provinsi: PAPUA

  • Kejar Target 1 Juta Barel, ESDM Undang Investor Eksplorasi 108 Cekungan Migas

    Kejar Target 1 Juta Barel, ESDM Undang Investor Eksplorasi 108 Cekungan Migas

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan 108 cekungan atau basin minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia belum tergarap. Pemerintah pun mengajak investor untuk menjajal pengembangan potensi migas di Tanah Air.

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menuturkan, terdapat 128 cekungan migas yang telah teridentifikasi di seluruh Indonesia. 

    Namun, dari 128 cekungan migas yang telah teridentifikasi itu, hanya 20 yang telah dikembangkan. Sementara itu, 108 sisanya merupakan area yang kaya data dan peluang.

    “Pada tahun 2025 dan 2026, pemerintah mengalokasikan anggaran yang signifikan dan memberdayakan Badan Geologi untuk melakukan survei 2D dan 3D tingkat lanjut, yang membuka jalan bagi eksplorasi untuk membuka potensi sumber daya ini,” ucap Yuliot dalam acara Grand Launching Indonesia’s Oil and Gas Exploration 2025, Selasa (25/11/2025).

    Yuliot menegaskan bahwa sebanyak 108 cekungan itu perlu dioptimalkan demi target peningkatan produksi sebesar 1 juta barel minyak per hari (bph) dan 12 miliar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2029.

    “Visi bersama kita jelas, pada tahun 2029, Indonesia akan mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari, memperkuat kedaulatan energi nasional, dan mendorong pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.

    Menurutnya, potensi besar ini diharapkan menarik investor migas untuk dapat melakukan investasi di Indonesia. Yuliot mengatakan bahwa untuk mendukung iklim investasi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Sebagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. 

    Dia menilai beleid tersebut membuka jalan bagi kerja sama yang transparan dan efisien.

    Selain itu, Kementerian ESDM juga telah menyiapkan 75 blok migas yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan wilayah lepas pantai. Seluruh blok ini telah siap dikembangkan melalui mekanisme penugasan atau lelang reguler. 

    Saat ini, kata Yuliot, terdapat sembilan blok minyak dan gas bumi yang telah ditunjuk untuk dapat dikembangkan oleh badan usaha, serta sejumlah blok lainnya akan menyusul.

    Tidak hanya itu, pemerintah juga menjalankan strategi untuk meningkatkan produksi minyak bumi yang berfokus pada identifikasi dan evaluasi cadangan yang belum ditemukan. Selain itu, juga diterapkan teknik enhanced oil recovery (EOR) dan waterflood di lapangan-lapangan yang menjanjikan, serta optimalisasi pemanfaatan sumur-sumur yang tidak terpakai.

    “Selain meningkatkan produksi migas, pemerintah juga tengah membangun infrastruktur, meliputi jaringan pipa transmisi dan distribusi migas dari wilayah kerja ke kawasan industri, peningkatan kapasitas kilang minyak dalam negeri, tangki penyimpanan minyak, serta peningkatan jumlah pengiriman kargo migas,” tutur Yuliot.

  • Rumah Sakit Menolak Pasien, Siapa yang Salah?
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        26 November 2025

    Rumah Sakit Menolak Pasien, Siapa yang Salah? Regional 26 November 2025

    Rumah Sakit Menolak Pasien, Siapa yang Salah?
    Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes
    KASUS
    kematian ibu hamil di Papua akibat ditolak empat rumah sakit kembali membuka luka lama dalam sistem kesehatan Indonesia.
    Di tengah upaya pemerintah memperkuat layanan primer dan memperbaiki alur rujukan, kenyataan bahwa seorang ibu dan bayi telah kehilangan nyawa karena tidak memperoleh tempat perawatan darurat terasa sangat memilukan.
    Pertanyaan kita bersama mengemuka, siapa yang salah? Rumah sakit? Pemerintah daerah? Pemerintah pusat? Sistem rujukan yang belum jalan? Atau kita semua yang membiarkan ketimpangan layanan kesehatan di
    Papua
    berlangsung puluhan tahun?
    Pertanyaan yang tidak mudah dijawab, tetapi penting untuk ditelisik secara jernih untuk menghindarkan agar tragedi serupa tidak lagi terulang.
    Secara administratif rumah sakit memiliki standar operasional (SOP) yang ditetapkan pemilik atau direktur. SOP mengatur kapasitas tempat tidur, ketersediaan dokter spesialis, hingga kesiapan instalasi gawat darurat (IGD).
    Peraturan menegaskan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien dalam kondisi kegawatdaruratan. Namun, di berbagai wilayah terpencil, termasuk di papua, realitasnya lebih rumit dan menyedihkan.
    Rumah sakit di daerah kerap beroperasi dengan fasilitas minimal: jumlah dokter spesialis terbatas, ICU dan NICU tidak selalu tersedia, alat medis kedaluwarsa/rusak, bahkan obat-obatan tertentu seringkali kosong.
    Ketika rumah sakit menyatakan tidak mampu menangani pasien, sesungguhnya mereka mengakui keterbatasan sistemik.
    Menangani pasien dengan risiko tinggi tanpa fasilitas dan kompetensi memadai dapat berdampak fatal, sehingga rumah sakit memilih merujuk ke rumah sakit lain.
    Masalahnya, ketika empat rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan dalam kondisi darurat dengan berbagai kondisi dan alasan, yang terjadi bukan lagi tentang SOP, tetapi kegagalan sistem yang jauh lebih dalam.
    Papua adalah kondisi memprihatinkan. Ia menyandang sejumlah indikator terburuk di Indonesia.
    Angka kematian ibu dan bayi jauh di atas rata-rata nasional, cakupan tenaga kesehatan per 1.000 penduduk rendah, distribusi dokter spesialis timpang, dan kondisi geografis ekstrem membuat akses layanan kesehatan menjadi tantangan berat.
    Selama bertahun-tahun, pembangunan kesehatan di Papua lebih banyak berorientasi pada infrastruktur fisik, tetapi kurang dibarengi ekosistem layanan yang memadai.
    Menghadapi kondisi demikian, rumah sakit di Papua berada dalam lingkaran dilema: menjadi pintu harapan terakhir bagi masyarakat, tetapi terjebak dalam keterbatasan fasilitas yang membuat pelayanan optimal hampir mustahil.
    Ketika kasus gawat darurat seperti komplikasi obstetri datang, mereka berada dalam posisi serba sulit.
    Karena ketimpangan tersebut, kiranya menyerahkan tanggung jawab pada rumah sakit saja tidak cukup. Ada akar persoalan sistemik menyangkut distribusi sumber daya kesehatan yang serba terbatas secara struktural dan berlangsung lama.
    Kini Pemerintah memperkenalkan mekanisme rujukan berjenjang berbasis kompetensi. Secara konsep, pasien akan dirujuk ke fasilitas yang mampu menangani kondisi kesehatannya.
    Namun, di wilayah seperti Papua, konsep tersebut diperkirakan tidak akan berjalan mulus. Ketersediaan fasilitas rujukan setara atau lebih tinggi sangat terbatas, jarak antara rumah sakit bisa mencapai puluhan hingga ratusan kilometer, dan transportasi medis tidak selalu siap.
    Dalam kasus ibu hamil yang meninggal di Papua, rujukan silang antarrumah sakit menunjukkan bahwa sistem tidak menyediakan alternatif yang layak dalam waktu kritis. Ketika setiap rumah sakit menolak, waktu penyelamatan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
    Sistem rujukan seharusnya bukan hanya sekadar daftar rumah sakit yang bisa dihubungi, tetapi jaringan nyata yang mampu memastikan pasien mendapatkan pertolongan darurat dalam
    golden period.
    Tentu saja di Papua konsep demikian masih jauh dari kenyataan.
    Masalah fundamental di Papua adalah ketimpangan
    capacity to care.
    Rumah sakit di kota-kota tertentu mungkin cukup baik, tetapi fasilitas di kabupaten lain sangat terbatas. Itulah kondisi yang dapat ditemukan di Papua.
    Padahal, kasus gawat darurat obstetri seperti persalinan non pervaginam, pendarahan postpartum, dan preeklamsia tidak menunggu prosedur administrasi dapat diselesaikan terlebih dulu.
    Ia memerlukan penanganan cepat dokter spesialis kandungan, ICU maternal, dan kesiapan transfusi darah, tiga hal yang belum merata di Papua.
    Melihat kondisi yang terjadi, menyalahkan tenaga kesehatan atau individu tertentu adalah pendekatan yang terlalu parsial.
    Banyak tenaga kesehatan di Papua bekerja dalam kondisi serba kekurangan, beban kerja berlebih, dan tidak jarang menghadapi risiko keselamatan pribadi.
    Sistem yang lemah membuat mereka menolak melayani. Padahal, seringkali mereka sedang menyelamatkan pasien dari tindakan yang tidak dapat mereka tangani secara aman.
    Jika terpaksa harus menyebutkan siapa yang salah, jawabannya adalah: sistem kesehatan yang timpang, pemerintah pusat dan daerah yang tidak berhasil menuntaskan pemerataan layanan kesehatan, manajemen rumah sakit yang tidak komitmen, dan kebijakan rujukan yang belum adaptif.
    Dengan demikian, kesalahan tidak dapat dibebankan pada satu pihak saja. Sistem yang membiarkan keterbatasan layanan kesehatan menjadi sesuatu yang biasa.
    Memperbaiki pemerataan dan kualitas layanan kesehatan di Papua membutuhkan kesungguhan semua pihak terkait.
    Langkah mendesak yang dapat dilakukan seperti memperkuat rumah sakit kabupaten dengan layanan emergensi obstetri, menambah dokter spesialis dengan insentif yang layak, membangun sistem rujukan realistis berbasis waktu, kesiapan ambulans, dan koordinasi antarrumah sakit dalam kondisi darurat.
    Rumah sakit di daerah dengan berbagai kepemilikannya mesti mengacu pada standar Kemenkes. Seringkali operasional rumah sakit melaksanakan kebijakan pemilik.
    Kiranya Kemenkes sebagai regulator sekaligus pengawasan dan pembina dapat memberikan sanksi pada rumah sakit yang tidak berjalan sesuai standar kesehatan.
    Kasus kematian ibu hamil di Papua yang menyita perhatian Presiden Prabowo tersebut telah menghentak kesadaran kita bahwa akses kesehatan bukan sekadar retorika belaka, tetapi soal hidup dan mati rakyat.
    Jika negara ingin mewujudkan keadilan kesehatan, Papua harus menjadi prioritas utama, dan bukan dipandang sebagai wilayah belakang yang dapat ditinggalkan.
    Selama keterbatasan tetap belum berubah, maka setiap ibu hamil yang melahirkan, setiap anak sakit, dan setiap pasien gawat darurat di Papua akan terus hidup dengan risiko yang tidak seharusnya mereka tanggung karena kesulitan akses kesehatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus 4 RS Tolak Ibu Hamil di Papua, Mendagri Tito dan Kemenkes Turun Lakukan Audit Regulasi dan Teknis

    Kasus 4 RS Tolak Ibu Hamil di Papua, Mendagri Tito dan Kemenkes Turun Lakukan Audit Regulasi dan Teknis

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan pemerintah akan mengirim tim untuk melakukan audit menyeluruh terhadap layanan kesehatan di Papua.

    Langkah ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto, menyusul kasus seorang ibu hamil yang meninggal dunia setelah ditolak oleh empat rumah sakit di Papua.

    “Perintah beliau (Presiden Prabowo) adalah untuk segera melakukan perbaikan melalui audit,” kata Tito kepada wartawan seusai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

    Tito mengatakan telah berkoordinasi dengan Gubernur Papua, Mathius Fakhiri, untuk mengambil langkah darurat, termasuk memastikan keluarga korban mendapatkan seluruh bantuan yang dibutuhkan.

    Ia juga meminta pemerintah daerah (pemda) segera mengumpulkan seluruh pimpinan rumah sakit, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, hingga penyedia layanan kesehatan swasta untuk mengidentifikasi akar persoalan.

    “Saya minta Gubernur, setelah saya mendapat informasi, segera ke rumah korban. Keluarga korban harus dibantu,” ujar Tito.

    Audit Paralel Kemendagri dan KemenkesTito menegaskan tim dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan turun bersama jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan audit paralel terhadap layanan kesehatan di Papua.

    Kemendagri akan mengaudit aspek regulasi, termasuk Peraturan Bupati dan Peraturan Gubernur yang mengatur pelayanan di RSUD Kabupaten Jayapura maupun RSUD Dok II sebagai rumah sakit rujukan provinsi.

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan akan mengirim tim khusus untuk melakukan audit teknis terhadap layanan di rumah sakit terkait.

  • Telkom Raih Detikcom Awards 2025 Sebagai Pilar Konektivitas Digital Indonesia

    Telkom Raih Detikcom Awards 2025 Sebagai Pilar Konektivitas Digital Indonesia

    Jakarta

    Telkom meraih Detikcom Awards 2025 sebagai Pilar Konektivitas Digital Indonesia. Penghargaan ini diberikan dalam event Detikcom Awards 2025 yang diadakan di Hotel Westin, Jakarta, Selasa (25/11/2025) dan diterima oleh Andri Herawan Sasoko selaku VP Corporate Communication Telkom.

    PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Sebagai BUMN telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkom Indonesia telah membuktikan perannya sebagai pilar utama ekosistem konektivitas nasional, menghubungkan jutaan masyarakat dari Sabang hingga Merauke melalui jaringan digital yang kian meluas dan andal.

    Melalui proyek strategis seperti penggelaran sistem komunikasi kabel laut (SKKL) domestik dan global, penyediaan jaringan fiber optik 4x keliling bumi, penyediaan teknologi satelit andal, Telkom menunjukkan komitmen nyata dalam menjamin ketersambungan digital hingga pelosok desa se Nusantara.

    Selain itu, inisiatif Infraco dan Dataco mempertegas peran Telkom dalam membangun fondasi ekonomi digital Indonesia, baik melalui layanan cloud nasional, data center, maupun solusi konektivitas yang menopang digitalisasi pemerintahan, pendidikan, dan UMKM.

    Telkom Raih Detikcom Awards 2025 Sebagai Pilar Konektivitas Digital Indonesia. Foto: Detikfoto

    detikcom Awards 2025 digelar untuk memberikan apresiasi bagi yang berkontribusi nyata untuk Indonesia. Tahun ini, ajang penghargaan mengusung tema ‘Apresiasi Karya Insan Nusantara, Merajut Indonesia Gemilang’.

    Penghargaan ini ditujukan bagi individu, pelaku usaha, dan unsur pemerintah yang telah menorehkan prestasi serta memberi dampak signifikan bagi bangsa.

    Awards ini menyoroti karya, tata kelola, dan pencapaian unggul di berbagai bidang. Ajang ini menjadi salah satu cara detikcom untuk menjaga semangat berkarya, berdedikasi, dan bertransformasi dalam ‘rumah besar’ Indonesia.

    (fyk/fay)

  • Kemendagri-Kemenkes gelar audit paralel RS di Papua tolak ibu hamil

    Kemendagri-Kemenkes gelar audit paralel RS di Papua tolak ibu hamil

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan tim dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan turun bersama jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan audit paralel terhadap layanan kesehatan di Papua.

    Kemendagri akan mengaudit aspek regulasi, termasuk Peraturan Bupati dan Peraturan Gubernur yang mengatur pelayanan di RSUD Kabupaten Jayapura maupun RSUD Dok II sebagai rumah sakit rujukan provinsi. Sementara itu, Kementerian Kesehatan akan mengirim tim khusus untuk melakukan audit teknis terhadap layanan di rumah sakit terkait.

    Tito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto sangat prihatin atas kasus seorang ibu hamil yang ditolak oleh empat rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia dan memerintahkan agar kejadian serupa tidak terulang, baik di Papua maupun di daerah lain.

    “Pesan Pak Presiden jelas, jangan sampai kejadian seperti ini terulang. Segera lakukan audit untuk mengetahui pokok masalahnya dan lakukan perbaikan,” kata Tito.

    Tito menyampaikan pemerintah akan mengirim tim untuk melakukan audit menyeluruh terhadap layanan kesehatan di Papua. Langkah ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo.

    Tito juga telah berkoordinasi dengan Gubernur Papua Mathius Fakhiri, untuk mengambil langkah darurat, termasuk memastikan keluarga korban mendapatkan seluruh bantuan yang dibutuhkan.

    Ia juga meminta pemerintah daerah (pemda) segera mengumpulkan seluruh pimpinan rumah sakit, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, hingga penyedia layanan kesehatan swasta untuk mengidentifikasi akar persoalan.

    “Saya minta Gubernur, setelah saya mendapat informasi, segera ke rumah korban. Keluarga korban harus dibantu,” ujar Tito.

    Kronologi

    Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Sentani, meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya pada Senin (17/11). Sebelumnya pada Minggu (16/11) sore ia dibawa keluarga ke RSUD Yowari untuk bersiap melahirkan.

    Dokter menyarankan tindakan operasi dan merujuk pasien ke RS Dian Harapan, RSUD Abepura, hingga RS Bhayangkara. Namun ia belum mendapat penanganan hingga dirujuk kembali ke RSUD Jayapura.

    Dalam perjalanan menuju RSUD Jayapura, pasien mengalami kejang sehingga ambulans kembali ke RS Bhayangkara. Setibanya di RS Bhayangkara, upaya resusitasi (CPR) dilakukan, namun nyawa pasien dan bayinya tidak tertolong.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • MyRepublic Wajib Gelar Layanan Internet Murah seperti Internet Rakyat WIFI

    MyRepublic Wajib Gelar Layanan Internet Murah seperti Internet Rakyat WIFI

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan para pemenang lelang 1,4 GHz diwajibkan untuk menggelar layanan internet dengan harga terjangkau.

    PT Telemedia Komunikasi Pratama telah terlibat dalam penggelaran Internet Rakyat Rp100.000, sementara itu MyRepublic belum mengumumkan. 

    Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi Wayan Toni Supriyanto mengatakan para pemenang seleksi memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan layanan internet dengan harga per bulan yang terjangkau.

    Perluasan layanan internet murah diarahkan ke kelompok masyarakat menengah ke bawah yang jumlahnya mencapai 34,5 juta rumah tangga serta 2,8 juta rumah tangga di segmen low-income dengan pengeluaran telekomunikasi Rp17.000 sampai Rp180.000 per bulan.

    “Ini tidak hanya wajib dilaksanakan oleh PT Telemedia Komunikasi Pratama, namun juga wajib dilaksanakan oleh PT Eka Mas Republik selaku pemenang seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz,” kata Wayan kepada Bisnis, Selasa (25/11/2025).

    Dia mengatakan langkah tersebut salah satu upaya pemerintah menghadirkan internet di rumah dengan kecepatan akses sampai dengan (up to) 100 Mbps dengan harga layanan yang terjangkau dan andal.

    Sebelumnya, Komdigi menargetkan penetrasi internet tetap  berbasis fiber to the home (FTTH) dan fixed wireless access (FWA) dapat menyentuh 30% pada 2026. 

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan layanan internet tetap yang stabil dibutuhkan sebagai menjadi fondasi utama pembelajaran digital, serta untuk memberdayakan UMKM. 

    “Jadi FTTH dan FWA tahun depan kita targetkan 30 persen rumah memiliki koneksi tetap. Pendidikan dan UMKM memerlukan koneksi yang lebih secure dan lebih stabil,” kata Meutya.

    Komdigi resmi menutup lelang frekuensi 1,4 GHz dengan PT Telemedia Komunikasi Pratama memenangkan regional I dan PT Eka Mas Republik mendapat regional II dan regional III.

    Dengan berakhirnya lelang ini, Komdigi juga akan berkontribusi terhadap pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp805,5 miliar per tahun, dengan tahun pertama 2x dari angka yang disetorkan. 

    Mengutip laman resmi, Selasa (25/11/2025),  sesuai ketentuan Dokumen Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk Layanan Akses Nirkabel Pitalebar (Broadband Wireless Access) Tahun 2025, anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) resmi memenangkan lelang regional I yang meliput Pulau Jawa, Maluku, dan Papua. Telemedia menang dengan harga penawaran Rp403,7 miliar.

    Sementara itu Eka Mas Republik, perusahaan telekomunikasi milik Sinar Mas, mendapat regional II dengan harga penawaran Rp308,8 miliar, dan regional III dengan harga penawaran Rp100,8 miliar.

    Adapun regional II meliputi Sumatra, Bali, dan Nusa Tenggara, sementara regional III meliputi Kalimantan dan Sulawesi.

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) menetapkan kemenangan mereka melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital no.489/2025, 490/2025, dan Kepmen no.491/2025 tanggal 24 November 2025.

    “Penetapan Pemenang Seleksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 bersifat final dan mengikat,” tulis Komdigi dalam websitenya.

  • Dampak Internet Rakyat Rp100.000, CELIOS: Persaingan Makin Merata

    Dampak Internet Rakyat Rp100.000, CELIOS: Persaingan Makin Merata

    Bisnis.com, JAKARTA— Ekonom Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai kehadiran layanan Internet Rakyat dari PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) atau Surge dapat memberikan dinamika baru bagi persaingan bisnis internet di Indonesia. 

    Menurutnya, hadirnya Internet Rakyat membuka lebih banyak opsi bagi masyarakat dalam mendapatkan layanan internet.

    “Dengan harga yang lebih murah, saya juga melihat pasar akan semakin tidak terkonsentrasi ke satu pemain saja,” kata Huda kepada Bisnis pada Selasa (25/11/2025).

    Huda menilai masuknya Surge dapat memicu persaingan harga yang berpotensi memperbaiki struktur pasar internet yang selama ini sangat terkonsentrasi, sekaligus mendorong tarif internet di Indonesia menjadi lebih terjangkau. 

    Dia juga menyoroti kesenjangan harga dan kualitas internet Indonesia yang selama ini tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN. “Selama ini, dibandingkan dengan negara ASEAN, internet Indonesia dibanderol dengan harga paling mahal, tapi kecepatan lelet,” katanya.

    Dari sisi teknologi dan pemerataan infrastruktur, dia menilai ekspansi Surge yang menyasar wilayah Jawa hingga kawasan non-Jawa berpotensi mempercepat distribusi layanan digital. 

    “Saya rasa masuknya Surge dan menyasar ke Jawa dan daerah non Jawa, bisa membuat pembangunan digital semakin merata dan cepat,” katanya.

    Dia menambahkan wilayah Indonesia timur yang selama ini didominasi operator pelat merah kini memiliki alternatif layanan dengan harga lebih kompetitif. 

    “Memang ada teknologi satelit milik starlink, tapi harganya jauh lebih mahal. Masuknya Surge ke pasar Indonesia Timur saya rasa bisa menjembatani kebutuhan internet dan kemampuan masyarakat yang terbatas,” ungkapnya. 

    Sebelumnya, pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala menilai Internet Rakyat masih bersifat solusi sementara. Menurutnya, meski harga murah mampu meningkatkan minat masyarakat, hal itu tidak serta-merta menjamin kualitas dan keberlanjutan bisnis. Dia menyebut pengembalian investasi dan kesiapan teknologi menjadi tantangan signifikan bagi model layanan bersubsidi atau berbiaya rendah.

    “Pengembalian investasinya berikut teknologi kedepannya menjadi tantangan tidak mudah [bisa saja penyesuain tarif atau ada subsidi dari regulatornya] sehingga bisa bertahan dengan program dan komitmennya,” kata Kamilov kepada Bisnis pada Kamis (20/11/2025).

    Dia menilai tarif murah pada layanan Fixed Wireless Access (FWA) seperti Internet Rakyat merupakan strategi promosi yang seharusnya dibatasi waktu. Meski demikian, layanan ini tetap berpotensi mendukung pemerataan akses internet di area yang belum tersentuh jaringan fiber. “Untuk pemerataan akses internet dapat membantu wilayah non-fiber tetapi berapa lama bisa bertahannya [penting dukungan Komdigi],” ujarnya.

    Kamilov juga memprediksi persaingan layanan FWA tidak akan terasa signifikan dalam satu hingga dua tahun ke depan, tetapi kompetisi akan menguat di sektor penyedia layanan internet (ISP). Dia menilai pengembangan investasi digital ke depan membutuhkan kolaborasi multipihak antara penyedia layanan, pemerintah daerah, Komdigi, dan kementerian/lembaga lain.

    “Model investasi kedepannya penting peran komdigi dan pemda bersama danantara kolaborasi, agar kesediaan infrastruktur 5G FWA menjadi nyata,” ujarnya.

    Internet Rakyat sendiri merupakan layanan internet berbasis jaringan 5G FWA dengan kecepatan 100 Mbps yang dibanderol sekitar Rp100.000 per bulan. Layanan yang dihadirkan Surge ini tersedia di beberapa wilayah, termasuk Pulau Jawa, Maluku, dan Papua.

    Untuk menggunakan layanan tersebut, masyarakat perlu melakukan pra-registrasi melalui laman resmi Internet Rakyat, mengisi data pribadi seperti nama, email, nomor ponsel, dan alamat domisili, serta menandai lokasi tempat tinggal di peta.

    Selain Internet Rakyat, Surge mengoperasikan Starlite, layanan internet berbasis Wi-Fi dan FWA untuk segmen rumah tangga, sekolah, komunitas, hingga pelaku usaha. 

    Starlite sebelumnya meluncurkan jaringan Wi-Fi 7 pertama di Indonesia dengan kecepatan hingga 2 Gbps. Layanan ini menawarkan paket 200 Mbps seharga Rp100.000 per bulan tanpa FUP, sudah termasuk sewa modem, PPN, pemasangan gratis, dan gratis bulan pertama.

    Untuk kebutuhan bandwidth lebih besar, tersedia paket 500 Mbps seharga Rp250.000 per bulan, sementara layanan premium Wi-Fi 7 berkecepatan hingga 2 Gbps ditujukan bagi institusi pendidikan dan jaringan berskala besar.

  • Papua ekspor 10 kontainer kayu olahan ke China

    Papua ekspor 10 kontainer kayu olahan ke China

    ANTARA – Pemerintah Provinsi Papua melepas ekspor 10 kontainer kayu olahan dari Pelabuhan Jayapura menuju Shanghai,China, Selasa (25/11). Gubernur Papua Mathius D. Fakhiri mengatakan ekspor ini menunjukkan bahwa industri pengolahan kayu di Papua semakin berkembang dan mampu memenuhi permintaan pasar internasional. (Laksa Mahendra/Rizky Bagus Dhermawan/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Video Kasus Viral Ibu Hamil Papua, Wamenkes: Kita Investigasi

    Video Kasus Viral Ibu Hamil Papua, Wamenkes: Kita Investigasi

    Video Kasus Viral Ibu Hamil Papua, Wamenkes: Kita Investigasi

  • POGI Buka Suara soal Ibu Hamil di Jayapura Meninggal usai Ditolak 4 RS

    POGI Buka Suara soal Ibu Hamil di Jayapura Meninggal usai Ditolak 4 RS

    Jakarta

    Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof Budi Wiweko menanggapi kasus meninggalnya ibu hamil di Papua bernama Irene Sokoy dan bayi di kandungannya setelah diduga ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura, Papua.

    Prof Budi menuturkan ketersediaan dokter spesialis kandungan di beberapa daerah memang masih menjadi PR yang besar.

    Ia menuturkan, daerah-daerah di timur Indonesia, seperti Maluku dan Papua menjadi wilayah dengan distribusi dokter spesialis kandungan yang tidak sebaik wilayah lain.

    “Mungkin ada yang satu (dokter) di kabupaten, itu yang menjadi perhatian juga kita, karena teman-teman kita yang bekerja keras di daerah, apresiasi kita memberikan kepada mereka, kita berikan penghargaan, dan kita berharap juga pemerintah juga mampu mendorong memperbaiki distribusi,” ucap Prof Budi ketika dihubungi detikcom, Selasa (25/11/2025).

    Meski begitu, Prof Budi menekankan kejadian seperti itu tidak serta merta hanya akibat kurang baiknya pemerataan dokter spesialis. Permasalahan ini menurutnya sangat kompleks, karena dipengaruhi oleh beragam faktor seperti regulasi, ekonomi, budaya, dan kondisi sosial.

    Oleh karena itu, permasalahan ini harus diatasi dengan kolaborasi bersama.

    Menurutnya, mungkin juga ada masalah komunikasi dari sistem rujukan yang berlaku. Ini menjadi hal penting agar layanan yang diberikan pada pasien bisa maksimal.

    “Sehingga ketika pasien akan dikirim itu, mereka sudah berkomunikasi dulu, kasusnya apa, adakah tempatnya, siapa yang akan melakukan penanganan seperti itu,” ungkap Prof Budi.

    “Itu untuk menghindari, sampai pasien datang, kemudian tidak ada tempat atau tidak ada dokternya, tidak ada tenaga yang bisa menangani kasusnya. Hal ini yang tampaknya terjadi di Papua, sistem rujukan terpadunya belum berjalan dengan baik, di samping memang keterbatasan dokter juga,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)