.

    Di tengah ongkos yang tinggi, sempat tercetus janji menjual layanan internet Rp100.000 dengan kecepatan hingga 100 Mbps.

    “Seluruh masyarakat mesti  ikut mengawasi dan menagih janji mereka sejak sekarang,” kata Agung.

    Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan tidak bisa dibandingkan apple to apple antara harga lelang di pita 1,4 GHz dengan 2,1 GHz.

    Pertama, memang frekuensi yang dialokasikan lebih besar. Namun, kedua, lelang menggunakan sistem regional, bukan nasional. Kemudian, di lelang 1,4 GHz ini banyak komitmen yang harus dijalankan sesuai dengan kepentingan nasional yang ditetapkan Komdigi seperti kecepatan 100 Mbps dan juga tarif lebih terjangkau

    “Frekuensi 1,4 GHz ini berbeda dengan konsep misal frekuensi yang dipakai 3G dulu, 4G atau 5G dimana dari MSC ke BTS hingga pengguna menggunakan nirkabel. Sementara untik 1,4 GHz ini, hybrid. Dimana 1,4 GHz hanya dipakai untuk jaringan akses ke pengguna, sementara dari backbone dan back haul pakai serat optik,” kata Heru.

    Pekerja memperbaiki BTS

    Heru menambahkan jika dalam mengukur  berdasarkan lebar frekuensi, memang 1,4 GHz lebih luas dan lebih murah. Pita 1,4 GHz juga memiliki jangkauan yang lebih luas ketimbang 2,1 GHz.

    “Jadi nanti pemenang 1,4GHz akan menyasar pasar residensial. Dimana jika sebelumnya ke rumah-rumah pakai serat optik yang mahal, maka nanti serap optik ke rumah-rumah atau biasa diistilahkan homepass menggunakan frekuensi 1,4 GHz. Dan pasar residensial akan sangat besar ke depannya,” kata Heru.

    Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan tantangan utama pengembangan frekuensi 1,4 GHz di Indonesia terletak pada belum terbentuknya ekosistem perangkat dan pasar, karena Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang menggunakannya untuk layanan komersial.

    “Kondisi ini akan membuat ketersediaan chipset, perangkat, dan dukungan vendor global masih terbatas, sehingga biaya investasi dan waktu adopsi berpotensi tinggi,” kata Tesar kepada Bisnis, Kamis (16/10/2025).

    Tesar menambahkan untuk membangun ekosistem, seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama.

    Dia menambahkan dengan kolaborasi lintas sektor, dukungan pemerintah, serta keterlibatan vendor global, ekosistem ini dapat berkembang dalam 2–3 tahun. Selama ekosistem belum terbentuk, WIFI-DSSA sulit mendapat pengembalian investasi yang maksimal dari pita 1,4 GHz.

    “Namun tanpa arah kebijakan dan koordinasi yang kuat, pembentukannya bisa melambat hingga 5–7 tahun,” kata Tesar.

    Sebelumnya, Global System for Mobile Communications Association (GSMA), asosiasi yang mewadahi operator telekomunikasi di seluruh dunia, mengungkap tantangan utama dalam pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz berkaitan dengan kesiapan ekosistem pendukung yang masih minim.

    Di berbagai belahan dunia, pita frekuensi paling populer yang lebih dulu diadopsi secara masif adalah 3,5 GHz, diikuti dengan 2,6 GHz dan 2,1 GHz. Pita-pita ini mendapat sambutan luas karena didukung oleh rantai pasok global yang matang dan biaya produksi perangkat yang efisien karena skala adopsi yang besar.

    Sebaliknya, pita 1,4 GHz hanya digunakan secara sporadis di beberapa wilayah dunia, sehingga keberadaan perangkat, chip, dan dukungan teknis lainnya masih relatif terbatas. 

  • Senjata Tak Akan Menyembuhkan Luka Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Oktober 2025

    Senjata Tak Akan Menyembuhkan Luka Papua Nasional 17 Oktober 2025

    Senjata Tak Akan Menyembuhkan Luka Papua
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    LEBIH
    dari enam dekade sudah berlalu sejak Papua Barat resmi menjadi bagian dari Indonesia. Namun hingga kini, hati dan pikiran masyarakat Papua tetap terasa masih jauh dari Jakarta.
    Ketegangan yang terus berulang antara aparat keamanan dan warga sipil, laporan kekerasan di daerah-daerah pegunungan, serta munculnya berbagai organisasi perjuangan kemerdekaan yang semakin aktif di panggung internasional, menunjukkan bahwa persoalan Papua bukanlah semata masalah keamanan.
    Lihat saja peristiwa bentrok antara aparat kepolisian dengan elemen pemuda pada

    aksi demonstrasi Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah Adat Papua di Kota Jayapura, Papua, pada Rabu (15/10/2025).
    Ratusan mahasiswa Papua tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah Adat Papua (AMPPTAP) menggelar aksi demonstrasi menolak investasi dan militerisasi di Tanah Papua.
    Aksi tersebut berakhir ricuh, dua mobil polisi dan satu mobil PDAM Jayapura dibakar massa hingga 3 orang luka terkena lemparan batu.
    Peristiwa ini memperjelas fakta bahwa masalah Papua multidimensional, tak bisa disederhanakan hanya sebagai masalah keamanan.
    Papua adalah cermin dari kegagalan negara memahami rakyatnya sendiri. Pendekatan militeristik yang terus dipertahankan telah memperdalam jurang ketidakpercayaan, memperkuat sentimen perlawanan, dan secara perlahan membuka jalan bagi legitimasi perjuangan referendum yang kini, menurut rencana para pejuang Papua merdeka, akan diupayakan pada tahun 2027 mendatang.
    Buku “Papua: Geopolitics and the Quest for Nationhood” (2018) karya Bilveer Singh menggambarkan dengan tajam akar persoalan ini.
    Singh, pakar politik dari Universitas Nasional Singapura, menegaskan bahwa Papua tidak dapat dipahami hanya dari kacamata integrasi nasional atau pemberantasan separatisme.
    Di balik perlawanan politik yang sering dicap “gerakan pengacau keamanan”, terdapat sejarah panjang ketidakadilan dan marginalisasi.
    Proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang dinilai cacat oleh banyak kalangan di dalam komunitas internasional menjadi luka awal yang tidak pernah sembuh.
    Ketika ketidakadilan struktural seperti ketimpangan ekonomi, diskriminasi sosial, dan eksploitasi sumber daya alam terus berlangsung, maka gagasan tentang “merdeka” menjadi simbol harapan atas harga diri dan kebebasan masyarakat Papua.
    Singh menilai bahwa pendekatan keamanan Indonesia justru memperkuat narasi separatisme itu, karena negara gagal menunjukkan empati dan pengakuan terhadap identitas Papua sebagai bagian sejajar dari bangsa Indonesia.
    Ironisnya, pendekatan keamanan telah menjadi pola refleks dan repetitif negara dalam menghadapi setiap gejolak di Papua.
    Peningkatan jumlah pasukan, operasi intelijen, serta kontrol ketat terhadap wilayah dan kontrol atas informasi dianggap sebagai satu-satunya cara menjaga “stabilitas nasional”. Padahal, stabilitas yang dibangun di atas rasa takut bukanlah stabilitas sejati.
    Stephen Hill dalam bukunya “Merdeka: Hostages, Freedom and Flying Pigs in West Papua” (2014) menjelaskan bahwa kekerasan yang terus-menerus diulang hanya memperkuat siklus kebencian.
    Bagi Hill, Papua adalah ruang di mana makna “merdeka” selalu dinegosiasikan antara kekuasaan dan kemanusiaan.
    Ketika negara memaksa rakyatnya untuk patuh melalui kekuatan senjata, maka yang hilang bukan hanya rasa aman, melainkan juga rasa memiliki terhadap Indonesia.
    Dalam konteks inilah, pendekatan keamanan justru menjauhkan Indonesia dari cita-cita “merangkul Papua dalam satu keluarga bangsa.”
    Kini, konsekuensi dari pendekatan yang keliru tersebut mulai tampak nyata. Organisasi-organisasi perjuangan Papua merdeka semakin gencar mencari dukungan di tingkat internasional.
    Di dalam komunitas negara-negara Melanesia, Papua mendapat ruang yang kian luas melalui Melanesian Spearhead Group (MSG) dan jejaring solidaritas Pasifik.
    Dukungan moral dari negara-negara seperti Vanuatu, Solomon Islands, dan bahkan Fiji mulai menunjukkan bahwa isu Papua telah menjadi simbol solidaritas regional bagi bangsa-bangsa Melanesia.
    Indonesia memang berusaha mengimbangi dengan diplomasi ekonomi dan politik. Namun luka identitas yang tak kunjung diakui membuat diplomasi tersebut sering tampak artifisial di mata publik Melanesia.
    Setiap tindakan kekerasan di lapangan menjadi bahan bakar baru bagi kampanye Papua merdeka di dunia internasional, sekaligus mengikis citra Indonesia sebagai negara demokrasi yang menghormati hak asasi manusia.
    Lebih jauh lagi, dukungan dari negara-negara Barat mulai menunjukkan arah yang mengkhawatirkan.
    Australia, yang selama ini berhati-hati dalam bersikap terhadap isu Papua, kini mulai mengambil posisi strategis.
    Penempatan pasukan Australia di kawasan Papua Nugini yang berdekatan dengan Darwin bukan hanya langkah pertahanan semata, tetapi juga bentuk kesiapsiagaan terhadap potensi referendum di Papua Barat yang direncanakan pada 2027 itu.
    Di beberapa forum keamanan Pasifik, pejabat Australia bahkan menyinggung pentingnya “stabilitas berbasis hak asasi manusia” di kawasan.
    Kalimat yang tampak diplomatis ini sejatinya mengirim sinyal bahwa Barat ingin memastikan, jika referendum terjadi, Indonesia tidak melakukan intervensi yang dapat mencederai legitimasi proses tersebut.
    Bila langkah ini berlanjut, Indonesia bisa terjebak dalam situasi serupa dengan Timor Timur dua dekade lalu, di mana tekanan internasional dan citra buruk akibat kekerasan negara justru mempercepat lepasnya wilayah itu dari republik.
    Indonesia tentu memiliki alasan untuk mempertahankan Papua sebagai bagian integral dari negara. Papua adalah wilayah kaya sumber daya, strategis secara geografis, dan merupakan simbol keutuhan nasional.
    Namun, cara mempertahankannya tidak bisa terus-menerus bergantung pada pendekatan kekuatan.
    Seperti diingatkan Bilveer Singh, legitimasi negara di mata rakyatnya tidak dibangun dengan bayonet, tetapi dengan rasa keadilan dan keterlibatan sejati yang manusiawi.
    Selama pemerintah Jakarta masih memandang Papua sebagai “daerah rawan”, alih-alih sebagai “daerah yang perlu didengarkan,” maka jarak emosional akan terus melebar.
    Pendekatan keamanan memang bisa menekan gejolak sesaat, tetapi tidak pernah menyembuhkan sebab-musababnya.
    Masalahnya, pendekatan pembangunan yang seharusnya menjadi jembatan menuju rekonsiliasi justru sering terkooptasi oleh logika keamanan.
    Program infrastruktur masif seperti Trans Papua, pembangunan bandara, dan perluasan tambang sering dijadikan simbol kemajuan, tanpa memperhatikan ketimpangan yang terjadi di tingkat sosial dan budaya.
    Masyarakat lokal kerap tersisih dari proyek-proyek tersebut, baik secara ekonomi maupun lingkungan.
    Akibatnya, pembangunan yang dimaksudkan untuk “menyatukan” Papua justru dianggap sebagai bentuk eksploitasi baru.
    Hal ini sesuai dengan kritik Singh bahwa kebijakan
    top-down
    dari Jakarta gagal memenangkan hati masyarakat karena tidak berangkat dari kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri.
    Sementara itu, organisasi-organisasi Papua merdeka seperti United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) terus memperluas pengaruhnya di dunia internasional.
    Dengan strategi diplomasi yang rapi dan dukungan diaspora Papua di Eropa serta Pasifik, mereka berhasil menggeser persepsi global terhadap konflik Papua dari isu separatisme menjadi isu hak menentukan nasib sendiri.
    Kampanye mereka di forum PBB, gereja-gereja global, hingga parlemen-parlemen negara Barat semakin mengisolasi Indonesia secara moral.
    Dalam konteks ini, setiap tindakan represif di lapangan menjadi “amunisi politik” yang memperkuat narasi bahwa Papua berada di bawah penjajahan modern.
    Jika tren ini berlanjut, Indonesia akan menghadapi situasi diplomatik yang jauh lebih rumit menjelang tahun 2027.
    Rencana referendum yang kini mulai dibicarakan di lingkaran aktivis Papua merdeka, dengan dukungan moral dari komunitas Melanesia dan sikap waspada Australia, plus dukungan jaringan gereja, bisa menjadi momentum politik yang akan sulit dihadang.
    Dunia yang kini semakin sensitif terhadap isu hak asasi manusia dan dekolonisasi akan mudah bersimpati pada perjuangan Papua, terutama bila Indonesia gagal memperlihatkan perubahan nyata dalam pendekatan di lapangan.
    Dalam skenario terburuk, tekanan internasional bisa memaksa Indonesia membuka ruang dialog yang diarahkan pada penentuan nasib sendiri, seperti yang pernah terjadi di Timor Timur pada 1999.
    Namun, peluang tersebut tentu tidak harus menjadi kenyataan jika Indonesia berani mengubah pendekatannya sekarang.
    Sejarah membuktikan bahwa kekuasaan yang bertahan lama bukan karena ketakutan, tetapi karena kepercayaan.
    Papua membutuhkan pengakuan, bukan pengawasan. Rakyat Papua ingin didengar, bukan diawasi.
    Karena itu, pemerintah harus menata ulang paradigma keamanannya dengan menempatkan hak asasi manusia dan rekonsiliasi sebagai fondasi utama kebijakan.
    Perlu ada mekanisme keadilan transisional yang mengakui kekerasan masa lalu, membuka ruang dialog sejajar antara Jakarta dan perwakilan masyarakat Papua, serta memastikan pembangunan dijalankan dengan menghormati hak-hak adat dan budaya.
    Indonesia memang memiliki kesempatan untuk membalikkan arah sejarah, tetapi waktu semakin sempit. Setiap tindakan represif yang terjadi hari ini adalah satu langkah menuju hilangnya kepercayaan di esok harinya.
    Papua tidak bisa terus didekati dengan bahasa perintah, tapi harus dirangkul dengan bahasa kemanusiaan.
    Seperti yang disampaikan Stephen Hill, kemerdekaan sejati tidak selalu berarti pemisahan dari negara, tetapi kebebasan untuk diakui dan dihormati sebagai manusia yang setara.
    Bila Indonesia gagal memahami pesan sederhana tersebut, maka upaya mempertahankan Papua justru akan menjadi proses yang perlahan-lahan menyiapkan jalan bagi kemerdekaan.
    Pendek kata, persoalan Papua bukan hanya ujian bagi Papua dan masyarakatnya, tetapi juga ujian moral bagi Indonesia.
    Apakah negara ini benar-benar siap menjadi rumah bagi seluruh bangsanya, termasuk mereka yang berbeda warna kulit, budaya, dan sejarah?
    Ataukah Indonesia akan terus memaksa persatuan melalui ketakutan dan senjata, sampai akhirnya kehilangan yang paling berharga terjadi, kepercayaan rakyatnya sendiri?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.