Roy Suryo Jamin Partai Biru Tempatnya Jadi Waketum Dulu Tak Terkait Isu Ijazah Jokowi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pakar telematika Roy Suryo menegaskan, partai tempat dulu dia bernaung tidak ada sangkut pautnya dengan isu ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo.
Roy menanggapi tudingan adanya partai biru di balik isu itu.
Roy Suryo mengakui dirinya pernah berada di ‘partai biru’ selama 15 tahun, bahkan sampai menjabat wakil ketua umum (waketum) di sana.
Partai tempat Roy Suryo bergabung saat itu adalah Partai Demokrat.
“Benar bahwa dulu saya adalah berasal pernah ada di partai politik, saya pernah wakil ketua umum di situ, dan 15 tahun saya partai politik. Saya sebut saja, karena partai politik saya dulu warnanya biru,” kata Roy seperti dikutip dari Kompas TV, Senin (28/7/2025).
“Tapi benar-benar saya insyaallah jamin, tidak ada. Dan bahkan kami itu meskipun saya hubungannya masih sangat baik ya, dengan beliau yang katanya mau dituduh itu, yang mau majukan anak, enggak ada sama sekali,” lanjut Roy Suryo.
Roy Suryo menekankan, pimpinan dari ‘partai biru’ adalah sosok negarawan yang tidak akan pernah cawe-cawe seperti Jokowi.
Roy pun menegaskan tidak ada penyokong dana atau bohir di balik isu ini. Meskipun, dia tidak menampik tudingan-tudingan tersebut sering darang kepadanya.
Menurutnya, tudingan itu ngaco dan bohong.
“Tuduhan-tuduhan ini (disokong bohir) adalah bohong dan nol besar. Kami itu peneliti, kami itu scientist. Saya, Dokter Tifa, Doktor Rismon, (tuduhan) yang ngaco semacam ini, itu bukan sekali dua kali saya dengar ya,” ujar Roy.
Roy Suryo menekankan, dirinya tidak memiliki niat apa pun terkait dengan isu ijazah palsu Jokowi.
Dia bahkan mengeklaim juga tidak memiliki niat untuk memenjarakan Jokowi.
“Kalaupun misalnya terbukti ijazah ini misalnya memang benar-benar palsu, dan insyaallah memang palsu, karena buktinya sudah mengarah ke sana, skripsinya juga palsu, tidak ada niat kami sedikitpun untuk memenjarakan atau mempidanakan orang yang punya ijazah, itu urusan hukum. Artinya kami tidak berpikir politik sama sekali,” tegas Roy Suryo.
Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra membantah partainya merupakan ‘partai biru’ yang menjadi dalang di balik isu dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Herzaky menekankan, tudingan itu merupakan fitnah tak berdasar.
“Tuduhan tersebut adalah fitnah yang tidak berdasar. Istilah ‘partai biru’ yang diarahkan kepada Partai Demokrat merupakan upaya insinuatif yang menyesatkan dan mencemarkan nama baik kami,” ujar Herzaky dalam keterangannya, Minggu (27/7/2025) malam.
Herzaky menegaskan, Roy Suryo yang terus-terusan beropini terkait dugaan ijazah palsu Jokowi sudah bukan lagi bagian dari Partai Demokrat.
Menurutnya, Roy Suryo telah mengundurkan diri sejak tahun 2019.
Keputusan tersebut diterima karena adanya perbedaan pandangan yang tidak lagi sejalan dengan arah kebijakan partai.
Lalu, Herzaky mengeklaim hubungan antara keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarga Jokowi sangat baik dan penuh saling hormat.
“Putra sulung Bapak Jokowi, Bapak Gibran Rakabuming Raka, Wapres RI, dan Bapak Kaesang, Ketum Umum PSI, menghadiri Kongres V Partai Demokrat yang dipimpin oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),” ucapnya.
“Mas AHY yang kebetulan sedang merawat ayahnya, telah mengutus Sekjen Herman Khaeron dan Waketum Teuku Riefky Harsya untuk menghadiri Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep,” sambung Herzaky.
Kemudian, Herzaky turut menyinggung Wapres Gibran yang bahkan menjenguk langsung SBY di RSPAD saat dirawat beberapa waktu lalu.
Dia menilai, hubungan ini mencerminkan keharmonisan yang kuat antarkeluarga, dan tidak pantas dijadikan sasaran provokasi.
“Kami mencermati adanya pihak-pihak yang mencoba mengail di air keruh, dengan memanfaatkan isu ini untuk mengadu domba antara Bapak SBY dan Bapak Jokowi. Tindakan seperti ini sangat tidak etis, berpotensi merusak ruang publik, dan sama sekali tidak mencerminkan semangat demokrasi yang sehat,” katanya.
“Demikian klarifikasi resmi dari kami. Semoga pernyataan ini dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat dan meredam upaya adu domba yang tidak bertanggung jawab,” imbuh Herzaky.
Munculnya isu partai biru berawal dari pernyataan Jokowi soal ada orang besar di balik sejumlah isu yang menimpanya, yaitu ijazah palsu dan wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi menyebut ada manuver politik besar di balik serangan-serangan tersebut.
“Kan saya sudah sampaikan, feeling saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan,” kata Jokowi saat ditemui di Solo, Jawa Tengah.
Menurutnya, serangkaian isu yang menyerang dirinya dan keluarga berkaitan erat dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan politik.
“Artinya memang ada orang besar, ada yang back up, ya itu saja,” jelas Jokowi, tanpa menyebutkan nama.
Jokowi juga menyebut bahwa keterlibatan elite politik dalam dinamika ini bukan lagi menjadi rahasia.
Namun, Jokowi tidak menyinggung apa pun soal partai maupun warna partai.
Isu partai biru pun muncul setelah Sekjen Peradi Bersatu sekaligus pelapor Roy Suryo dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, Ade Darmawan, diundang dalam wawancara bersama Kompas TV.
Ade menyebut tidak bisa menuduh langsung siapa sosok yang dimaksud Jokowi itu.
Ade hanya meminta agar publik melihat baju yang dia kenakan terkait dalang isu ijazah palsu Jokowi.
Dalam tayangan itu, Ade sedang memakai baju biru.
“Nah ini kalau ini kita tidak bisa langsung menuduh ya, mungkin di sini dugaan-dugaan saja. Tetapi saya tidak bisa langsung menjurus ke sana. Tetapi dengan tampilan saya, mungkin teman-teman Kompas TV dan teman-teman pemirsa dari Kompas seluruh Indonesia sudah melihat saya tampilan hari ini saya berbaju apa,” kata Ade, seperti dikutip dari Kompas TV pada Senin (28/7/2025) dini hari.
“Sisa men-challenge saja, mencari pemikiran sendiri, berpikir masyarakat sendiri, bahwa siapa kira-kira dalangnya. Saat ini saya berbaju apa? Nah itu mungkin salah satu clue yang bisa saya sampaikan,” imbuhnya.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono juga telah membantah tudingan itu. Dia mengatakan hal tersebut sebagai fitnah.
“Fitnah besar itu,” ujar AHY di sela kunjungan kerjanya ke Desa Golong, Narmada, Lombok Barat, Minggu (27/7/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
provinsi: NUSA TENGGARA BARAT
-
/data/photo/2025/07/09/686dded6a6bb4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Roy Suryo Jamin Partai Biru Tempatnya Jadi Waketum Dulu Tak Terkait Isu Ijazah Jokowi Nasional
-
/data/photo/2025/07/07/686b8d9dea7b9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Roy Suryo Bantah Ada Bohir di Balik Isu Ijazah Jokowi: Bohong, Kami Itu Peneliti! Nasional 28 Juli 2025
Roy Suryo Bantah Ada Bohir di Balik Isu Ijazah Jokowi: Bohong, Kami Itu Peneliti!
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pakar telematika
Roy Suryo
menegaskan tidak ada penyokong dana atau bohir di balik isu
ijazah palsu
Presiden ke-7
Joko Widodo
(Jokowi).
Roy mengakui tudingan-tudingan tersebut memang sering datang kepadanya.
Menurutnya, tudingan itu ngaco dan bohong.
“Tuduhan-tuduhan ini (disokong bohir) adalah bohong dan nol besar. Kami itu peneliti, kami itu scientist. Saya, Dokter Tifa, Doktor Rismon, (tuduhan) yang ngaco semacam ini, itu bukan sekali dua kali saya dengar ya,” ujar Roy, seperti dikutip dari Kompas TV, Senin (28/7/2025).
Roy Suryo menekankan, dirinya tidak memiliki niat apa pun terkait dengan isu ijazah palsu Jokowi.
Dia bahkan mengeklaim juga tidak memiliki niat untuk memenjarakan Jokowi.
“Kalaupun misalnya terbukti ijazah ini misalnya memang benar-benar palsu, dan insyaallah memang palsu, karena buktinya sudah mengarah ke sana, skripsinya juga palsu, tidak ada niat kami sedikitpun untuk memenjarakan atau mempidanakan orang yang punya ijazah, itu urusan hukum. Artinya kami tidak berpikir politik sama sekali,” tegas Roy Suryo.
Roy Suryo mengakui dirinya pernah berada di ‘partai biru’ selama 15 tahun, bahkan sampai menjabat wakil ketua umum (waketum) di sana.
Partai tempat Roy Suryo bergabung saat itu adalah
Partai Demokrat
.
Namun, Roy Suryo menjamin, mantan partainya itu tidak ada kaitannya dengan isu ijazah palsu Jokowi.
“Benar bahwa dulu saya adalah berasal pernah ada di partai politik, saya pernah wakil ketua umum di situ, dan 15 tahun saya partai politik. Saya sebut saja, karena partai politik saya dulu warnanya biru,” katanya.
“Tapi benar-benar saya insyaallah jamin, tidak ada. Dan bahkan kami itu meskipun saya hubungannya masih sangat baik ya, dengan beliau yang katanya mau dituduh itu, yang mau majukan anak, enggak ada sama sekali,” lanjut Roy Suryo.
Roy Suryo menekankan, pimpinan dari ‘partai biru’ adalah sosok negarawan yang tidak akan pernah cawe-cawe seperti Jokowi.
Dia meyakini, sosok tersebut tidak pernah kepikiran untuk melindungi anaknya di Pemilu 2029 mendatang.
“Jadi saya jawab dengan tegas ya, tidak ada nuansa politik apapun, niat politik kecil banget pun enggak ada. Beda dengan mereka yang niatnya memang sudah politik, ingin terus mengawal sampai 2029, bahkan niat buruk untuk memenjarakan kami. Enggak ada sama sekali,” ucapnya.
Roy Suryo pun kembali menegaskan tidak ada bohir di balik isu yang dia perjuangkan ini.
Dia bahkan berani membuka rekeningnya untuk membuktikan tudingan bohir tersebut.
“Tidak ada (bohir) sama sekali. Kalau perlu silakan buka rekening saya. Tampak kalau ada,” imbuh Roy Suryo.
Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra membantah partainya merupakan ‘partai biru’ yang menjadi dalang di balik isu dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Herzaky menekankan, tudingan itu merupakan fitnah tak berdasar.
“Tuduhan tersebut adalah fitnah yang tidak berdasar. Istilah ‘partai biru’ yang diarahkan kepada Partai Demokrat merupakan upaya insinuatif yang menyesatkan dan mencemarkan nama baik kami,” ujar Herzaky dalam keterangannya, Minggu (27/7/2025) malam.
Herzaky menegaskan, Roy Suryo yang terus-terusan beropini terkait dugaan ijazah palsu Jokowi sudah bukan lagi bagian dari Partai Demokrat.
Menurutnya, Roy Suryo telah mengundurkan diri sejak tahun 2019.
Keputusan tersebut diterima karena adanya perbedaan pandangan yang tidak lagi sejalan dengan arah kebijakan partai.
Lalu, Herzaky mengeklaim hubungan antara keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarga Jokowi sangat baik dan penuh saling hormat.
“Putra sulung Bapak Jokowi, Bapak Gibran Rakabuming Raka, Wapres RI, dan Bapak Kaesang, Ketum Umum PSI, menghadiri Kongres V Partai Demokrat yang dipimpin oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),” ucapnya.
“Mas AHY yang kebetulan sedang merawat ayahnya, telah mengutus Sekjen Herman Khaeron dan Waketum Teuku Riefky Harsya untuk menghadiri Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep,” sambung Herzaky.
Kemudian, Herzaky turut menyinggung Wapres Gibran yang bahkan menjenguk langsung SBY di RSPAD saat dirawat beberapa waktu lalu.
Dia menilai, hubungan ini mencerminkan keharmonisan yang kuat antarkeluarga, dan tidak pantas dijadikan sasaran provokasi.
“Kami mencermati adanya pihak-pihak yang mencoba mengail di air keruh, dengan memanfaatkan isu ini untuk mengadu domba antara Bapak SBY dan Bapak Jokowi. Tindakan seperti ini sangat tidak etis, berpotensi merusak ruang publik, dan sama sekali tidak mencerminkan semangat demokrasi yang sehat,” katanya.
“Demikian klarifikasi resmi dari kami. Semoga pernyataan ini dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat dan meredam upaya adu domba yang tidak bertanggung jawab,” imbuh Herzaky.
Munculnya isu partai biru berawal dari pernyataan Jokowi soal ada orang besar di balik sejumlah isu yang menimpanya, yaitu ijazah palsu dan wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi menyebut ada manuver politik besar di balik serangan-serangan tersebut.
“Kan saya sudah sampaikan, feeling saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan,” kata Jokowi saat ditemui di Solo, Jawa Tengah.
Menurutnya, serangkaian isu yang menyerang dirinya dan keluarga berkaitan erat dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan politik.
“Artinya memang ada orang besar, ada yang back up, ya itu saja,” jelas Jokowi, tanpa menyebutkan nama.
Jokowi juga menyebut bahwa keterlibatan elite politik dalam dinamika ini bukan lagi menjadi rahasia.
Namun, Jokowi tidak menyinggung apa pun soal partai maupun warna partai.
Isu partai biru pun muncul setelah Sekjen Peradi Bersatu sekaligus pelapor Roy Suryo dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, Ade Darmawan, diundang dalam wawancara bersama Kompas TV.
Ade menyebut tidak bisa menuduh langsung siapa sosok yang dimaksud Jokowi itu.
Ade hanya meminta agar publik melihat baju yang dia kenakan terkait dalang isu ijazah palsu Jokowi.
Dalam tayangan itu, Ade sedang memakai baju biru.
“Nah ini kalau ini kita tidak bisa langsung menuduh ya, mungkin di sini dugaan-dugaan saja. Tetapi saya tidak bisa langsung menjurus ke sana. Tetapi dengan tampilan saya, mungkin teman-teman Kompas TV dan teman-teman pemirsa dari Kompas seluruh Indonesia sudah melihat saya tampilan hari ini saya berbaju apa,” kata Ade, seperti dikutip dari Kompas TV pada Senin (28/7/2025) dini hari.
“Sisa men-challenge saja, mencari pemikiran sendiri, berpikir masyarakat sendiri, bahwa siapa kira-kira dalangnya. Saat ini saya berbaju apa? Nah itu mungkin salah satu clue yang bisa saya sampaikan,” imbuhnya.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono juga telah membantah tudingan itu. Dia mengatakan hal tersebut sebagai fitnah.
“Fitnah besar itu,” ujar AHY di sela kunjungan kerjanya ke Desa Golong, Narmada, Lombok Barat, Minggu (27/7/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/07/686b8d9dea7b9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Demokrat: Roy Suryo yang Beropini Ijazah Palsu Jokowi Bukan Bagian Partai Kami Nasional
Demokrat: Roy Suryo yang Beropini Ijazah Palsu Jokowi Bukan Bagian Partai Kami
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Juru Bicara
Partai Demokrat
, Herzaky Mahendra Putra, menekankan bahwa pakar telematika sekaligus eks Menpora,
Roy Suryo
, sudah bukan kader mereka lagi.
Herzaky menyebut Roy Suryo telah mundur dari Demokrat sejak tahun 2019.
“Saudara Roy Suryo yang beropini terkait ‘dugaan
ijazah palsu
‘, bukan lagi bagian dari Partai Demokrat. Ia telah mengundurkan diri sejak tahun 2019,” ujar Herzaky dalam keterangannya, Minggu (27/7/2025) malam.
Herzaky menyampaikan bahwa keputusan pengunduran diri Roy Suryo tersebut diterima karena adanya perbedaan pandangan yang tidak lagi sejalan dengan arah kebijakan partai.
Dia pun menekankan bahwa Partai Demokrat bukan ‘partai biru’ yang disebut sebagai dalang di balik isu ijazah palsu Presiden ke-7, Joko Widodo (
Jokowi
).
Sebelumnya, Roy Suryo menegaskan tidak ada penyokong dana atau bohir di balik isu ijazah palsu Jokowi.
Roy mengakui tudingan-tudingan tersebut memang sering datang kepadanya.
Menurutnya, tudingan itu ngaco dan bohong.
“Tuduhan-tuduhan ini (disokong bohir) adalah bohong dan nol besar. Kami itu peneliti, kami itu
scientist
. Saya, Dokter Tifa, Doktor Rismon, (tuduhan) yang ngaco semacam ini, itu bukan sekali dua kali saya dengar ya,” ujar Roy, seperti dikutip dari Kompas TV, Senin (28/7/2025) dini hari.
Roy Suryo menekankan bahwa dirinya tidak memiliki niat apapun terkait dengan isu ijazah palsu Jokowi.
Dia bahkan mengeklaim juga tidak memiliki niat untuk memenjarakan Jokowi.
“Kalaupun misalnya terbukti ijazah ini misalnya memang benar-benar palsu, dan insyaallah memang palsu, karena buktinya sudah mengarah ke sana, skripsinya juga palsu, tidak ada niat kami sedikitpun untuk memenjarakan atau mempidanakan orang yang punya ijazah, itu urusan hukum. Artinya kami tidak berpikir politik sama sekali,” tegas Roy Suryo.
Kemudian, Roy Suryo mengakui dirinya pernah berada di ‘partai biru’ selama 15 tahun, bahkan sampai menjabat wakil ketua umum (waketum) di sana.
Roy Suryo menjamin mantan partainya itu tidak ada kaitannya dengan isu ijazah palsu Jokowi.
“Benar bahwa dulu saya berasal dari partai politik, saya pernah wakil ketua umum di situ, dan 15 tahun saya di partai politik. Saya sebut saja, karena partai politik saya dulu warnanya biru,” katanya.
“Tapi benar-benar saya insyaallah jamin, tidak ada. Dan bahkan kami itu meskipun saya hubungannya masih sangat baik ya, dengan beliau yang katanya mau dituduh itu, yang mau majukan anak, enggak ada sama sekali,” lanjut Roy Suryo.
Munculnya isu partai biru berawal dari pernyataan Jokowi soal ada orang besar di balik sejumlah isu yang menimpanya, yaitu ijazah palsu dan wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi menyebut ada manuver politik besar di balik serangan-serangan tersebut.
“Kan saya sudah sampaikan,
feeling
saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan,” kata Jokowi saat ditemui di Solo, Jawa Tengah.
Menurutnya, serangkaian isu yang menyerang dirinya dan keluarga berkaitan erat dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuatan politik.
“Artinya memang ada orang besar, ada yang
back up
, ya itu saja,” jelas Jokowi, tanpa menyebutkan nama.
Jokowi juga menyebut bahwa keterlibatan elite politik dalam dinamika ini bukan lagi menjadi rahasia.
Namun, Jokowi tidak menyinggung apa pun soal partai maupun warna partai.
Isu partai biru pun muncul setelah Sekjen Peradi Bersatu sekaligus pelapor Roy Suryo dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, Ade Darmawan, diundang dalam wawancara bersama Kompas TV.
Ade menyebut tidak bisa menuduh langsung siapa sosok yang dimaksud Jokowi itu.
Ade hanya meminta agar publik melihat baju yang dia kenakan terkait dalang isu ijazah palsu Jokowi.
Dalam tayangan itu, Ade sedang memakai baju biru.
“Nah ini kalau ini kita tidak bisa langsung menuduh ya, mungkin di sini dugaan-dugaan saja. Tetapi saya tidak bisa langsung menjurus ke sana. Tetapi dengan tampilan saya, mungkin teman-teman Kompas TV dan teman-teman pemirsa dari Kompas seluruh Indonesia sudah melihat saya tampilan hari ini saya berbaju apa,” kata Ade, seperti dikutip dari Kompas TV pada Senin (28/7/2025) dini hari.
“Sisa men-
challenge
saja, mencari pemikiran sendiri, berpikir masyarakat sendiri, bahwa siapa kira-kira dalangnya. Saat ini saya berbaju apa? Nah itu mungkin salah satu clue yang bisa saya sampaikan,” imbuhnya.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono juga telah membantah tudingan itu. Dia mengatakan hal tersebut sebagai fitnah.
“Fitnah besar itu,” ujar AHY di sela kunjungan kerjanya ke Desa Golong, Narmada, Lombok Barat, Minggu (27/7/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Formas VIII Diharapkan Jadi Pemanasan NTB Menuju PON 2028
NTB – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) diharapkan dapat memanfaatkan Festival Olahraga Masyarakat Nasional (Fornas) VIII 2025 sebagai pemanasan sebelum menjadi tuan rumah PON 2028 bersama NTT. Hal itu disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya saat melepas peserta nomor lomba trail Fornas VIII yang digelar di Sembalun, Lombok Timur, Minggu.
“Fornas ini dapat dimanfaatkan untuk melatih kesiapan Pemprov NTB menuju PON 2028. Mudah-mudahan lokasi ini juga nanti bisa digunakan,” kata Bima didampingi wakil Bupati Lombok Timur HM Edwin Hadiwijaya, dikutip dari ANTARA, 28 Juli.
Bima mengapresiasi pengurus Asosiasi Lari Trail Indonesia (ALTI) di semua tingkatan atas keterlibatan mereka menyukseskan Fornas VIII.
Ia meyakini lari trail sebagai salah satu olahraga rekreasi memiliki dampak luas terhadap perekonomian daerah, karena erat kaitannya dengan sektor pariwisata dan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan di NTB.
“Karena ALTI ini banyak irisannya, salah satunya dengan pariwisata dan tourism. Jadi sangat berdampak pada ekonomi masyarakat,” katanya.
Secara khusus, Bima menyoroti Sembalun yang disebutnya sebagai salah satu kawasan terbaik di Indonesia. Terletak di kaki Gunung Rinjani, Bima menyebut Sembalun sangat cocok untuk olahraga berbasis alam dan memiliki potensi kuat untuk ditingkatkan sebagai lokasi event nasional.
“Para pelari sangat bahagia, karena bisa berlari di Sembalun, yang merupakan satu dari sekian banyak surga berlari di Indonesia,” katanya.
Fornas VIII diikuti oleh kontingen 38 provinsi dengan total 12.378 penggiat pertandingan, 3.870 perangkat pertandingan dan ofisial, 74 induk organisasi olahraga (Inorga) dengan 847 nomor pertandingan, 13 Inorga eksibisi, dan 3 Inorga undangan Gubernur NTB.
Total peserta yang hadir ke Nusa Tenggara Barat melalui Fornas VIII mencapai lebih dari 18.000 orang dengan proyek perputaran ekonomi sebesar lebih dari Rp800 miliar.
-

AHY Bantah Partai Demokrat sebagai Dalang Isu Ijazah Palsu Jokowi: Itu Fitnah Besar!
GELORA.CO – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membantah keras spekulasi yang muncul jika partainya berada di balik isu ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). AHY menyebut tuduhan tersebut sebagai fitnah yang tidak berdasar.
“Fitnah, fitnah, fitnah itu,” tegas AHY saat ditemui di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (27/7/2025).
Spekulasi ini menyasar Demokrat pasca pernyataan Jokowi yang menyebut adanya “tokoh besar” di balik isu ijazah palsu dan wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Sebelumnya, Jokowi menyebut Roy Suryo sebagai salah satu penggerak isu tersebut, namun menegaskan bahwa Roy “tidak bermain sendiri” dan diduga mendapat dukungan dari pihak yang lebih besar.
“Artinya, memang ada orang besar. Ada yang mem-backup. Itu aja,” ujar Jokowi.
Selain menanggapi isu tersebut, AHY yang juga menjabat Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan tengah melakukan kunjungan kerja di NTB. Selama di NTB, AHY melakukan sejumlah kegiatan, seperti Membuka Festival Olahraga Masyarakat Nasional (Fornas) VIII 2025 di halaman Kantor Gubernur NTB, Sabtu malam.
Kemudian, lari pagi di area Car Free Day (CFD) Udayana, Mataram dan wisata kuliner lokal seperti Soto Sugisah di Selaparang.
Selanjutnya melepas peserta komunitas sepeda tua Indonesia di eks Bandara Selaparang, menyerahkan sertifikat tanah elektronik kepada warga Desa Golong, Kecamatan Narmada, Lombok Barat dan meninjau Dam Irigasi Pengga di Lombok Tengah. AHY mengatakan, akan terus mendorong pembangunan infrastruktur di NTB yang berkelanjutan.
“Kami akan mendorong semaksimal mungkin percepatan pembangunan infrastruktur di NTB, tentu dengan mengedepankan kearifan lokal serta kelestarian alam dan lingkungan,” ujarnya.
-

Revisi pemilu perlu pertimbangkan target nasional
Tangkapan layar – Wamendagri Bima Arya saat mengikuti diskusi secara daring yang digelar Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Minggu (27/7/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.
Wamendagri: Revisi pemilu perlu pertimbangkan target nasional
Dalam Negeri
Editor: Widodo
Minggu, 27 Juli 2025 – 18:47 WIBElshinta.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menilai bahwa revisi sistem pemilihan umum (pemilu) perlu mempertimbangkan terhadap kepentingan nasional dan konteks kondisi global.
Dia menjelaskan bahwa di masa pasca-reformasi, semangat bangsa Indonesia adalah euforia dalam membuka keran demokratisasi. Namun, kata dia, kondisi saat ini dimensinya berbeda karena bangsa tengah menargetkan untuk Indonesia Emas tahun 2045.
“Jadi kita harus mengaca pada negara-negara yang kemudian sistem demokrasinya bahkan menjadi kendala tercapainya target-target ekonomi, target-target kesejahteraan,” kata Bima dalam diskusi daring yang digelar Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, kepentingan nasional untuk mencapai target Indonesia Emas tahun 2045 sudah cukup jelas. Hal itu, kata dia, didukung oleh data-data dan prediksi untuk menjadi negara maju.
“Nah menuju ke sana kita tentu harus kita pikirkan betul racikan politik seperti apa ya,” kata dia.
Jangan sampai, kata dia, revisi sistem pemilu yang dilakukan justru saling mengunci kondisi politik. Menurut dia, sistem politik yang tercipta perlu memastikan pertumbuhan ekonomi, hilirisasi, hingga investasi.
Selain itu, dia mengatakan bahwa saat ini generasi muda juga perlu disiapkan untuk masuk ke panggung politik untuk menghadapi visi Indonesia Maju dalam 20 tahun mendatang.
Dia pun menyoroti bahwa pemisahan pemilu bisa berpotensi menciptakan inkompatibilitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pasalnya, menurut dia, saat ini kondisi pemerintahan pusat dan daerah sedang dalam kondisi yang nyaman karena perencanaan anggaran bisa kembali digelar secara bersamaan. Dengan kesamaan itu, menurut dia, target yang dituju juga bisa menjadi sama.
“Nah tiba-tiba dibenturkan dengan realitas, ada kemungkinan berbeda-beda lagi misalnya,” kata dia.
Sumber : Antara
-
/data/photo/2025/06/19/6853dc7865497.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bima Arya: Jangan Sampai Biaya Politik Mahal Jadi Alasan Kepala Daerah Dipilih DPRD Nasional 27 Juli 2025
Bima Arya: Jangan Sampai Biaya Politik Mahal Jadi Alasan Kepala Daerah Dipilih DPRD
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri)
Bima Arya
mengingatkan,
biaya politik
yang tinggi tidak seharusnya dijadikan dalih untuk kembali mengusulkan kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Dia menekankan pentingnya pembahasan menyeluruh dan jangka panjang dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berdampak pada penyelenggaraan pemilu.
“Jangan sampai kita sederhanakan saja, wah ini politiknya mahal, ya sudah kembali ke DPRD, kan tidak seperti itu, politik mahal itu dimensinya banyak sekali,” kata Bima dalam diskusi daring bertajuk Ngoprek: Tindak Lanjut
Putusan MK
Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
Menurut Bima, mahalnya biaya politik justru harus menjadi pemicu untuk memperkuat perlembagaan partai politik dan mendorong reformasi sistem pendanaan politik secara menyeluruh.
Salah satu caranya adalah memperbaiki skema bantuan keuangan partai secara akuntabel.
“Karena mungkin ya, kelemahan partai politik untuk membangun kaderisasi, kelemahan partai politik untuk melakukan advokasi dan sebagainya. Nah, membuat partai politik ini menjalankan fungsi-fungsinya, fungsi advokasi, fungsi mediasi, fungsi integrasi, fungsi kaderisasi, ini tentunya ada ikhtiar,” ujar Bima.
“Nah, bagus sekali ada wacana untuk insentif yang dikuatkan terhadap dana bantuan politik,” sambungnya.
Bima juga menegaskan bahwa pemerintah telah mulai membahas opsi-opsi kebijakan pasca-
putusan MK
bersama DPR dan lintas kementerian.
Namun, ia mengingatkan agar proses revisi undang-undang tidak terjebak dalam kepentingan jangka pendek atau partisan.
“Yang ingin saya sampaikan adalah, mari kita tarik dalam konteks yang lebih besar daripada sekadar perjuangan untuk kepentingan partisan atau jangka pendek. Ini penting sekali menurut saya,” tegas mantan Wali Kota Bogor ini.
Ia menyebut, ada berbagai reaksi terhadap putusan MK, mulai dari kegembiraan di kalangan DPRD karena masa jabatan berpotensi diperpanjang, hingga kekecewaan kepala daerah yang harus menunggu dan kemungkinan digantikan pejabat sementara oleh pemerintah pusat.
Namun, menurut Bima, momentum ini seharusnya digunakan untuk menata ulang sistem politik dan memperkuat demokrasi.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengusulkan adanya evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada secara langsung.
Itu ia sampaikan dalam acara Hari Lahir (Harlah) ke-27 PKB, Rabu (23/7/2025) malam.
Menurutnya, kepala daerah semestinya ditunjuk oleh pemerintah pusat atau dipilih oleh DPRD tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
“Kalau tidak ditunjuk oleh pusat, maksimal pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD-DPRD di seluruh tanah air,” ujar Cak Imin dalam pidatonya, Rabu malam.
Dia menilai, perlu ada penyempurnaan tata kelola politik nasional yang bertujuan untuk membuat pembangunan nasional kondusif.
Cak Imin mengatakan, usulan PKB tersebut sudah disampaikan secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Ini menjadi usulan yang cukup menantang karena banyak sekali yang menolak. Tetapi PKB bertekad, tujuannya satu, efektivitas dan percepatan pembangunan tanpa berliku-liku dalam satu tahapan-tahapan demokrasi,” ujar Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat itu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/23/6858a890443fa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bima Arya: Indonesia Anut Sistem Presidensial, tetapi UU Kepresidenan Belum Ada, Ajaib Nasional 27 Juli 2025
Bima Arya: Indonesia Anut Sistem Presidensial, tetapi UU Kepresidenan Belum Ada, Ajaib
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri)
Bima Arya
menyoroti belum adanya
Undang-Undang Kepresidenan
di Indonesia, meskipun sistem pemerintahan yang dianut adalah presidensial.
Hal ini ia sebut sebagai satu hal yang belum tuntas dalam arsitektur ketatanegaraan.
Menurutnya, ini juga menjadi momentum penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kita sejak reformasi ikhtiar untuk menguatkan multi partai sederhana. Sekali lagi, multi partai sederhana yang disandingkan dengan sistem presidensil. Ini pun belum tuntas,” kata Bima Arya dalam diskusi daring Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
“Kenapa? Ya karena
undang-undang kepresidenan
pun belum ada. Agak ajaib menurut saya. Kita menganut sistem presidensil, tetapi tidak ada undang-undang kepresidenan,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa penyusunan
revisi UU Pemilu
jangan sampai hanya didorong oleh kepentingan partisan atau jangka pendek, melainkan harus menjadi momentum untuk menata ulang sistem politik secara komprehensif.
“Yang perlu kita pastikan adalah jangan sampai proses revisi ini lebih kental terhadap kepentingan jangka pendek atau kepentingan partisan,” ujarnya.
Bima menyebutkan, sejak era reformasi, Indonesia sudah menapaki jalan menuju penguatan sistem multi partai sederhana yang sejalan dengan sistem presidensial.
Namun, secara regulasi, pembangunan sistem ini masih belum tuntas.
“Undang-undang tentang DPR ada, MD3 ada, segala macam. Tapi presiden tidak ada. Ini kan harus jelas, batasannya apa, kewenangannya apa, dan racikannya,” tutur mantan Wali Kota Bogor itu.
Menurutnya, revisi undang-undang harus diletakkan dalam kerangka yang lebih besar, yaitu membangun pelembagaan politik yang kuat, merespons kepentingan nasional jangka panjang, serta menjaga integrasi bangsa.
Bima mengingatkan bahwa Indonesia saat ini tengah berada dalam posisi strategis menuju status negara maju dalam dua dekade mendatang.
Untuk itu, reformasi sistem politik harus mendukung target-target besar nasional, mulai dari bonus demografi hingga transisi energi.
“Kalau dulu di 1998-1999, semangat kita ya euforia membuka keran demokratisasi, gitu. Belum kita berbicara Indonesia maju, Indonesia emas. Jauh banget rasanya saat itu. Nah, sekarang ini dimensinya berbeda,” ungkap Bima.
Ia juga menyinggung pentingnya menjaga kesinambungan antara kepentingan lokal dan nasional melalui sistem pemilu yang tepat.
Menurutnya, momentum keserentakan yang sudah dicapai dalam siklus pemerintahan pusat dan daerah harus dijaga.
Dalam paparannya, Bima juga menyoroti pentingnya penguatan pendanaan politik melalui skema bantuan keuangan partai yang berorientasi pada integritas, bukan sekadar menambah dana tanpa akuntabilitas.
“Jadi party funding, pendanaan politik ini sangat penting sekali. Teman-teman KPK sudah bolak-balik diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bappenas yang memasukkan itu ke dalam rencana pemberantasan korupsinya, dan tentunya bagaimana menyandingkan antara dana politik, bantuan politik itu dengan sistem integritas partai politik,” kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Selain itu, Bima juga mendorong penggunaan teknologi dalam penyelenggaraan pemilu, terutama dalam tahap penghitungan dan pemungutan suara untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/05/6868f927371f1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wamendagri: Revisi UU Pemilu Jangan untuk Kepentingan Jangka Pendek dan Partisan Nasional 27 Juli 2025
Wamendagri: Revisi UU Pemilu Jangan untuk Kepentingan Jangka Pendek dan Partisan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri)
Bima Arya
menekankan pentingnya penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu yang mengedepankan
kepentingan nasional
jangka panjang ketimbang kepentingan jangka pendek dan partisan.
“Yang perlu kita pastikan adalah jangan sampai kemudian proses revisi undang-undang ini lebih kental terhadap kepentingan jangka pendek atau kepentingan partisan. Itu paling utamanya,” kata Bima dalam diskusi daring Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait
Penyelenggaraan Pemilu
Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
Menurut Bima, pemerintah telah mulai membahas berbagai opsi tindak lanjut atas putusan MK, termasuk dampaknya terhadap sistem politik dan kelembagaan daerah.
Ia menyebut, pembahasan ini dilakukan bersama parlemen maupun lintas kementerian.
“Banyak yang bertanya apakah sudah direspons? Ya, tidak mungkin tidak. Pasti sudah kami bahas, sudah kami telusuri satu-satu dampaknya,” ujarnya.
Bima menyampaikan tiga poin utama yang harus menjadi pegangan dalam menyikapi putusan MK dan rencana
revisi UU Pemilu
.
Pertama, revisi harus memperkuat pelembagaan politik, terutama dalam konteks sistem presidensial dan otonomi daerah.
Ia menyoroti belum adanya Undang-Undang tentang Kepresidenan, padahal sistem presidensial Indonesia seharusnya memiliki regulasi yang mengatur secara jelas kewenangan eksekutif.
“Kita menganut sistem presidensial, tetapi tidak ada undang-undang kepresidenan. Ini harus jelas,” katanya.
Kedua, Bima menekankan pentingnya menempatkan reformasi politik dalam kerangka kepentingan nasional dan arah menuju Indonesia sebagai negara maju dalam 20-25 tahun ke depan.
Ia mengingatkan bahwa sistem politik yang tidak selaras dengan target pembangunan bisa menjadi penghambat.
“Kalau dulu di 1998-1999, semangat kita ya euforia membuka keran demokratisasi, gitu. Belum kita berbicara Indonesia maju, Indonesia emas. Jauh banget rasanya saat itu. Nah, sekarang ini dimensinya berbeda,” imbuh politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Ketiga, Bima menyinggung pentingnya memperkuat fungsi partai politik dan pendanaan politik.
Ia menyambut baik wacana penguatan bantuan dana politik, namun menekankan pentingnya transparansi dan integritas.
“Jadi
party funding
, pendanaan politik ini sangat penting sekali. Teman-teman KPK sudah bolak-balik diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bappenas yang memasukkan itu ke dalam rencana pemberantasan korupsinya, dan tentunya bagaimana menyandingkan antara dana politik, bantuan politik itu dengan sistem integritas partai politik,” jelas eks Wali Kota Bogor ini.
Selain itu, Bima juga mendorong pemanfaatan teknologi dalam proses pemilu, khususnya untuk tahapan penghitungan dan pemungutan suara.
Ia juga menyinggung tantangan dalam pelaksanaan pemilu serentak, termasuk potensi ketimpangan antara kepentingan lokal dan nasional.
Ia menegaskan bahwa keserentakan yang telah dicapai saat ini memberikan banyak manfaat dalam hal perencanaan anggaran dan keselarasan program pusat-daerah, dan karenanya perlu dijaga.
“Jangan sampai semua itu diuyak-uyak, gitu ya, dipukul ratakan semua. Mari kita letakkan tadi, satu, dalam konteks kita membangun sistem partai politik seperti apa, kedua, kepentingan nasional kita, integrasi kita seperti apa,” ungkapnya.
Terakhir, ia mengingatkan bahwa tidak ada sistem politik yang sempurna.
Karena itu, revisi UU Pemilu harus dilakukan dengan kehati-hatian dan dilandasi visi kebangsaan jangka panjang.
Sebagai informasi, Komisi II DPR rencananya akan memulai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2026.
Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, mengatakan, pengembangan terkait poin-poin yang akan direvisi dalam UU Pemilu sudah dilakukan dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dan diskusi.
“Kalau rancangan timeline yang ada di Komisi II, kalau tidak ada aral melintang, Insya Allah di tahun 2026 itu sudah mulai dilakukan (revisi UU Pemilu),” ujar Khozin, di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Ia mencatat dua klaster dalam revisi UU Pemilu, yakni klaster teknis dan klaster politis.
Klaster teknis adalah pembahasan terkait sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, hingga ambang batas parlemen atau
parliamentary threshold.
“(Klaster politis) Sudah banyak dikupas bagaimana sistem yang ideal di tengah kerangka teoretis dan fenomena empiris di lapangan,” ujar Khozin.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5296217/original/046326500_1753533705-cc931625-4c1f-4b83-810d-94121399f6a4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ahmad Dhani Dianugerahi Gelar Bangsawan Kanjeng Pangeran oleh Keraton Solo
Dhani juga menyoroti minimnya informasi komprehensif tentang Keraton Solo dalam pelajaran di sekolah. Ia menyebut bahwa generasi muda perlu mendapatkan wawasan utuh agar tidak melupakan warisan budaya bangsanya.
“Intinya kita punya tugas untuk melestarikan budaya keraton khususnya Solo. Dan memberikan banyak, artinya pemahaman tentang sejarah Keraton Solo baik dari awal berdirinya hingga sekarang,” terang Ahmad Dhani.
Menjadi bagian dari sejarah Mataram Islam menjadi kebanggaan tersendiri bagi Dhani. Ia secara terbuka mengaku sebagai penggemar sejarah Mataram dan memiliki koleksi lukisan raja-raja Mataram di rumah.
“Senenglah. Menjadi bagian dari Mataram Islam ya seneng banget. Terus terang saya penggemar sejarah Mataram Islam,” kata Ahmad Dhani yang juga hapal sejumlah tokoh penting dari Ki Ageng Pemanahan sampai PB XIII.
Lebih lanjut, Dhani menyampaikan bahwa dirinya akan ikut serta dalam agenda budaya Keraton Solo pada tahun mendatang. Ia berniat mengikuti kirab hingga ziarah ke Pantai Parangkusumo. “Kirab juga belum pernah, tahun depan insyaallah bisa,” ucapnya.
Selain dengan Keraton Solo, Dhani mengungkapkan dirinya juga menjalin hubungan baik dengan Keraton Yogyakarta dan Pura Mangkunegaran. Namun, ia merasa lebih memiliki ikatan personal dengan Keraton Solo. Ketika ditanya soal kemungkinan membuat karya musik bertema keraton, ia menjawab dengan bijak.
“Ya sebenarnya lebih baiknya memikirkan bagaimana kelangsungan Keraton Solo itu sendiri,” katanya.
KGPH Dipokusumo dari Keraton Solo menjelaskan bahwa pemberian gelar bangsawan dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas usaha pelestarian budaya Jawa, khususnya melalui pernikahan Al Ghazali yang menggunakan adat keraton.
“Karena beliau mendapatkan laporan Mas Ahmad Dhani ini baru saja mantu, mantu itu menggunakan tata cara adat keraton,” terangnya.
Sebagai penutup rangkaian bulan Sura, Keraton Solo juga mengadakan pertunjukan wayang kulit yang dibuka untuk umum secara gratis.
Namun, istri Ahmad Dhani, Mulan Jameela yang ikut menemani selama prosesi pemberian gelar bangsawan dari keraton tidak turut mendapatkan gelar.