provinsi: PAPUA BARAT

  • Stefan Antonio Singgung Tambang di Raja Ampat: Ngeruknya Gila-gilaan, Rakyatnya Makin Miskin

    Stefan Antonio Singgung Tambang di Raja Ampat: Ngeruknya Gila-gilaan, Rakyatnya Makin Miskin

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sorotan terhadap aktivitas tambang di Raja Ampat terus berdatangan, kali ini dari pegiat media sosial, Stefan Antonio.

    Ia mempertanyakan arah dan dampak dari eksploitasi tambang yang dinilainya dilakukan secara masif namun tidak berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

    “Gua serius nanya ini, ekploitasi pengerukan gila-gilaan tambang-tambang itu. Hasil dan duitnya larinya ke mana?,” kata Stefan di X @StefanAntonio__ (9/6/2025).

    Ia menilai bahwa aktivitas tambang yang begitu masif justru tidak selaras dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

    “Ngeruknya gila-gilaan, tapi rakyatnya juga makin miskin gila-gilaan,” sebutnya.

    Stefan menekankan bahwa kekayaan alam seharusnya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan publik, sesuai amanat konstitusi.

    “Kekayaan alam harusnya kan dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat,” tegasnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyoroti potensi benturan antara ekspansi industri tambang nikel dan upaya pelestarian ekosistem pariwisata di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Ia beranggapan, kawasan yang terkenal dengan keindahan alamnya ini memerlukan perhatian khusus agar tidak tergerus ambisi industri ekstraktif.

    Dalam kunjungan reses Komisi VII DPR RI ke Kota Sorong, Evita menekankan bahwa sejumlah persoalan mendesak, termasuk lonjakan aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, perlu segera ditindaklanjuti.

    Isu ini bahkan menjadi sorotan serius dari berbagai pihak, termasuk Greenpeace.

    “Banyak pekerjaan rumah yang harus kita tindak lanjuti. Salah satunya adalah pembangunan industri pertambangan nikel di Raja Ampat. Kita tahu ini sudah marak, diviralkan oleh Greenpeace, dan saya datang ke beberapa tempat yang juga didemo. Semua pihak punya keinginan yang sama, kelestarian dan keberlanjutan daerah wisata yang luar biasa kaya,” kata Evita.

  • Waspada Tekanan Asing di Isu Tambang Nikel Raja Ampat – Page 3

    Waspada Tekanan Asing di Isu Tambang Nikel Raja Ampat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) mengingatkan agar masyarakat dan pemerintah bersikap bijak dalam menyikapi polemik tambang Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Sekretaris Jenderal BPP Hipmi, Anggawira, menegaskan bahwa isu lingkungan sering dimanfaatkan sebagai alat tekanan oleh aktor asing untuk membentuk opini negatif terhadap sektor pertambangan nasional.

    “Framing negatif terhadap tambang nasional bisa menggerus citra investasi, daya saing, dan stabilitas kebijakan hilirisasi. Kita tidak boleh membiarkan narasi eksternal menggiring opini publik secara tidak berimbang,” kata Anggawira dikutip dari Antara, Senin (9/6/2025).

    Tambang Nikel Punya Peran Strategis Global

    Menurut Anggawira, industri tambang saat ini tidak bisa lagi dipandang sebagai sektor ekonomi konvensional. Tambang nikel dan tembaga justru menjadi kunci dalam pengembangan teknologi masa depan seperti baterai kendaraan listrik, energi bersih, dan digitalisasi global.

    “Kita tidak sedang membicarakan tambang dalam konteks lama. Tanpa kontribusi Indonesia, dunia akan kesulitan memenuhi kebutuhan transisi energi,” ujarnya.

    Anggawira menyebut industri tambang menyumbang sekitar 6–7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), membuka ratusan ribu lapangan kerja, dan meningkatkan penerimaan negara melalui PNBP dan royalti.

     

  • BPP Hipmi serukan sikap bijak hadapi polemik tambang

    BPP Hipmi serukan sikap bijak hadapi polemik tambang

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menyerukan sikap bijak dalam menyikapi polemik tambang agar tidak terpengaruh framing asing yang merugikan kepentingan nasional.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) BPP Hipmi Anggawira memperingatkan isu lingkungan dalam pertambangan terkadang dijadikan sebagai alat tekanan oleh aktor asing.

    “Framing negatif terhadap tambang nasional bisa menggerus citra investasi, daya saing, dan stabilitas kebijakan hilirisasi. Kita tidak boleh membiarkan narasi eksternal menggiring opini publik secara tidak berimbang,” kata Anggawira sebagaimana keterangan di Jakarta, Senin.

    Oleh karena itu, Anggawira yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara (Aspebindo) ini menegaskan Indonesia harus berdaulat atas narasi pengelolaan sumber daya alamnya.

    “Jangan sampai kita dikendalikan opini luar, sementara mereka di negaranya sendiri menjalankan praktik tambang yang jauh dari prinsip keberlanjutan,” ujar Anggawira.

    Diketahui, polemik tambang di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya kembali menjadi sorotan publik, memunculkan kekhawatiran soal dampak lingkungan. Namun, di balik gejolak ini, sejumlah tokoh industri menegaskan sektor tambang tetap menjadi salah satu fondasi penting perekonomian nasional dan transisi energi.

    Menurutnya, industri tambang tak bisa lagi dilihat sebagai aktivitas ekonomi konvensional. Namun, berperan strategis dalam rantai pasok global untuk teknologi masa depan.

    “Kita tidak sedang membicarakan tambang dalam konteks lama. Ini tentang nikel dan tembaga sebagai kunci baterai, kendaraan listrik, energi bersih, dan digitalisasi global. Tanpa kontribusi Indonesia, dunia akan kesulitan,” ucap Anggawira

    Industri tambang, lanjut Anggawira disebut menyumbang 6–7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, menciptakan ratusan ribu lapangan kerja, dan menyumbang PNBP serta royalti yang terus naik.

    Sejak disahkannya UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, serta diterbitkannya PP Nomor 96 Tahun 2021, pemerintah berupaya memperkuat tata kelola, hilirisasi, dan pengawasan lingkungan.

    Namun menurutnya, tantangan utama bukan pada regulasi, melainkan pada penegakan hukum, konsistensi, dan transparansi.

    “Kita butuh tambang yang legal, berkelanjutan, dan modern. Pemerintah harus tegas menindak pelanggaran, tapi juga melindungi dan memberi insentif bagi perusahaan patuh hukum,” tegasnya.

    Anggawira juga menyoroti sejumlah perusahaan tambang nasional yang dinilai berhasil menjalankan operasi berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di antaranya PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melalui Kaltim Prima Coal dan Arutmin aktif reklamasi dan konservasi biodiversity, meraih PROPER Hijau.

    Lalu, PT Merdeka Copper Gold Tbk kelola tambang emas dan tembaga berbasis pemberdayaan masyarakat dan transparansi; PT Vale Indonesia sukses revegetasi lahan pascatambang dan bangun smelter nikel.

    PT Freeport Indonesia pionir tambang bawah tanah dan smelter Gresik; PT Bukit Asam (PTBA) ubah bekas tambang jadi kawasan ekowisata dan pertanian produktif.

    “Tahun 2023, lebih dari 30 perusahaan tambang mendapat penghargaan PROPER Hijau dan Emas dari Kementerian LHK,” kata Anggawira.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pulau Gag Terbukti Aman, Gubernur Papua: Mungkin dari Tempat Lain

    Pulau Gag Terbukti Aman, Gubernur Papua: Mungkin dari Tempat Lain

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melakukan pengecekan secara langsung ke kondisi Pulau Gag, guna memastikan kabar eksplorasi perusahaan tambang di Raja Ampat melanggar aturan.

    Bahlil pun ditemani Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu, dan Bupati Raja Ampat Orideko Burdam. Mereka bersama-sama meninjau aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat.

    Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu mengungkapkan kondisi pertambangan yang digambarkan di publik, tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu diluruskan dengan mengunjungi dan melihat secara langsung kondisi Pulau Gag.

    “Kita pastikan mungkin video itu bukan dari Gag, bukan dari Piaynemo, mungkin dari tempat lain. Mereka ambil dari mana kita juga tidak tahu, tapi yang pasti bukan dari penambangan di Pulau Gag,” katanya di Jakarta, Senin (9/6/2025).

    Menurut Elisa, masyarakat lokal pun khawatir jika tambang tersebut ditutup. Menurutnya, ketika ditutup maka akan membuat kesejahteraan masyarakat akan menjadi berkurang yang berujung masyarakat akan lebih susah.

    Diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menghentikan sementara kegiatan operasi PT GAG Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.

    PT GAG Nikel, pemegang Kontrak Karya Generasi VII No. B53/Pres/I/1998, resmi berdiri pada 19 Januari 1998 setelah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia. Sejak tahun 2008, PT Antam Tbk. berhasil mengakuisisi seluruh saham APN Pty. Ltd., sehingga kendali penuh PT GAG Nikel saat ini berada di tangan PT Antam Tbk.

  • Video: Menteri LH Proteksi Raja Ampat, Ultimatum 4 Perusahaan Tambang

    Video: Menteri LH Proteksi Raja Ampat, Ultimatum 4 Perusahaan Tambang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Lingkungan Hidup (LH) menegaskan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil yang dilakukan empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua. Jika terbukti, izin lingkungan hidup keempat tambang tersebut bisa dicabut.

    Dalam konferensi pers, Minggu (8/6), Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dan biodiversitas di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

    Sejauh ini, Kementerian LH telah melakukan pengawasan terhadap empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat sejak akhir bulan Mei lalu. Keempat perusahaan tersebut yakni PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

    Selengkapnya simak keterangan lengkap Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq, berikut.

  • Pemda dan Masyarakat Pulau Gag Sepakat Minta Tambang Nikel Dilanjutkan

    Pemda dan Masyarakat Pulau Gag Sepakat Minta Tambang Nikel Dilanjutkan

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akhir pekan kemarin terbang ke Raja Ampat untuk melihat kondisi Pulau Gag. Pasalnya, beredar kabar eksplorasi oleh salah satu perusahaan tambang di sana telah melanggar aturan.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun melakukan pengecekan secara langsung ke lapangan, guna memastikan kabar simpang siur yang terjadi terkait aktivitas pertambangan nikel di Pulan Gag.

    “Saya menyempatkan diri bersama Gubernur dan Bupati Raja Ampat melakukan kunjungan ke Pulau Gag, Raja Ampat, naik heli dalam rangka merespon apa yang menjadi perkembangan pemberitaan di media sosial,” kata Bahlil kepada wartawan, Senin (9/6/2025).

    “Kami menghargai semuanya, pemberitaan itu kami menghargai dan bentuk penghargaan itu kita terus cek, supaya lebih objektif kondisi yang ada,” tuturnya.

    Menambahkan, Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu menyebut masyarakat sekitar tambang menunjukkan dukungan agar aktivitas pertambangan dapat dilanjutkan. Pasalnya, pertambangan tersebut terbukti memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak.

    “Ketika kami sampai di sana, masyarakat lokal, semua yang ada di situ, kecil, besar, perempuan, tua, muda, mereka menangis, minta pak menteri ini tidak boleh ditutup, ini harus dilanjutkan. Kalau kami pemerintah harus mengikuti kemauan masyarakat, dan kita itu hadir untuk kesejahteraan masyarakat, kenapa kita harus membuat rakyat susah,” jelas Elisa.

    Senada dengan Elisa Kambu, Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam memastikan apa yang terjadi di Pulau Gag secara obyektif berbeda dengan kondisi yang beredar di media sosial. Setelah melakukan kunjungan langsung dengan Menteri Bahlil dan Gubernur Elisa, kata Orideko, masyarakat di sana tidak menginginkan aktivitas pertambangan ditutup

    “Mereka tidak mau tutup tambang, karena itu untuk menopang kehidupan mereka di sana. Mereka menginginkan itu, karena itu kami berharap kebetulan ada Pak Menteri di sini untuk membuka tambang itu,” tegas Orideko.

  • Tambang di Kawasan Raja Ampat Kantongi Izin, Pakar Hukum Tata Negara: Resmi dan Legal Bukan Berarti Benar

    Tambang di Kawasan Raja Ampat Kantongi Izin, Pakar Hukum Tata Negara: Resmi dan Legal Bukan Berarti Benar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menyoroti isu tambang nikel yang diduga ilegal di Raja Ampat.

    Melalui akun X miliknya @BivitriS, ia menyebut bahwa orang yang berakal sehat harus memahami antara izin resmi dan salah tapi diresmikan.

    Tambang Nikel di Raja Ampat punya izin resmi, katanya. Nah, kita yg berakal sehat mesti paham beda “izin resmi” dengan “salah tapi diresmikan”, “legal” dengan “etik lingkungan,” tulis Bivitri Susanti dilansir X Senin (9/6/2025).

    Menurutnya, resmi dan legal merupakan dua hal yang tidak bisa ditelan secara mentah-mentah.

    Bahkan, Bivitri menyebut penguasa culas menjadi tameng di beberapa hal, termasuk tambang nikel

    “Resmi dan legal bukan berarti benar. Hukum di sini cuma tameng penguasa culas,” ujarnya.

    Dilain sisi, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq resmi menyegel lokasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Dalam ranah ini, terdapat 5 perusahaan yang dinyatakan telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), yakni PT GAG Nikel, PT PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham.

    Namun, KLH hanya melaporkan hasil temuan dari 4 perusahaan karena belum ada aktivitas pertambangan PT Nurham yang terekam.

    Lebih lanjut, Hanif menyebut aktivitas pengerukan nikel PT ASP di Pulau Manuran seluas 1.173 hektare dengan luas bukaan tambang 109,23 hektare.

    Dengan itu, ia mengklaim pemulihan atau rehabilitasi di pulau tersebut akan sulit dilakukan mengingat luas wilayahnya kecil.

  • 2
                    
                        Ketua PBNU Selaku Komisaris PT GAG Nikel Angkat Bicara soal Polemik Tambang di Raja Ampat
                        Surabaya

    2 Ketua PBNU Selaku Komisaris PT GAG Nikel Angkat Bicara soal Polemik Tambang di Raja Ampat Surabaya

    Ketua PBNU Selaku Komisaris PT GAG Nikel Angkat Bicara soal Polemik Tambang di Raja Ampat
    Tim Redaksi
    MALANG, KOMPAS.com
    – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (
    PBNU
    ) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi, angkat bicara terkait polemik pertambangan nikel di kawasan Kabupaten
    Raja Ampat
    , Papua Barat Daya, yang belakangan ini ramai.
    Fahrur Rozi merupakan salah satu anggota dewan Dewan Komisaris
    PT Gag Nikel
    , perusahaan yang mengelola pertambangan nikel di kawasan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
    Fahrur Rozi mengatakan bahwa
    Pulau Gag
    bukanlah destinasi wisata, melainkan wilayah dengan izin usaha pertambangan resmi yang dikelola oleh
    PT GAG Nikel
    .
    Izin eksplorasi di pulau ini telah berlaku sejak 1998, dan ditetapkan sebagai IUP (izin usaha pertambangan) sejak 2017.
    “Banyak foto hasil editan Al beredar luas, yang seolah-olah menampilkan keindahan Piaynemo berdampingan dengan foto dan video tambang nikel di Pulau Gag. Akibat narasi ini, banyak yang mengira lokasi tambang berada di kawasan wisata,” ujarnya melalui pesan singkat, Senin (9/6/2025).
    Fahrur menyebut bahwa secara geologi, Piaynemo adalah kawasan karst, yang tersusun dari batu gamping, bukan jenis batuan yang mengandung nikel.
    Sementara itu, nikel umumnya ditemukan di batuan ultrabasa seperti laterit atau peridotit.
    “Artinya, secara ilmiah, wilayah seperti Piaynemo tidak memiliki potensi nikel dan tidak mungkin untuk ditambang,” ucapnya. 
    “Ini bukan soal pro atau kontra, tapi soal tanggung jawab menyebarkan informasi akurat. Narasi menyesatkan bisa merusak kepercayaan publik dan dimanfaatkan pihak tertentu untuk agenda lain, termasuk narasi separatis untuk ‘memerdekakan Papua’,” katanya.
    Terkait polemik yang beredar di media sosial selama ini, yang menunjukkan bahwa pertambangan itu merusak lingkungan kawasan wisata Raja Ampat, Fahrur berharap agar pihak-pihak membuat narasi tersebut membuktikan pencemaran mana dan lingkungan yang bagaimana yang telah dirusak oleh pertambangan.
    “Masyarakat harus mendapatkan berita resmi yang sah dari kementerian terkait setelah dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat, sebaiknya jangan mudah percaya gorengan medsos,” ujarnya.
    Pengasuh Pondok Pesantren An Nur 1, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang itu menekankan bahwa isu lingkungan tetap penting untuk menjadi perhatian.
    Namun, harus disampaikan dengan jujur.
    “Mari kita kawal dan lindungi Raja Ampat dengan menyebarkan fakta, bukan narasi menyesatkan dan manipulasi,” katanya. 
    Lebih lanjut, Fahrur menyebut bahwa
    PT Gag nikel
    beroperasi dengan tertib sesuai AMDAL dan patuh terhadap peraturan pemerintah tentang konservasi lingkungan, serta dilakukan pemeriksaan secara rutin oleh tim kementerian KLH dan instansi terkait.
    “Selama ini tidak ada aturan yang dilanggar,” ujar dia. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tambang Nikel Raja Ampat: Kontroversi Perizinan hingga Tudingan Provokasi Asing

    Tambang Nikel Raja Ampat: Kontroversi Perizinan hingga Tudingan Provokasi Asing

    Bisnis.com, JAKARTA — Isu tambang nikel menjadi sorotan banyak pihak. Massifnya penambangan nikel di Sulawesi, Maluku Utara, hingga Papua, dianggap telah merusak lingkungan. Kasus di Raja Ampat, adalah salah satunya.

    Berdasarkan laporan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), terdapat 4 perusahaan yang melakukan aktivitas penambangan nikel di kawasan Raja Ampat.

    Keempat perusahaan tersebut yakni PT Gag Nikel (GN), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).

    PT Gag Nikel melakukan aktivtias penambangan di Pulau Gag dengan luas 6.030,53 hektare, PT Anugerah Surya Pratama memiliki luas bukaan tambang sekitar 109 hektare di pulau Manuran yang luasnya hanya 743 hektare.

    Sementara itu, PT Kawei Sejahtera Mining telah membuka lahan seluas 89,29 hektare di pulau Kawe yang hanya luasnya 4.561 hektare yang termasuk kawasan hutan, dan PT Mulia Raymond Perkasa membuka 2 kawasan tambang di Pulau Manyaifun seluas 21 hektare dan di Pulau Batang Pele seluas 2.000 hektare. 

    Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan sejumlah perusahaan tambang nikel didapati melakukan pelanggaran serius terhadap kaidah lingkungan.

    Salah satu temuan utama yakni aktivitas tambang ASP di Pulau Manuran. Pemerintah telah melakukan penyegelan lokasi dan tengah memproses penegakan hukum, termasuk kemungkinan sanksi pidana maupun perdata.

    “ASP ditemukan melakukan kegiatan pertambangan tanpa manajemen lingkungan yang memadai, menyebabkan pencemaran air laut dan kekeruhan tinggi di pantai,” ujarnya, Minggu (8/6/2025). 

    Dia menuturkan dokumen lingkungan ASP masih diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat. 

    “Kami akan minta dokumen itu untuk direview karena terbukti terjadi pencemaran serius. Bahkan, sistem pengelolaan lingkungannya belum tersedia,” kata Hanif.

    Selain itu, PT KSM ditemukan membuka lahan di luar izin pinjam pakai yang diberikan, sementara PT MRP hanya memiliki IUP dan belum memiliki dokumen lingkungan. Kegiatan di kedua lokasi ini telah dihentikan oleh tim pengawas KLH.

    “Kami menemukan adanya pembukaan lahan seluas 5 hektare di luar izin yang diberikan di PT KSM, dan ini sudah kami catat sebagai pelanggaran persetujuan lingkungan. Sementara PT MRP bahkan belum memiliki dokumen apa pun selain IUP. Karena berada di pulau kecil dan dalam kawasan lindung, akan sangat sulit bagi kami memberikan persetujuan lingkungan,” terangnya.

    Hanif menuturkan seluruh persetujuan lingkungan di kawasan Raja Ampat akan ditinjau kembali karena berada di pulau kecil. Hal ini mengacu pada UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta dua putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang secara tegas melarang kegiatan tambang di pulau kecil tanpa syarat.

    “Berdasarkan putusan hukum dan prinsip kehati-hatian ekologis, kami akan merekomendasikan peninjauan ulang terhadap seluruh persetujuan lingkungan di wilayah pulau kecil Raja Ampat,” ucapnya.

    Sementara itu, Gag Nikel termasuk ke dalam 13 perusahaan yang diperbolehkan untuk melanjutkan kontrak karya pertambangan di Kawasan Hutan hingga berakhirnya izin/perjanjian berdasarkan Keppres 41/2004 tetang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.

    Gag Nikel secara izin usaha pertambangan (IUP), dokumen perizinan, dan persetujuan lingkungan termasuk pinjam pakai lahan hutan sudah lengkap. Adapun hampir seluruh area di Raja Ampat merupakan kawasan hutan dan lahan yang digunakan oleh Gag Nikel merupakan kawasan hutan lindung. 

    “Memang pelaksanaan tambang nikel di Gag ini relatif memenuhi kaidah tentang lingkungan. Tingkat pencemaran yang nampak oleh mata hampir tidak terlalu serius, artinya kalo ada gejala ketidaktaatannya lebih ke minor-minor saja. Ini pandangan mata, perlu kajian mendalam,” tuturnya. 

    Namun demikian, pihaknya tak menampik adanya penambangan nikel berdampak pada terjadinya sedimentasi yang menutupi permukaan koral. Terlebih, seluruh pulau di kawasan Raja Ampat dikelilingi koral. Koral sebagai suatu habitat harus dijaga keberadaannya karena sangat penting bagi kehidupan manusia yang berada di pinggir laut. 

    “Yang perlu didalami lagi secara teknis kaidah lingkungan dipersyaratkan dalam penambangan nikel pulau Gag,” terang Hanif.

    Provokasi Asing

    Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meminta agar masyarakat tidak terpancing provokasi asing ihwal aktivitas penambangan nikel di Pulau Gag, kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Meski demikian, dia juga berjanji akan mengawal insiden tersebut.

    Politisi PAN ini menegaskan pentingnya menghimpun data yang lengkap dan akurat mengenai potensi pelanggaran yang diduga dilakukan pelaku usaha hingga terjadi kerusakan lingkungan di wilayah tersebut.

    “Karena banyaknya berita yang muncul di media sosial, saya berharap masyarakat jangan terpancing provokasi, khususnya dari elemen asing, sebelum kita benar-benar dapat memverifikasi temuan aktual di wilayah Raja Ampat,” tuturnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (9/6/2025).

    Anggota DPR RI Komisi XII tersebut kembali menegaskan pentingnya menjaga kedaulatan isu ini agar tidak ditunggangi kepentingan eksternal yang berpotensi memprovokasi masyarakat.

    “Kita patut waspada jika ada institusi atau LSM asing yang ikut menyulut kontroversi, sehingga masyarakat Indonesia bereaksi terhadap berita kerusakan yang terjadi padahal faktanya masih dikaji saat ini,” ucapnya.

    Di lain sisi, Eddy mengemukakan meskipun sektor pertambangan dan hilirisasi sangat diperlukan, tetapi pertambangan yang tidak taat aturan dan merusak lingkungan harus diganjar hukuman berat. 

    Seperti, pelakunya tidak diperbolehkan lagi melakukan kegiatan usaha pertambangan sampai kapanpun, dipidana hukuman penjara berat, dan mengganti rugi biaya lingkungan yanh rusak.

    “Raja Ampat adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa untuk Indonesia dan menjadi kebanggaan alam kita semua, sehingga jika ditemukan pelanggaran pertambangan, saya mendukung untuk ditindak hukum secara tegas dan berat,” ujarnya.

    Lebih jauh, Eddy mengakui bahwa Indonesia akan tercoreng wajahnya jika ternyata terjadi penambangan ilegal yang berimbas pada kawasan Raja Ampat. Pasalnya, itu destinasi wisata kelas dunia dan telah ditetapkan sebagai UNESCO sebagai Global Geopark.

    Sebelumnya, Plt Presiden Direktur PT Gag Nikel Arya Arditya menuturkan pihaknya menghormati dan menerima sepenuhnya keputusan yang disampaikan Menteri ESDM untuk menghentikan sementara kegiatan operasional di Pulau Gag, Raja Ampat. 

    Pihaknya menyadari akan pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap seluruh regulasi pemerintahan, khususnya terkait dengan perlindungan lingkungan. 

    “Gag Nikel telah memiliki seluruh perizinan operasi dan menjalankan operasional keberlanjutan sesuai dengan prinsip Good Mining Practices. Kami siap menyampaikan segala dokumen pendukung yang diperlukan dalam proses konfirmasi ke pihak Kementerian ESDM,” ujarnya dalam keterangan.

  • Polemik Tambang di Raja Ampat: Rusak Alam, Diprotes Masyarakat, dan Dalih Pemerintah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Juni 2025

    Polemik Tambang di Raja Ampat: Rusak Alam, Diprotes Masyarakat, dan Dalih Pemerintah Nasional 9 Juni 2025

    Polemik Tambang di Raja Ampat: Rusak Alam, Diprotes Masyarakat, dan Dalih Pemerintah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Raja Ampat, salah satu destinasi wisata di Papua Barat Daya, kembali menarik perhatian.
    Bukan karena keindahan alamnya, melainkan fakta bahwa adanya tambang-
    tambang nikel
    yang merusak lingkungan.
    Laporan itu datang dari
    Greenpeace Indonesia
    .
    Organisasi ini bahkan menyebut penambangan nikel di Raja Ampat, Papua, terjadi di sejumlah pulau kecil, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
    Padahal, ketiga pulau ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena termasuk pulau-pulau kecil yang tidak boleh ditambang.
    “Dari sebuah perjalanan menelusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran,” ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).
    Seturut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.
    Berdasarkan sejumlah dokumentasi yang didapat, terlihat ada limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir.
    Limpasan tanah ini muncul karena pembabatan hutan dan pengerukan tanah.
    Kemudian, adanya sedimentasi ini berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.
    Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, masih ada dua pulau kecil lain di
    Raja Ampat
    yang terancam tambang nikel.
    Kedua pulau ini adalah Pulau Batang Pele dan Manyaifun.
    Kedua pulau ini bersebelahan dan jaraknya kurang lebih 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang gambarnya terpacak di uang pecahan Rp 100.000.
     
    Penambangan di Raja Ampat diprotes masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
    Media sosial ramai dengan hashtag #SaveRajaAmpat.
    Beberapa di antara mereka pun mengeklaim memiliki keinginan untuk berwisata ke sana, namun kecewa lantaran tambang-tambang nikel berpotensi merusak alam lebih dulu sebelum kedatangan wisatawan.
    Menteri Pariwisata Widianti Putri Wardhana menyebut, masyarakat adat menolak adanya tambang di Raja Ampat.
    Hal ini diketahui dalam kunjungannya ke Raja Ampat bersama DPR RI.
    “Dalam kunjungan tersebut, masyarakat menyampaikan penolakan terhadap rencana pemberian izin pertambangan baru. Mereka menegaskan bahwa ekosistem dan identitas Raja Ampat yang harus dijaga sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif,” ungkap Widianti.
    Usai polemik mencuat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghentikan sementara kegiatan operasional
    tambang nikel di Raja Ampat
    , Papua Barat Daya.
    Penghentian sementara kegiatan operasional tambang nikel di Raja Ampat dilakukan seiring adanya kekhawatiran masyarakat dan aktivis lingkungan terhadap potensi kerusakan ekosistem Raja Ampat akibat aktivitas pertambangan.
    “(Dihentikan sejak) mulai saya ngomong. Tapi, melarang itu bukan seterusnya, untuk sementara,” ujar Bahlil, dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
    Ia mengatakan, ada beberapa izin pertambangan nikel di Raja Ampat, namun saat ini hanya satu yang beroperasi, yakni Kontrak Karya (KK) yang dimiliki oleh PT Gag Nikel (GAK), anak perusahaan PT Antam Tbk.
    Saat ini, tim Kementerian ESDM pun sedang melakukan pengecekan terhadap tambang nikel tersebut.
    Bahlil menyebut penghentian sementara operasional tambang ini akan berlangsung hingga tim Kementerian ESDM menyelesaikan proses verifikasi dan evaluasi terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat.
    “Kegiatan produksinya disetop dulu sampai menunggu hasil peninjauan verifikasi dari tim saya di lapangan,” kata dia.
     
    Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memberikan sanksi terhadap empat perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
    Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, keempat perusahaan terdiri dari PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
    Prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan akan menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran lingkungan.
    “Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” kata Hanif, dalam keterangannya, Kamis (5/6/2025).
    Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.
    Sejatinya, keempat perusahaan telah mengantongi izin usaha pertambangan atau IUP.
    Namun, hanya PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, serta PT Anugerah Surya Pratama yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
    PT Anugerah Surya Pratama, perusahaan penanaman modal asing China, menambang Pulau Manuran seluas 746 hektar tanpa sistem manajemen lingkungan ataupun pengelolaan air limbah larian.
    “Di lokasi ini, KLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas,” ungkap dia.
    PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas sekitar 6.030 hektar.
    Kedua pulau ini tergolong pulau kecil sehingga aktivitas penambangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
    Pihaknya kini tengah mengevaluasi persetujuan lingkungan PT Anugerah Surya Pratama dan PT Gag Nikel.
    Apabila terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, ucap Hanif, izin lingkungan perusahaan bakal dicabut.
    “PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan,” ujar Hanif.
    Sementara, PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektar di Pulau Kawe.
    Aktivitas tersebut menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai.
    KLH memberikan sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan, dan perusahaan terancam dikenakan pasal perdata.
    Hanif menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.
    MK menegaskan, penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan, melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.
     
    Kendati demikian, protes terus berlanjut setelah Bahlil menghentikan sementara izin operasinya.
    Menurut Greenpeace, langkah tersebut hanya bersifat kosmetik.
    “Kami menganggap ini cuma sekadar upaya pemerintah untuk meredam isu sementara waktu, tanpa mau melakukan peninjauan secara menyeluruh. Padahal kan sudah jelas (penerbitan IUP) itu melanggar UU. Kenapa sih tidak berani mencabut?” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik.
    Greenpeace mencatat, pembukaan lahan untuk tambang telah menghancurkan lebih dari 500 hektar vegetasi alami, termasuk 300 hektar di Pulau Gag.
    Dampaknya tak hanya di darat. Sedimentasi dari pembukaan lahan menyebabkan lumpur mengalir ke laut dan menimbun terumbu karang.
    “Karang-karang ini banyak yang mati,” ujar Iqbal.
    Protes masyarakat juga tak terbendung ketika Bahlil datang ke lokasi pada Sabtu, pekan lalu.
    Massa aktivis lingkungan dan warga adat Papua meneriakkan yel-yel “Bahlil Penipu”, sebagai bentuk protes atas ketidakjujuran pemerintah dalam menangani aktivitas tambang nikel di wilayah Raja Ampat.
    Teriakan “Bahlil Penipu” bergema sesaat setelah perwakilan menteri mengundang massa untuk berdialog.
    Namun, niat dialog itu berubah menjadi kemarahan ketika massa mengetahui bahwa Menteri Bahlil keluar dari bandara melalui pintu belakang pada pukul 07.02 WIT.
    Tindakan tersebut memicu kekecewaan mendalam dari para demonstran, yang sebelumnya telah berharap bisa menyampaikan aspirasi secara langsung.
    “Bahlil penipu, karena dia hanya menyebut satu perusahaan, yaitu PT Gag Nikel, padahal di Raja Ampat ada empat perusahaan besar yang beroperasi,” kata Uno Klawen, seorang pemuda adat Raja Ampat.
    Uno mengatakan, selain PT Gag Nikel, terdapat tiga perusahaan lain yang juga masih aktif beroperasi di Raja Ampat, yaitu PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
    Ia menilai sikap Bahlil yang menghindari massa sebagai bukti ketidakjujuran dan kurangnya keberpihakan pada rakyat.
    “Kami sebagai anak adat Raja Ampat meminta negara jangan tutup mata terhadap permainan elite pusat. Alam kami dirusak dan dirampok atas nama pembangunan,” tegas Uno.
     
    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, luas lahan Pulau Gag yang dibuka untuk pertambangan nikel tidak terlalu besar.
    Ia diketahui turut meninjau langsung aktivitas tambang nikel di Pulau Gag, bersama Bahlil.
    Selain itu, ia juga menyoroti total bukaan lahan yang sudah direklamasi oleh PT GAG Nikel.
    “Secara total, bukaan lahannya enggak besar-besar amat. Dari total 263 hektar, 131 hektar sudah reklamasi dan 59 hektar sudah dianggap berhasil reklamasinya,” ucap Tri.
    Berdasarkan pantauan Tri dari udara dengan helikopter, ia mengeklaim tidak terlihat sedimentasi area pesisir.
    Oleh karena itu, ia menilai tambang GAG tidak bermasalah.
    “Secara keseluruhan, tambang enggak ada masalah,” kata dia.
    Terbaru, Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, justru mengatakan, hampir sebagian besar masyarakat di Pulau Gag menolak perusahaan eksplorasi nikel ditutup.
    Alasannya, sebagian besar mata pencarian masyarakat di pulau itu dari aktivitas tambang.
    Orideko menyebutkan, tidak ada pencemaran lingkungan di laut sekitar lokasi tambang.
    Hal ini berdasarkan hasil kunjungan Menteri ESDM dan Gubernur Papua Barat Daya ke Pulau Gag.
    “Jadi informasi yang beredar kita pantau langsung, ternyata kita tidak dapat pencemaran lingkungan seperti yang beredar di medsos. Saya apresiasi dengan PT Gag Nikel yang terus melakukan pengawasan melalui amdal agar tidak ditemukan bermasalah ke depan,” kata Orideko, di Sorong pada Senin (9/6/2025).
    Ia pun mengeklaim kunjungan wisatawan ke Raja Ampat masih normal.
    “Saya dapat pesan dari masyarakat Pulau Gag Nikel untuk sampaikan kepada Bapak Menteri Bahlil, mereka tidak mau Pak Menteri tutup tambang itu, yang masyarakat inginkan itu,” tutur dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.